Tak Ingin Kucing-Kucingan, Penambang Rakyat Minta Dispensasi

0

SELAMA ini, para pengusaha tambang rakyat mengaku masih main kucing-kucingan dengan aparat penegak Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pelarangan Angkutan Bahan Tambang dan Perkebunan Kelapa Sawit yang dijaga Tim Terpadu dalam Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi dan Direktorat Lalu Lintas Polda Kalsel.

DALAM Perda Nomor 3 Tahun 2012 yang mengatur jalan khusus bagi angkutan tambang dan perkebunan sawit itu, diakui Ketua Dewan Pembina DPP Perkumpulan Masyarakat Penambang (Permata) Rakyat Kalimantan, Bachruddin Syarkawie, sangat sulit bagi para penambang kecil untuk membuat jalan khusus.

“Dengan modal yang ada, para penambang rakyat tak mungkin untuk membuat jalan sendiri. Makanya, kami akan segera menyurati Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor untuk meminta rekomendasi atau dispensasi untuk menggunakan jalan raya bagi angkutan hasil tambang,” ujar Bachruddin Syarkawie, usai mengikuti rapat koordinasi Permata Rakyat Kalimantan, di Food Court Hotel Victoria Banjarmasin, Minggu (12/2/2017).

Menurutnya, jika terpaksa harus menggunakan jalan khusus yang dikelola perusahaan besar, maka para penambang rakyat tak akan mungkin mampu membayarnya, karena ongkosnya terlalu tinggi. “Memang hal itu disyaratkan dalam Perda Jalan Khusus, tapi bagaimana dengan nasib kami yang hanya memiliki areal tambang sekitar 50 hingga 100 hektare?” cecar mantan anggota DPR RI asal PDIP ini.

Bachruddin mengungkapkan dalam dunia tambang di Kalimantan Selatan, tak boleh ada diskriminasi, terutama masalah angkutan tambang. Untuk itu, kata dia, Pemprov Kalsel selaku regulator bisa memberi kebijakan bagi para pelaku tambang rakyat tersebut untuk menggunakan jalan negara.

Sebagai acuan hukum, mantan Wakil Ketua DPRD Kalsel ini mendasarkan pada UU Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009. Menurutnya, dalam UU tersebut jelas mengatur bahwa angkutan dengan muatan tak melebihi 8 ton diperbolehkan melintas di jalan umum berkelas III B. Sekadar diketahui, untuk kelas jalan yang ada di Kalimantan Selatan termasuk kategori jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

“Ini artinya, sepanjang angkutan yang ada itu tidak melebihi batas ambang 8 ton, masih diperbolehkan melintas. Nah, beda jika angkutan tambang itu sudah di atas 8 ton, maka urusan pemerintah untuk mengambil tindakan,” cetus Bachruddin.

Untuk pengawasan, mantan Ketua DPD PDIP Kalsel ini mengusulkan agar pemerintah provinsi bisa membangun jembatan timbang yang bisa dibiayai APBN atau APBD Kalsel, sehingga kerusakan jalan bisa dihindari. “Nah, dari situ, bisa diketahui sumbu muatan dari angkutan tambang,” katanya.

Ia mengungkapkan saat ini, sudah ada 50 penambang rakyat yang tergabung dalam Pertama Rakyat Kalimantan tak memiliki akses. “Daripada main kucing-kucingan dengan aparat, lebih baik diberikan izin untuk melintas. Sebab, dalam UU Angkutan Jalan tak dilarang masalah itu,” ujar Bachruddin.

Ia mengakui selama ini, akses moda transportasi khusus tambang ini melintas ruas jalan seperti di Jilatan, Asam-Asam, Jorong dan lainnya, terpaksa main kucing-kucingan. “Daripada tidak memberi kontribusi kepada daerah, lebih baik diberi dispensasi. Makanya, dalam waktu dekat ini, kami akan memohon pertimbangan dari Gubernur H Sahbirin Noor, agar dunia pertambangan di Kalsel bisa hidup kembali, khususnya para penambang rakyat,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis : Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.