Kelangkaan Garam, Ironi Sebuah Negeri Maratim

0

NEGARA maratim, namun langka garam. Fenomena semacam ini membuat Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang nomor dua di dunia atau sepanjang 54.716 kilometer. Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki luas laut terbesar di dunia, terbentang sepanjang 3.977 mil dari Samudera Indonesia hingga Samudera Pasifik atau sekitar 3.273.810 km².

LANTAS mengapa garam justru menjadi barang langka dan sulit diproduksi berskala besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tanpa harus mengimpor dari negara tetangga, seperti Australia? Pengamat ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat, Prof DR  Ahmad Alim Bachri menilai kelangkaan komuditas garam di pasaran hingga mengakibatkan harganya melonjak cukup tinggi diberbagai daerah termasuk di Kalsel merupakan sebuah fenomena di negara maritim.

Wakil Rektor I ULM ini ini menilai Indonesia masuk memiliki luas laut terbesar di dunia, sejatinya tidak pernah mengalami kekurangan produksi garam. Bahkan, menurut dia, bisa menjadi pusat produksi garam dunia, bukan malah langka yang mengakibatkan harganya naik di dalam negeri. “Fenomena ini menjadi isu nasional yang menarik dari segi ekonomi, sebab kita dikenal negara maritim, kok bisa kekurangan?” ujar guru besar Fakultas Ekonomi ULM Banjarmasin ini kepada jejakekam.com, Kamis (3/8/2017).

Alim menyatakan, hal ini sebagai pelajaran bagi pemerintah untuk ke depan memiliki strategi khusus dalam rangka menjamin kebutuhan komuditas garam ini di tanah air. “Kenapa demikian, karena garam ini masuk komuditas strategis yang berkontribusi terhadap terjadinya kesehatan masyarakat, yakni, garam yang layak konsumsi atau beryodium,” paparnya. Menurut Alim, untuk mengembalikan produksi garam nasional bisa melimpah, tentunya pemerintah harus mengajak investor untuk berinvestasi dalam membangun pabrik garam nasional dengan teknologi tepat, tanpa tergantung lagi dengan musim.Sebab kata dia, kelangkaan komuditas garam ini kuat dugaan pertama itu karena produksi mengurang, atau kedua terjadinya alur distribusinya yang tidak baik.

“Jadi banyak faktor penyebabnya, pemerintah harus menangani masalah ini secepatnya, sebab garam masuk komuditas unggulan yang hampir setiap hari dibutuhkan masyarakat,” tutur doktor jebolan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar ini. Bagi Alim Bachri, kebutuhan garam secara nasional sebenarnya mudah diprediksi berapa besarnya setiap tahun, karena konsumsinya bersifat konstan. “Karena tidak mungkin ibu-ibu yang biasa membuat makanan harus garamnya satu sendok, karena harganya murah menjadi dua sendok atau karena mahal dikurangi,” terang Alim.

Meskipun, tutur dia, ada industri yang membutuhkan komuditas garam ini, dinilai tidak begitu besar konsumsinya, tidak seperti gula maupun gandum tentunya. “Kita harap ada kebijakan pemerintah secepatnya terhadap penanganan tingginya harga garam ini hingga di daerah Kalsel, karena makin menambah beban daya beli masyarakat,” pungkas Alim.(jejakrekam)

Penulis  : Wan Marley

Editor    : Didi G Sanusi

Foto       : Jelas berita

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.