Badewa dan Mahelat Lebo, Bukti Kebangkitan Tarian Etnis Bakumpai

0

EKSISTENSI tradisi dan kultur Dayak Bakumpai yang termasuk subetnis rumpun Dayak Ngaju ini makin dikenal, tak hanya berbicara di level lokal tapi sudah menasional. Upacara pengobatan seperti Badewa yang diiringi dengan tetabuhan seperti gong, sarun dan lainnya dikenal sebagai bagian dari seni pengobatan dari Bakumpai.

BADEWA yang menjadi atraksi tarian sakral untuk memanggil sahabat atau sekutu makhluk gaib dari seorang tabit (tabib). Dengan perantara para sahabat yang merasuki tubuh tabit,  upacara penyembuhan terhadap pasien pun berlangsung hingga diyakini sehat sedia kala.

“Tradisi Badewa yang menjadi bagian dari tradisi Bakumpai khususnya di Kabupaten Barito Kuala, tak terlepas dari kiprah dua sanggar dalam membangun kembali kebangkitan tarian daerah,” ujar antropolog FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Nasrullah kepada jejakrekam.com, Rabu (15/3/2017).

Nasrullah menyebut era kebangkitan tarian Bakumpai ini khususnya di Bumi Ije Jela dimotori dua sanggar yakni Sanggar Pertama Ije Jela dan Sanggar Sinar Pusaka di Kota Marabahan yang dapat menembus hingga tingkat nasional. “Ya, melalui tarian Mahelat Lebo, keberadaan Bakumpai sebagian bagian dari etnis Dayak lebih mengemuka dan dikenal khalayak luas,” tuturnya.

Jebolan antropologi dan sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini juga menyebut Sanggar Sinar Pusaka yang didirikan alamrhum H Rudi. “Semasa hidupnya, beliau begitu totalitas mengangkat tradisi Bakumpai melalui upacara Badewa. Ya, Badewa memang ditunjuk untuk pengobatan, dan proses pengobatan berbagai tahapan dilalui seperti tarian dalam keadaan trance (tidak sadar). Dari situ, tarian Badewa ini digarap kembali sebagai performance yang berbeda,” ucap Nasrullah.

Dengan totalitas untuk mengangkat budaya Bakumpai dalam khazanah Kalimantan Selatan, Nasrullah mengatakan dua sanggar itu ibarat sebatang pohon. “Batangnya menjulang tinggi dan akarnya mencengkram kuat. Proses tumbuh kembang bukan karena tiba-tiba, karena semua berlangsung dari benih hingga tubuh dengan kokoh,” kata Dewan Pakar Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Selatan ini.

Namun, Nasrullah mengaku kerap prihatin dengan apresiasi Pemkab Barito Kuala terhadap para penggiat seni semacam itu. “Saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri, para penari Batola yang naik mobil pick up bak terbuka bertolak ke Taman Budaya Kalimantan Selatan di Banjarmasin. Padahal, para penari ini juga kebanyakan perempuan, seperti tim sepakbola yang memenuhi pertandingan antar kampung,” ujar mantan aktivis pro demokrasi dan HMI Kalsel ini.

Bandingkan, beber dia, dengan fasilitas transportasi yang diberikan pemerintah daerah lain yang disediakan mobil dinas atau bus. “Andai para penari ini juara pertama, tentu ada pihak yang merasa paling berjasa di atas perjuangan mereka. Untungnya, mereka hanya meraih juara kedua. Smoga kejadian semacam ini adalah yang terakhir, karena keberadaan para seniman Bakumpai ini turut mengangkat nama harum daerah, khususnya Kabupaten Barito Kuala,” imbuh Nasrullah.(jejakrekam)

Penulis   : Didi GS

Foto      :  Terukur.com

 

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2017/03/15/badewa-dan-mahelat-lebo-bukti-kebangkitan-tarian-etnis-bakumpai/

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.