Ikut Sahkan UU Ciptaker, Mahasiswa Tagih Pertanggungjawaban Anggota DPR-RI Dapil Kalsel

0

PENGESAHAN Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja beberapa waktu lalu, memantik serangkaian aksi penolakan di sejumlah wilayah di tanah Air, termasuk di Kalimantan Selatan.

CIPAYUNG Plus Kalsel pun ikut protes. Para aktivis mahasiswa yang tergabung dalam kelompok ini menuding anggota DPR-RI dapil Kalsel ikut bertanggung jawab atas disahkannya RUU Omnibus Law.

Muhammad Alfiansyah perwakilan Cipayung Plus meminta legistalor dapil Kalsel untuk menjelaskan alasan RUU Omnibus Law sampai diparipurnakan.

“Kita ingin tahu apa yang dikerjakan anggota dewan kita ketika rapat paripurna kemaren, yang jelas rakyat Kalimantan Selatan menuntut pertanggungjawaban,” ujar Alfi kepada awak media, di gedung pemuda, Sabtu (10/10/2020).

BACA JUGA: Tuntutan Tak Terpenuhi, Massa Tolak Omnibus Law Bakal ‘Geruduk’ Gedung DPRD Kalsel Lagi

Langkah konkret, dia meminta legislator dapil Kalsel untuk hadir di forum terbuka, guna menjelaskan pertimbangan ikut menyetujui disahkannya RUU Omnibus Law kepada rakyat Kalsel, termasuk kelompok massa yang turun aksi lalu.

“Kita ingin menghadirkan semua anggota DPR RI yang duduk di Senayan, baik yang berasal dari Dapil Kalsel I maupun Kalsel II, juga anggota DPD RI, ketika kita sudah mengundang dan bersangkuta tidak hadir, silakan rakyat Kalsel yang menilai,” tegas kader Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) ini. 

Di tempat yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Kalsel, M. Luthfi Rahman  menuding RUU Omnibus Law merupakan pesanan ‘cukong’ sehingga muara dari RUU Omnibus Law lebih banyak menguntungkan kelompok oligarki ketimbang rakyat.

Luthfi mengkritik selama pembahasan RUU Omnibus Law sangat tertutup, dan minim partisipasi publik, apalagi yang dibahas berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

Dia menyoroti dalih UU Omnibus Law sebagai jawaban atas keinginan reforma agraria di tanah air -dalam UU Omnibus Law ada keberadaan badan Bank Tanah untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan-. Namun faktanya keberadaan Bank Tanah bukan jawaban dari semangat reforma agraria.

BACA JUGA: Sempat ‘Hilang’, Cerita 24 Demonstran Gagal Ikut Aksi Tolak Omnibus Law Di Banjarmasin

Bahkan, menurut Luthfi keberadaan Bank Tanah justru akan memperdalam ketimpangan kepemilikan lahan. Bukan tanpa alasan, objek reforma agraria seperti Eks HGU, HGB, tanah telantar, dan tanah negara yang berpotensi menjadi objek reforma agraria akan berada di bawah kewenanganan badan Bank Tanah. Semua objek ini disebut sebagai Tanah Negara.

Kemudian, tanah negara tersebut didistribusikan kepada masyarakat, termasuk petani kecil melalui mekanisme kredit tanah. Usaha ini berpotensi gagal mencapai keadilan, sebab petani kecil mendapatkan tanah dengan harga sangat mahal dan terjerembab kredit macet.

“Kemudian klaster ketenagakerjaan yang sangat memberatkan kelompok buruh, misalnya saja masalah pesangon, iya memang tetap ada pesangon, tetapi tidak ada standar minimal pesangon, jadi pengusaha bebas memberikan pesangon berapa saja,” jelas Luthfi.

“UU Omnibus Law tidak ada batasan pekerjaan yang bisa di-outsourcing, imbasnya bisa saja buruh dengan dikontrak seumur hidup, ini menjadi persoalan serius kelompok buruh,” kata dia menambahkan. (jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.