Akui Air Belum Layak Minum, PDAM Diplesetkan Jadi Perusahaan Daerah Air Mandi

0

CELETUKAN Kepala Ombudsman Provinsi Kalimantan Selatan, Noorhalis Majid saat menjadi mediator pertemuan para advokat yang tergabung dalam Borneo Law Firm (BLF) dengan Direktur Umum PDAM Bandarmasih, Farida Aryati cukup mengejutkan. PDAM yang selama ini berakronim Perusahaan Daerah Air Minum justru diplesetkan menjadi Perusahaan Daerah Air Mandi, dikarenakan air yang mengalir ke rumah pelanggan memang tak layak untuk dikonsumsi langsung.

FAKTA ini terungkap ketika Wakil Direktur BLF Muhamad Mauliddin mengurai hasil survei serta keluhan warga Banjarmasin terhadap kualitas air yang disuplai PDAM Bandarmasih, sangat rendah seperti keruh dan berbau, bahkan terkadang hitam seperti kopi. Adanya fakta ini tak ditepis Farida Aryati, karena dirinya juga menggunakan air olahan pabrik milik Pemkot Banjarmasin itu harus direbus.

“Saya sendiri menggunakan air PDAM. Untuk keperluan minum, memang harus direbus dulu. Yang penting direbus dulu,” kata Farida Aryati saat menjawab pertanyaaan wartawan, usai mediasi di Kantor Perwakilan Ombudsman Kalimantan Selatan, Jalan S Parman, Banjarmasin, Selasa (9/5/2017).

Namun, menurut dia, tingkat kekeruhan air yang disuplai ke rumah pelanggan itu sudah memenuhi standar Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416 Tahun 1990. Sayangnya, Farida tak menyebut termasuk golongan mana air yang diproduksi PDAM Bandarmasih tersebut. “Air yang diproduksi dan diolah kemudian ditampung di PDAM Bandarmasih, bisa diminum langsung. Makanya, kami menyediakan kran air minum umum di depan kantor, yang membuktikan air itu bisa diminum,” cetus Farida. Ia berdalih air yang diterima para pelanggan itu, justru terkontimasi saat dalam perjalanan ketika melewati jaringan pipa, karena kebanyakan pipa itu ditanam di bawah permukaan air. “Jadi bocor sedikit saja, air lumpur masuk atau karat pipa yang terbawa saat terjadi pemadaman listrik, saat untuk mendistribusikan dengan menggunakan mesin dari suplai listrik genset. Sebab, saat dihidupkan genset, terjadi goncangan di jaringan pipa,” katanya.

Sekadar diketahui dalam Permenkes Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990, disebutkan bahwa baku mutu air adalah kadar zat atau bahan pencemar yang terdapat dalam air untuk tetap berfungsi sesuai dengan golongan peruntukan air. Nah, dalam Permenkes itu dibagi dalam lima golongan. Untuk golongan A disebutkan air pada sumber air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. Kemudian, golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai baku untuk diolah menjadi air minum dan keperluan rumah tangga lainnya. Sedangkan, golongan C didefinisikan adalah air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan. Sedangkan, golongan D adalah air yang dapat dipergunakan untuk kepentingan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha diperkotaan, industri, dan listrik tenaga air. Sisanya, golongan E adalah air yang tidak dapat digunakan untuk peruntukan air golongan A, B, C dan D.

Masih menurut Farida, untuk keluhan konsumen atau pelayanan air yang mengalami gangguan dipatok hanya 4 jam, terkecuali dalam kondisi yang tidak dikendalikan seperti saat musim kemarau yang membuat air baku yang terintrusi air asin tak bisa diolah.

Namun, beber dia, untuk memininalisir agar air leding yang diterima rumah pelanggan telah diantisipasi dengan menyiapkan tendon seperti di kawasan Benua Anyar, S Parman serta Gerilya, yang diberi disinfektan untuk membunuh kuman atau bakteri serta mengurangi kekeruhan air. “Kembali lagi, air yang dikonsumsi harus direbus terlebih dulu,” ucap Farida.

Dengan total pelanggan PDAM Bandarmasih yang mencapai 170 ribu lebih, Farida menegaskan perusahaannya tidak berorientasi mencari keuntungan semata. “Terpenting bagi kami itu adalah air yang diterima konsumen itu sudah baik, dan lancar. Apalagi yang dialirkan itu telah disubsidi. Bayangkan ongkos produksi mengolah air seharusnya dijual Rp 7.200 per liter, tapi hanya dibayar Rp 1.020 untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” tuturnya.

Mengenai penerapan pembayaran sistem kuota 10 kubik bagi pelanggan, Farida mengatakan hal itu berpatokan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 71 Tahun 2016, serta mengacu pada aturan Kementerian Pekerjaan Umum bahwa air bersih yang dinikmati per keluarga itu harus 10 kubik. “Sedangkan, di Banjarmasin, ada pelanggan yang masih menggunakan 3 hingga 5 kubik itu karena masih menggunakan air sungai. Dengan adanya pengenaan tarif progresif 10 kubik, kami mendorong masyarakat untuk menggunakan air PDAM,” ujar Farida.

Lantas bagaimana dengan gerakan berhemat air yang selalu digaungkan PDAM Bandarmasih? Farida lagi-lagi berdalih dengan menggunakan analogi tarik jauh dekat angkutan kota (angkot) 3 ribu perak. “Ini semua dalam rangka investasi. Anda kalau naik angkot, walau hanya berjalan dalam jarak 10 meter, tetap bayar 3.000 perak. Nah, begitupula kami jadi pembayaran 10 kubik yang dibebankan kepada pelanggan itu untuk investasi, ya seperti taksi yang sudah bisa diganti dengan yang baru,” katanya beranalogi.

Bukankah pelanggan sudah membayar saat pemasangan leding untuk pipa? Lagi-lagi Farida beragumen itu belum termasuk instalasi besar, seperti jaringan pipa tersier dan sekunder. “Boleh dibilang para pelanggan itu sebagian berinvestasi untuk PDAM. Ya, untuk persiapan 20 hingga 30 tahun, ketika jaringan pipa itu keropos bisa diganti dengan yang baru,” katanya.

Lantas bagaimana dengan penyertaan modal yang mencapai puluhan hingga ratusan miliar yang disuplai dalam APBD Banjarmasin, serta sumber lainnya? Farida mengungkapkan selama tahun 2015 dan 2016, Pemkot Banjarmasin tak melakukan penyertaan modal, sehingga untuk menutupi pembiayaan atau investasi PDAM Bandarmasih yang besar terpaksa harus meminjam ke perbankan, serta membebani kepada para pelanggan.

Ia membantah PDAM Bandarmasih mengajak warga menjadi boros air. Menurutnya, malah hal itu untuk mendorong agar masyarakat Banjarmasin menggunakan air yang sehat, dibandingkan sumber air lainnya seperti air sungai yang sudah tercemar.(jejakrekam)

Penulis   : Didi G Sanusi

Editor     : Didi G Sanusi

Foto        :  Didi G Sanusi

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.