RJPM Dianggap Kurang Sinkron, GHBN Kembali Ingin Dihidupkan

0

BERJAYA di era Orde Baru, ternyata plus minus keberadaan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) itu dinyatakan jauh lebih unggul dibandingkan konsep Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ala era Reformasi. Makanya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI gencar menyosialisasikan pengembalian konsep GBHN yang lebih pantas diterapkan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

MISI ini langsung dibawa Wakil Ketua MPR RI asal Fraksi Golkar, Mahyudin saat sosialisasi 4 Pilar di Gedung Pertemuan Tambun Bungai, Palangkaraya, Kamis (27/4/2017). Menurutnya,  untuk menghidupkan kembali GBHN memang perlu kajian mendalam, sebab selama ini RPJM terkadang tak sinkron antara presiden, gubernur, bupati dan walikota karena memiliki visi-misi yang berbeda. “Sebab, kebanyakan kepala daerah itu berbeda partai, sehingga pembangunan nasional dan daerah tergantung pada visi-misi presiden, gubernur, bupati atau walikota,” kata Mahyudin.

Legislator beringin ini menilai GHBN sebagai pedoman penyelanggaraan negara justru sesuai dengan cita-cita proklamasi 1945. “MPR memang agak lebih berhati-hati agar amandemen ini, tidak melebar dari kajian yang diinginkan, apalagi Presiden Joko Widodo telah mengingatkan MPR untuk berhati-hati dalam melakukan kajian,” tutur jebolan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

Mengenai 4 Pilar, diakui Mahyudin memang sering memicu multitafsir. Banyak pihak yang berpendapat, Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara, sehingga tidak bisa dikatakan sebagai pilar.
“Puncaknya ada yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa 4 pilar berbangsa dan bernegara bertentangan dengan hukum, karena menyejajarkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dengan pilar-pilar lainnya,”ujarnya.
Ia menegaskan 4 Pilar MPR tersebut adalah Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi negara serta ketetapan MPR, memasyarakatkan NKRI sebagai bentuk negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.”Tugas MPR RI juga mengkaji sistem ketatanegaraan, tentang pelaksanaan UUD 1945 dan dalam pelaksanaannya.Serta menyerap aspirasi masyarakat terkait pelaksanaan UUD 1945,”tuturnya.

Mahyudin mengaku miris, karena banyak generasi muda saat ini tidak mengenal lembaga negara dan tata negara. Begitu juga, beber dia, masyarakat cendrung apatis terhadap negara. Hal ini karena begitu kuatnya pengaruh globalisasi. Dijelaskannya, MPR RI sewaktu zaman Orde Baru merupakan lembaga tertinggi negara, yang bisa memilih presiden, memberhentikan presiden, menetapkan GBHN, anggotanya terdiri dari seluruh angggota DPR RI hasil pemilu ditambah utusan daerah dan golongan

Namun pasca reformasi, MPR RI bukan lagi lembaga tertinggi negara, dengan lahirnya 8 lembaga negara yang sifatnya ekual atau sederajat, yakni presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, Komisi Yudisial dan BPK. “Tetapi MPR masih memiliki kewenangan tertinggi, yakni mengubah dan menetapkan UUD 1945. Jadi tidak ada lembaga di Indonesia, yang boleh mengutak atik UUD 1945 kecuali MPR,”imbuhnya.

Sementara itu, Ketua KNPI Kota Palangkaraya, Wahid Yusuf mengatakan, selama periode kepengurusan kegiatan sosialisasi ini, baru pertama kali diselenggarakan.  Kegiatan bertujuan untuk mengenal nilai-nilai 4 pilar kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, agar dapat dipahami secara utuh dan menyeluruh secara berkelanjutan bagi masyarakat Kota Palangkaraya.(jejakrekam)

Penulis  :  Tiva Rianthy
Editor    :  Didi G Sanusi
Foto       :  Tiva Rianthy

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.