Kucuran Dana Pinjaman Bank Kalsel Jangan Sampai Dikuasai Kelompok Tertentu

0

DIUKUR dari portofolio kredit usaha bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang diterapkan Bank Kalsel mencapai 15,21 persen dari total Rp 8 triliun pada 2017, dinilai belum proporsional yang ideal. Padahal, kelompok pelaku UMKM jauh lebih besar dibandingkan pelaku usaha menengah ke atas, sehingga seyogyanya harus mendapat porsi yang lebih menjanjikan.

KETUA Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kalimantan Selatan, H Subhan Syarief mengungkapkan faktanya pelaku UMKM yang ada mencapai 80 persen atau paling mendominasi dibandingkan usaha berskala menengah dan besar.

“Kalau hanya 15,21 persen dari total portofolio kredit usaha mencapai Rp 8 triliun yang dikucurkan Bank Kalsel, tentu sangat tidak proporsional. Padahal, idealnya komposisi pinjaman lunak yang diberikan kepada pelaku UMKM itu harusnya 40 persen dari total Rp 8 triliun itu,” ucap Subhan Syarief kepada jejakrekam.com, Minggu (26/3/2017).

Magister teknik Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya ini mengungkapkan kelompok UMKM adalah pelaku ekonomi yang tahan banting dibanding kelompok besar. Bahkan, kata Subhan, gerakan di sektor usaha riil justru memiliki kecenderungan lebih menyentuh kepada publik atau masyarakat, sehingga multi effect (dampak berganda) dalam perekonomian jauh lebih dinamis.

“Sisi lainnya, pelaku UMKM ini akan mampu memperkuat basis kebangkitan ekonomi dan usaha daerah, seperti bangkitnya industri atau usaha kecil kreatif sehingga perlu dipercepat pertumbuhannya dalam ragam usaha,” tutur Subhan.

Nah, menurut dia, untuk membuka atau mengembangkan hal ini perlu didukung dari sektor keuangan, khususnya Bank Kalsel yang notabene merupakan bank miliknya rakyat Kalsel. “Jangan sampai akselerasi Bank Kalsel justru kalah dengan bank dari luar seperti Bank Banten dan Jawa Barat (BJB) yang konsen memberi dukungan modal bagi pelaku UMKM. Bahkan, jaminannya pun tak perlu ribet atau ketat,” kata Subhan.

Untuk itu, kandidat doktor Universitas Islam Sultan Agung Semarang ini menyarankan agar Bank Kalsel perlu melakukan terobosan, utamanya menggarap atau membina UMKM yang ada di Kalsel. Terkait masalah jaminan atau agunan untuk mengajukan kredit usaha, Subhan mengingatkan agar Bank Kalsel perlu mencari solusi terbaik sehingga sentuhan dalam penyaluran modal yang padat karya bisa mendongkrak kemajuan pelaku ekonomi kerakyatan ini.

“Terpenting adalah Bank Kalsel itu melakukan pendampingan manajemen, ketika pelaku UMKM menggunakan permodalan yang dipinjamkan bank milik pemerintah daerah ini. Pendampingan dan pengarahan serta pengawasan harus dilakukan secara kontinyu dan lebih ketat,” cetus Subhan.

Hal ini dilakukan, menurut dia, agar para pelaku UMKM bisa tumbuh berkembang dengan baik dan sehat, terutama dari sisi keuangan dan kemajuan usaha. Subhan juga mendesak agar Bank Kalsel lebih transparan kepada publik, terutama berkelindan dengan komposisi kucuran modal yagn saat ini lebih banyak diperuntukkan bagi pelaku non UMKM. “Ini artinya, untuk kelompok pengusaha besar yang diberi peluang pinjaman di atas 80 persen. Ini artinya, nilai kredit mencapai Rp 7 triliun itu justru dinikmati pihak kelompok usaha besar,” kata jebolan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini.

Dalam hal ini, masih menurut Subhan, masyarakat perlu mengetahui sejauhmana pemerataan pembagian pinjaman ke masing-masing pengusaha, seperti berapa pengusaha yang mendapat pinjaman, kemudian sektor apa yang dibackup Bank Kalsel serta lokasinya di mana. “Termasuk, keuntungan yang diberikan kelompok besar ini dibandingkan dengan UMKM seperti apa? Kami berharap tidak terjadi monopoli pinjaman yang hanya diperuntukan bagi kelompok dan bidang usaha tertentu. Nah, bila terjadi kegagalan dalam usaha mereka, tentu akan berdampak terhadap kinerja Bank Kalsel ke depan,” pungkas Subhan.(jejakrekam)

Penulis   : Didi G Sanusi

Foto       : SkyscraperCity

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.