Kebebasan Pers Indonesia Banyak Dicontoh Negara Lain

0

KEBEBASAN pers di berbagai negara, termasuk Indonesia, belakangan dinilai lebih baik dibanding sebelumnya. Karena itu, kebebasan pers saat ini, diharapkan bisa memberi manfaat. Baik kepada masyarakat, maupun pemerintah melalui sikap kritis pers. Hal ini dikatakan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla saat membuka kegiatan Hari Kebebasan Pers Dunia 2017 yang diselenggarakan Badan Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PPP atau Unesco, di Balai Sidang Jakarta, Rabu (03/5/2017).

WAPRES mengingatkan pentingnya menjaga kebebasan pers yang bertanggung jawab. Menurutnya, kebebasan pers saat ini, menimbulkan konsekuensi bahwa tanggung jawab bukan lagi pada urusan lembaga sensor. Tapi, pada kredibilitas internal media dan masyarakat.

Wapres juga menyoroti pentingnya media sebagai pilar keempat demokrasi, yang dapat bersikap kritis kepada pemerintah. karena menurutnya, pemerintah tanpa pandangan kritis, tidak dapat menjalankan misi untuk menyejahterakan rakyat, dan menjalankan negara yang baik dan adil. “Kita berharap, kebebasan pers harus bermanfaat bagi masyarakat luas dan juga pemerintah,” katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Unesco, Irina Bokova mengucapkan terima kasih kepada Indonesia yang bersedia menjadi tuan rumah rangkaian Hari Kebebasan Pers Dunia 2017. Menurutnya, Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara yang pertama kali menjadi tuan rumah kegiatan ini. Sebelumnya, selama 15 tahun, Hari Kebebasan Pers Dunia hanya diselenggarakan di beberapa negara di Eropa.

Menurur Irina, kebebasan pers di Indonesia pasca reformasi 1998 hingga kini, terus berkembang dan membaik, sehingga tidak sedikit negara-negara yang mencontoh Indonesia dalam membangun kebebasan pers.

Tahun ini, peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia, bertema “Peran Media dalam Memajukan Masyarakat yang Damai, Adil, dan Inklusif”. Tema ini dinilai sangat konstektual untuk merefleksikan pentingnya penguatan jurnalisme yang bebas dan berkualitas. Hari Kebebasan Pers Dunia ditetapkan dalam sidang umum PBB pada 1993, sebagai kelanjutan dari rekomendasi Sidang Umum ke-26 Unesco pada 1991. Kebebasan pers adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang diatur dalam Universal Declaration Of Human Rights.

Peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia ini, berfungsi sebagai kesempatan untuk menginformasikan kepada publik tentang pelanggaran kebebasan pers di berbagai negara. Seperti sensor dan penutupan media, tindakan pelecehan, ancaman kekerasan, penahanan, dan pembunuhan kepada wartawan.  Selain itu, juga sebagai pengingat kepada pemerintah di seluruh dunia untuk menghormati kebebasan pers.

Setiap kali peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia, Unesco memberikan penghargaan Guillermo Cano World Press Freedom Prize. Penghargaan ini, diambil dari nama seorang jurnalis Kolombia, Guillermo Cano Isaza  yang dibunuh dengan alasan politik (asasin) di depan kantornya pada 17 Desember 1986.

Tahun ini, penghargaan diberikan kepada Dawit Isaak, jurnalis berdarah campuran Eritrea-Swedia. Eritrea merupakan sebuah negara di timur laut Afrika. Dawit Isaak yang lahir pada 1964 dihukum penjara di Eritrea pada 23 September 2001 bersama dengan 10 jurnalis independen lainnya dan sampai saat ini belum pernah diadili.

Penghargaan ini, diserahkan Irina kepada Bethelem Isaak, putri dari Dawit Isaak. Karena Dawit Isaak tidak bias hadir. Penyerahan ini, disaksikan Presiden RI yang hadir di JCC, Rabu (03/5/2017) malam. Melalui penghargaan ini, diharapkan semangat Dawit Isaak terus menyebar untuk membangun kebebasan, keadilan sosial dan perdamaian di Eritrea.

“Sekarang hidupnya telah menjadi inspirasi saya dan saya mengerti pilihan, nilai dan aspirasinya. Saya paham perjuangan dan dedikasinya untuk keadilan sosial, perdamaian dan stabilitas lebih dibutuhkan sekarang,” ujar Betlehem Isaak usai mewakili ayahnya menerima penghargaan itu.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutannya, meminta media mainstream memerangi maraknya hoax dan berita bohong yang kerap menjadi viral di media sosial (medsos). “Mestinya baik media mainstream, media online meluruskan kalau ada berita-berita tidak benar, berita bohong, atau hoax. Ada ujaran-ujaran yang tidak baik, sehingga masyarakat jadi tercerahkan untuk pelurusan itu,” kata Jokowi.(jejakrekam)

Penulis  : Deden

Editor    : Deden

Foto      : Deden

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.