Terkait Laporan Keterlibatan Bupati HSU, Syardani Cs Siap Dipecat DKPP

0

GURU besar hukum administrasi negara Universitas Indonesia, Prof DR Anna Erliyana memimpin persidangan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan Bupati-Wakil Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) 2017 di Aula Wasaka, Gubernuran Kalimantan Selatan, Senin (13/3/2017).

DALAM persidangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang langsung dipimpin komisoner DKPP, Prof DR Anna Erliyana, kedua belah pelapor dan terlapor dihadirkan. Persidangan ini juga difasilitasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Selatan.

Dengan wajah yang cukup tenang, Ketua Panwaslu HSU Syardani yang duduk di kursi terlapor dituding telah menghentikan secara sepihak kasus dugaan pelanggaran tindak pidana dan administrasi yang dilakoni Bupati HSU Abdul Wahid dalam Pilkada 2017 lalu.

Untuk menguatkan dalil hukumnya, pelapor Rosehan Anwar menuding apa yang dilakukan Syardani dan dua komisoner Panwaslu HSU itu jelas-jelas salah karena melanggar Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) Nomor 10 Tahun 2016, terutama Pasal 71, ayat (2) dan (3) yang berbunyi gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

Nah, beber Rosehan lagi, di ayat (3) dalam Pasal 17 UU ASN itu ditegaskan bahwa gubernur-wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, walikota atau wakil walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan, sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Dalam kasus itu, Rosehan merujuk bahwa istri kandidat Wakil Bupati HSU Abdul Hasib Salim, merupakan seorang guru SMPN di HSU justru dimutasi ke sekolah lain. Akibatmutasi tersebut berdampak tak maksimalnya kandidat melakoni kampanye, karena harus mengantar sang istri bekerja. “Padahal jadwal kampanye sudah disusun. Karena istrinya dipindah ke wilayah lain, dan dia harus mengantar, akhirnya pun tak maksimal kampanye dirinya,” terangnya.

Sedangkan, Syardani berargumen apa yang dilakukan Panwaslu HSU sudah sesuai dengan ketentuan. Ia juga menepis apa yang ditudingkan kepada dirinya terkait kerugian salah satu pasangan calon sangat tak signifikan. “Terlebih lagi soal kerugian secara rill yang dirasakan pasangan calon tak ada. Saya yakin langkah kami tepat. Saya pun jika dinyatakan memang bersalah, siap dipecat,” kata Syardani.

Ia mendasar penghentian laporan itu karena tak memenuhi unsur pelanggaran administrasi dan pidana. “Memang, pengadu sendiri memiliki hak untuk melaporkan ke DKPP. Tapi, laporan yang dimaksud pelapor itu terlebih lagi unsur tindakan pidana tak memiliki cukup bukti,” ujarnya.

Kepada wartawan, Prof DR Anna Erliyana yang memimpin persidangan kode etik penyelenggara pemilu ini memastikan tak bisa mengambil keputusan langsung, karena harus dibawa ke rapat pleno bersama anggota DKPP lainya di Jakarta, pada Jumat (24/3/2017). “Hari ini agendanya hanya mendengarkan penjelasan dari kedua belah pihak. Semuanya diberikan waktu untuk menjelaskan persoalan, kesimpulannya akan diputuskan pada sidang pleno DKPP,” kata Anna.

Selaku Ketua Majelis Pemeriksa Sidang Tim Pemeriksa Daerah DKPP, mengaku kasus yang terjadi di Kabupaten HSU, juga pernah berlaku di luar Kalimantan Selatan.  “Namun, putusan yang diberikan DKPP akan bervariasi,” ucapnya.

Disinggung putusan sidang kode etik itu, Anna mengaku tak berani menyimpulkan sebelum diputuskan dalam rapat pleno. “Jika bersalah, sanksinya mulai dari teguran hingga pemecatan. Putusan akan kami sampaikan ke Bawaslu Kalsel,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis  : Wan Marley

Editor   :  Didi GS

Foto     : Iman Satria

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.