Ada Apa di Balik Retaknya Diplomatik Saudi-Qatar?

0

KRISIS negara teluk ini menjadi perhatian dunia. Ini setelah Qatar dikucilkan dalam percaturan negara-negara Timur Tengah, usai Arab Saudi, Bahrain dan Mesir ramai-ramai memutuskan hubungan diplomatik dengan negara mini yang kaya minyak itu. Tak hanya itu, Turki justru menyokong Qatar agar bisa kembali mengakrabkan negara-negara di jazirah Arab tersebut.

LANTAS ada ada apa di sana? Mahasiswa semester akhir hubungan internasional Universitas Brawijaya (UB) Malang, Rifky Pramadani justru menilai bayak faktor yang melatarbelakangi setiap konflik yang terjadi, tak pernah tunggal. “Biasanya antara faktor yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi. Dalam kasus ini konflik Qatar-Arab Saudi ternyata juga melibatkan banyak negara lain. Persoalannya kemudian, mengapa?’’ kata Rifky Pramadani kepada jejakrekam.com, di Banjarmasin, Rabu (14/6/2017).

Dia mengungkapkan lewat pemberitaan di beberapa media justru mengungkap masalah terorisme menjadi faktor rusaknya hubungan Qatar-Arab Saudi, termasuk keterlibatan Qatar dalam menyokong perjuangan kelompok yang tak disukai Kerajaan Arab Saudi seperti Ikhwanul Muslimin (IM), Iran dan Hamas yang dimasukkan Amerika Serikat sebagai kelompok teror, turut menjadi alasan keretakan hubungan diplomatik itu.

“Dilihat  dari hubungan baik itu, tampaknya tudingan bahwa Qatar mendukung terorisme malah mengada-ada. Kalau yang dipersoalkan Saudi dan negara-negara lainnya adalah terkait pendanaan, malah sangat sulit untuk diverifikasi,” ucap Rifky.

Untuk itu, ia mengajak melihat geopolitik pilihan Qatar yagn menjalin hubungan baik dengan Iran dan kelompok tersebut menjadi alasan di balik konflik negara-negara teluk tersebut. “Dari pemetaan geopolitik di Timur Tengah, ada beberapa negara yang pengaruhnya besar, yakni Mesir, Iran dan Arab Saudi,” tuturnya.

Hal itu terlihat dalam konflik Yaman atau Suriah, ketika Iran mendukung pihak yang diidentifikasi Arab Saudi sebagai musuh. “Begitupula sebaliknya. Sedangkan Mesir, seringkali punya sikap yang sama dengan Saudi. Dengan alasan ge-politik itu, tindakan Saudi dibuat untuk memberi peringatan. Jadi, siapa pun yang mendukung Iran, bisa saja bernasib sama dengan Qatar. Sebab, dalam geopolitik, adu kekuatan masih sangat mempengaruhi,” kata Rifky.

Ia menegaskan makin besar bargaining negara dalam sebuah kawasan, tentu bisa memaksa negara negara lain menimbang ulang atau menjaga baik hubungan mereka. Di sisi lain, kekuatan Qatar di kawasan Timur Tengah juga terus meningkat. “Begitu pula di lingkup global’’ kata Rifky yang mengikuti Isu di Timur Tengah.

Dia menuturkan bahwa dunia bisa melihat bagaimana kekuatan qatar mengalir ke seluruh dunia lewat brand yang dimiliki Qatar. Peningkatan kekuatan Qatar ini bukan perkara hard power, tapi lebih ke soft power. Misalnya, lewat maskapai Qatar Airways, atau Al-Jazeera, media milik Qatar. Rifky menganalisis yang paling berdampak pada hubungan Saudi dan Qatar boleh jadi adalah sikap redaksi Al-Jazeera. Dalam banyak kesempatan, Al-Jazeera berseberangan dengan Saudi. Tapi juga tidak bisa terburu-buru menyimpulkan sikap Al-Jazeera sama dengan sikap resmi pemerintah Qatar.

‘’Pilihan Qatar untuk meningkatkan kekuatannya merupakan pilihan yang rasional. Mereka berupaya mencapai level yang sama dengan negara-negara kuat di kawasan, atau bahkan melebihinya’’ kata lelaki berkaca mata ini. ‘’Dengan kebijakan polisional Amerika Serikat terkait penjaga keamanan dunia, saya kira sangat mungkin Amerika Serikat terlibat. Apalagi hubungan Amerika Serikat dengan kelompok-kelompok yang punya hubungan baik dengan Qatar juga sering buruk’’ tambah Rifky.

Dia menjelaskan tak boleh tergesa-gesa mengatakan bahwa Amerika Serikat terlibat secara langsung dalam ketegangan itu. Apalagi, kebijakan luar negeri Amerika Serikat di era Donald Trump juga sulit untuk bisa diprediksi. Meski demikian, setelah pertemuan Trump dengan pimpinan negara-negara Arab, tampaknya Negara Paman Sam memang menuju ke sana. “Coba lihat juga twitter milik Trump. Itu juga bisa memberimu kejutan,” katanya.

Menurut Rifky, ketegangan ini bisa saja meluas, dan negara-negara lain bisa jadi adalah target selanjutnya. Misalnya, Turki. “Kedekatan Ikhwanul Muslim dengan Turki bukan lagi rahasia, dan beberapa pengamat bilang kalau sikap Turki di balik ketegangan ini sedikit-banyak juga dipengaruhi Ikhwanul Muslim,’’ kata Rifky.

Bahkan, dia melihat sangat mungkin jika Turki terdampak cukup banyak akibat ketegangan ini. “Sedangkan untuk kepastian apakah ketegangan ini akan meluas atau tidak dipengaruhi bagaimana negara-negara di kawasan bersikap. Tentu saja, solusi diplomatik dan mediasi jelas harus jadi pilihan utama’’ imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis  : Ahmad Husaini

Editor    : Didi G Sanusi

Foto      : Vocket

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.