BERDIRI pada 1980 di era Walikotamadya Komaruddin di atas lahan seluas 3 hektare, Terminal Km 6 atau yang dikenal publik sebagai Terminal Pal 6 ini justru harus bersaing dengan terminal induk baru di Jalan Achmad Yani Km 17, Gambut, Kabupaten Banjarmasin.
DIREKTORAT Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI sudah mengesahkan Terminal Km 17 pada 2013 sebagai terminal induk dengan luas lahan mencapai 3 hektare. Rupanya, Pemkot Banjarmasin tak mau ketinggalan dan bersaing dengan Terminal Km 17 yang dibangun di masa Bupati Banjar Pangeran Khairul Saleh dengan menggelontorkan dana ‘permak’ habis-habisan sebesar Rp 30 miliar.
DPRD Kalsel sebelumnya sudah mengeluarkan rekomendasi agar protes para sopir terkhusus di Terminal Pal 6 itu tak mengganggu pengoperasian Terminal Km 17. Anggota Fraksi PKB DPRD Kalsel, Suripno Sumas sempat menawarkan solusi saling menguntungkan (win-win solution) dengan membuka trayek baru seperti Banjarmasin-Gambut Km 17, Sungai Tabuk-Gambut 17, Martapura-Landasan Ulin, Trisakti-Cempaka (Damri), lalu Km 17-Aluhaluh, dan Km 17-Jambu Burung.
Tapi apakah itu menguntungkan para sopir dan pekerja yang bergantung hidup di Terminal Pal 6? Kebanyakan para sopir mengaku saat ini bukan masalah status terminal yang diributkan, apakah Terminal Pal 6 atau Terminal Km 17 yang jadi terminal induk.
“Justru yang kami rasakan adalah sepinya penumpang. Bayangkan, kalau dulu kami bisa dua kali trip untuk angkut penumpang, sekarang satu kali saja sudah syukur,” ujar King, gelar sesama sopir jurusan Banjarmasin-Hulu Sungai ini.
Menurutnya, sejak mudahnya warga memiliki sepeda motor dan mobil dengan kredit murah dari lembaga pembiayaan (leasing), otomatis para pelanggan taksi colt keluaran 1980-an itu beralih ke mobil pribadi atau travel. “Sekarang ini, penghasilan para sopir menurun tajam. Mau apa lagi? Kalau ada terminal baru dengan kondisi angkutan serta penumpang yang sepi, rasanya tak terlalu berpengaruh,” ucap King.
Dengan tingginya harga bahan bakar minyak (BBM), serta kondisi perekonomian daerah yang lesu, King dan beberapa sopir mengaku harus bertahan dan tetap setia dengan profesi lamanya itu. “Jauh sekali dengan pendapatan para sopir di zaman sekarang. Ya, sejak 2006, jumlah penumpang yang menuju Terminal Pal 6 jauh menurun sampai sekarang,” ujarnya.
Tak hanya kondisi Terminal Pal 6 yang menjadi lintasan publik, karena terkoneksi dengan Jalan Pramuka, bangunan lama yang tak berfungsi seperti Banjarmasin Trade Center yang dibaru di era Walikota Sofyan Arpan (almarhum) juga turut menambah semrawut wajah terminal yang menjadi pintu gerbang ibukota Provinsi Kalimantan Selatan itu.(jejakrekam)
Penulis : Iman S
Editor : Didi GS