Soal UU MD3, Didesak Mahasiswa, Ketua DPRD Kalsel Siap Letakkan Jabatan

0

DESAKAN massa pengunjung rasa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kalsel (AMK) agar DPRD Kalimantan Selatan turut mendukung penolakan revisi kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), sempat berlangsung panas di Rumah Banjar, Gedung Sekretaris DPRD Kalsel, Senin (12/3/2018).

MAHASISWA lintas kampus yang didominasi dari kampus Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dan UIN Antasari Banjarmasin, dikoordinir Khairul Nazmi mendesak agar DPRD Kalsel mengusulkan revisi ulang sejumlah pasal pada UU MD3. Pasal yang dimaksud adalah pasal 73, pasal 122, pasal 427 serta pasal 245.

“Kami minta usulan itu harus disampaikan ke Senayan Jakarta, ya sebelum UU MD3 ini berlaku pada 15 Maret 2018 mendatang. Jika gagal, kami menagih janji Pak Burhanuddin (Ketua DPRD Kalsel) untuk siap meninggalkan jabatannya,” ucap Khairul Nazmi, yang disambut yel-yel ratusan mahasiswa lainnya.

Dengan mengusung beragam spanduk dan poster, para pendemo juga menggelar aksi teaterikal tabur bunga dan pemasangan batu nisan kubur di halaman Rumah Banjar di Jalan Lambung Mangkurat, sebagai simbol matinya demokrasi di negeri ini.

Perdebatan pun terjadi antara Ketua DPRD Kalsel Burhanuddin yang didampingi anggota dewan lainnya, seperti Yadi Ilhami (Fraksi Partai Demokrat), Ismail Hidayat (FPP) dan lainnya. Bahkan, seorang mahasiswa yang tak mengenakan baju menyodorkan surat pernyataan kepada Ketua DPRD Kalsel Burhanuddin siap memperjuangkan tuntutan mereka, dengan konsekuensi logis harus mundur dari jabatannya.

Menjawab tuntutan massa, Ketua DPRD Kalsel Burhanuddin pun mengaku siap mundur dari kursi empuknya jika gagal menyampaikan aspirasi mahasiswa terhadap penolakan revisi Undang Undang MD3.

“Saya akan segera membawa aspirasi mahasiswa Kalsel ke Senayan Jakarta (DPR RI). Jika gagal menyampaikan desakan massa, saya akan mundur sebagai Ketua DPRD Kalsel,” tegas legislator Partai Golkar ini.

Sebelumnya, para mahasiswa mengatakan jika UU MD3 sejak disahkan pada 12 Februari 2018 di DPR RI, terus menuai kontroversi. Produk hukum yang disahkan para wakil rakyat edisi Pemilu 2014 itu, sarat dengan kepentingan elit politik untuk membungkam suara publik, termasuk adanya ancaman sanksi hukum bagi para pengeritik parlemen.

“Kami mendesa agar dilakukan revisi ulang terhadap pasal 73, 122, 245 dan 427 A huruf C UU MD3, paling lambat enam hari ke depan,” cetusnya.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.