Mengulang Kasus 2015, Walhi Kalsel Desak Setop Dulu Operasional Stokcpile PT Talenta Bumi

0

DAMPAK debu batubara dari stockpile dan jetty pelabuhan khusus batubara milik PT Talenta Bumi yang menyerbu pemukiman warga Kelurahan Lepasan, Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala (Batola), mengundang reaksi.

HEMBUSAN angin yang kuat pada musim kemarau ini, debu yang membawa partikel kecil dikabarkan juga mendera desa tetangga seperti Desa Penghulu dan Desa Bagus di Kecamatan Marabahan.

Aktivis lingkungan yang juga akademisi Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kalsel, Adenansi mengatakan PT Talenta Bumi sebagai pengampu jetty dan stockpile batubara itu harusnya punya solusi jangka pendek dan jangka panjang.

“Sebab, kejadian debu batubara ini menyerbu pemukiman warga merupakan kejadian yang berulang. Jika hanya menggunakan pola pengobatan gratis bagi warga terdampak dengan dana CSR, itu tidak menyelesaikan akar masalah,” ucap Adenansi kepada jejakrekam.com, Kamis (7/9/2023).

BACA : Debu Batubara Stockpile PT Talenta Bumi Serbu Pemukiman Warga Lepasan Bakumpai

Menurut dia, sebenarnya PT Talenta Bumi itu telah memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), khususnya dalam menangani debu batubara agar tak beterbangan ke pemukiman warga, khususnya di Kelurahan Lepasan serta desa-desa terdampak di Batola.

“Nah, jika ternyata dokumen Amdal tidak diterapkan, berarti perusahaan trading batubara ini tidak layak operasi,” tutur Dekan Fakultas Pertanian UNU Kase ini.

Dia hakkul yakin debu batubara itu tak hanya menyerbu pemukiman warga, namun juga berhamburan di perairan Sungai Barito.

“Perlu diingat, Sungai Barito merupakan sumber baku air minum utama PDAM Batola. Artinya, air bersih olahan PDAM Batola terindikasi tercemar debu batubara dan logam berat,” kata aktivis senior lingkungan dari Walhi Kalsel ini.

BACA JUGA : Jadi Contoh Bagi Perusahaan Lain, DPRD Kalsel Apresiasi Penyaluran CSR PT Talenta Bumi

Menurut Adenansi, pola pendekatan masalah selama ini selalu mengutamakan penggunaan dana tanggung jawab sosial (CSR) sejatinya mengatasi masalah sosial, seperti pencemaran lingkungan, kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan lainnya justru faktanya bertolak belakang.

“Justru dengan penggunaan dana CSR, tapi malah melupakan masalah utama yang dirasakan warga terdampak dari keberadaan stockpile atau jetty milik perusahaan tambang atau trading batubara seperti PT Talenta Bumi,” kata Adenansi.

BACA JUGA : Pertanyaan Publik; Ke Mana Program CSR untuk Masyarakat Sungai Barito?

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono dan Akademisi UNU Kase, Adenansi. (Foto Dokumetansi JR)

————-

Senada Adenansi, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono mengungkapkan masalah debu batubara PT Talenta Bumi itu mengulang kasus serupa pada 2015 silam.

“Ini membuktikan jika masalah semacam itu dianggap remeh oleh pihak perusahaan. Pemerintah dalam hal ini harus tegas dalam memastikan keselamatan rakyat,” ucap Cak Kiss, sapaan akrab aktivis lingkungan ini.

Menurut dia, tindakan pemerintah itu berupa berani menyetop operasi dan mencabut izin dari perusahaan yang bermasalah, terkhususnya lagi dampaknya kini sudah dirasakan warga.

BACA JUGA : Soal Kebijakan Limbah Omnibus Law, Walhi Tuding Pemerintah Tunduk pada Pasar

“Rakyat harus berani melalukan gugatan hukum. Apalagi, dari porsi kepemilikan saham, PT Talenta juga dimiliki PD Baramata sebagai BUMD milik Pemkab Banjar. Seharusnya, perusahaan ini bisa memberi contoh baik, bukan malah menjadi contoh buruk,” kata Cak Kiss.

Menurut dia, pengobatan gratis itu bukan menyelesaikan akar masalah dampak dari debu batubara dari jetty dan stockpile PT Talenta Bumi, karena sebenarnya sudah ada jaminan dari BPJS Kesehatan, termasuk alokasi dana dari pemerintah daerah.

“Kami mendesak agar Kapolda Kalsel, Gubernur Kalsel dan Bupati Batola harus turun dalam menyelesaikan masalah ini. Tahap awal harus segera ditangani kesehatan dan keselamatan rakyat, selama kasus ini harus setop dulu operasi stokcpile milik PT Talenta Bumi,” tandas Cak Kiss.

Sekadar mengingatkan, pada 2017, masalah pencemaran udara, khususnya dari debu batubara itu telah diteliti oleh Pusat Pengkajian Pembangunan Daerah dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Batola. Hasilnya, dari dua titik terdampak yakni Desa Penghulu dan Desa Basahab ditemukan fakta jika pencemaran itu sudah berada di atas ambang baku mutu.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.