Perda Pajak Progresif Dinilai Tak Beri Rasa Adil

0

PENERAPAN pajak progresif yang berlaku bagi kepemilikan mobil berganda atau lebih, termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) Kalimantan Selatan Nomor 5 Tahun 2011, masih menuai kontroversi.

DARI suara-suara minor di Rumah Banjar, sebutan Gedung DPRD Kalimantan Selatan di Jalan Lambung Mangkurat Banjarmasin itu, masih terdengar nyaring.  Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Selatan, Suripno Sumas malah bersuara lantang akan segera mengusulkan pencabutan perda warisan pemerintahan Gubernur Rudy Ariffin itu.

Alasan legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sangat jelas karena sektor pajak kendaraan bermotor roda empat itu tak terlalu signifikan sebagai pundi pendapatan asli daerah (PAD). Menurut Suripno, bisa saja pemilik mobil yang berlebih akan mengalihkan nomor kendaraan bermotornya ke provinsi lain. “Ya, semua cara untuk menghindari pajak progresif,” tuturnya di Banjarmasin, Jumat (20/1/2017).

Mantan pejabat Pemprov Kalimantan Selatan ini malah menuding regulasi yang diterapkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kalsel bersama instansi terkait itu justru merugikan daerah. Untuk itu, komisi yang membidangi perekonomian dan keuangan itu mendesak agar Perda Nomor 5 Tahun 2011 segera dicabut.

Suara yang sama dilontarkan Karlie Hanafi Kalianda. Anggota Komisi II DPRD Kalsel ini menilai rasa keadilan yang diterapkan dalam setiap kebijakan tak tergambar dari pemberlakuan pajak progresif di wilayah Kalimantan Selatan. “Wajar dong, kalau pemilik mobil mengalihkan nomor kendaraan bermotornya ke daerah lain. Sebab, pemberlakuan pajak progresif itu jelas-jelas merusak tatanan administrasi rumah tangga masyarakat,” cetusnya.

Lagi-lagi, Karlie yang berlatar belakang pengusaha ini pun setujui jika perda yang ada itu direvisi, atau dicabut jika pemberlakuan membuat gaduh di daerah. “Kami tak ingin payung hukum itu justru merugikan masyarakat,” katanya.

Tak mau kalah, Kepala Badan  Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kalimantan Selatan, Aminuddin Latif berdalih saat ini tengah menyiapkan konsep untuk mengubah perda pajak progresif bagi kendaraan bermotor pribadi. Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 43 Tahun 2011 yang menjabarkan aturan terperinci dalam Perda Nomor 5 Tahun 2011 itu dipastikan Aminuddin Latif akan segera direvisi. “Pergub itu tentu harus diubah sesuai tuntutan dan perkembangan perpajakan kendaraan bermotor belakangan ini,” kata mantan Sekretaris DPRD Kota Banjarmasin ini.

Sekadar informasi, penerapan sistem pajak progresif ini mengacu pada satu alamat, walau sudah berpisah atau dalam kepala kelarga berbeda. Contohnya, jika satu alamat rumah memiliki lebih satu mobil kena pajak berlebih, seperti mobil kedua bertambah dua persen, mobil ketiga 2,5 persen, keempat tiga persen dan seterusnya. Berbeda dengan pajak progresif di provinsi lain yang memberlakukan satu tempat tinggal atau alamat pemilik mobil pribadi yang melebihi jumlah jiwa dalam satu kepala keluarga baru dikenakan tarif pajak berjenjang itu.

Menariknya, di tengah penerapan pajak progresif, Pemprov Kalsel sebelumnya sempat mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 188.44/0254/KUM/2016 pada 29 April 2016. Tujuannya, untuk menggenjot piutang pajak yang nilainya mencapai Rp 370 miliar. Nilai itu mencakup piutang pokok sebesar Rp300 miliar dan denda pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar Rp 70 miliar. Faktanya, piutang pajak yang tak bisa ditagih cukup besar mencapai Rp 70-80 miliar. Nah, ini merupakan pengalaman yang jadi acuan DPRD Kalsel untuk mencabut perda kontroversial itu.(jejakrekam)

Besaran Pajak Progresif Mobil

No. Urutan Kepemilikan Kendaraan Persentase Tarif Pajak
1. Mobil Pertama 1,5%
2. Mobil Kedua 2%
3. Mobil Ketiga 2,5%
4. Mobil Keempat dan seterusnya 4%

 

Penulis : Amranuddin Hamsyah & Didi GS

Editor  :  Didi GS

Foto Ilustrasi milik Tribunnews.com

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.