Bukan Buku Pertama, YS Agus Suseno Pesan Urang Banjar Jangan Sampai Tercerabut Akar Budayanya

0

SABUKUAN basa Banjar. Begitu buku perdana karya budayawan dan sastrawan Banua; YS Agus Suseno berjudul Baruh Urang Dikaruni, Baruh Saurang Taung usai diluncurkan pada akhir Agustus 2023.

BUKU yang dicetak Tahura ini pun dibedah secara sederhana di Kampung Buku (Kambuk) Banjarmasin, Jalan Sultan Adam pada Kamis (31/8/2023).

YS Agus Suseno memastikan buku perdana yang full berbahasa Banjar khususnya dialek Banjar Hulu ini bukan buku pertama. Nantinya diagendakan akan terbit pula buku kedua, buku ketiga hingga buku kempat yang menitikberatkan pada budaya, sastra dan bahasa Banjar, namun dikemas dalam bahasa Indonesia.

“Dalam buku Baruh Urang Dikaruni, Baruh Saurang Taung ini memang sabukuan Basa Banjar, terutama subdialek Banjar Hulu. Mengapa saya menggunakan bahasa Banjar Hulu, karena lebih terjaga kemurnian bahasanya dibandingkan subdialek Banjar Batang Banyu maupun Banjar Kuala,” tutur Agus Suseno dalam diskusi di Kambuk Banjarmasin.

BACA : Perkaya Khazanah Paribasa Banjar, Buku Karya Sastrawan Banua; YS Agus Suseno Terbit

Dalam diskusi itu hadir banyak penanggap seperti dari kalangan akademisi Universitas Lambung Mangkurat, Prof Bambang Subiyakto, Dr Sainul Hermawan, pencipta lagu Banjar Khairiadi Asa, Kepala Dispersip Kota Banjarmasin M Ehsan Elhaque  kalangan jurnalis yang kini maju mencalon di DPD RI Nanik Hayati serta para pegiat literasi dan mahasiswa.

Editor buku Hajriansyah dan Arif Rahman mengakui cukup banyak peribahasa dan ungkapan bahasa Banjar yang termaktub dalam buku perdana karya YS Agus Suseno yang dihimpun sejak 2015, termasuk saat menjadi pengampu acara budaya lokal Banjar di TVRI Kalsel. Sementara, cover buku bercerita bercengkerama di sebuah warung atau mawarung merupakan karya lukisan maestro pelukis Banua, Misbach Tamrin.

BACA JUGA : Hadirkan YS Agus Suseno, Poliban Banjarmasin Angkat Revitalisasi Seni Tradisi Bapandung

Menurut YS Agus Suseno, bahasa Banjar subdialek Banjar Hulu lebih terjaga secara kebahasaan, dibandingkan subdialek Banjar Batangbanyu yang banyak dituturkan di daerah Nagara (Hulu Sungai Selatan) serta pesisir Sungai Nagara dan jaringan anak sungai.

“Sementara, bahasa Banjar Hulu ini kebanyakan digunakan di daerah pesisir atau bantaran Sungai Barito dan Sungai Martapura, seperti Kuin, Sungai Jingah dan Alalak yang terpengaruh bahasa Bakumpai atau Berangas (subdialek Bahasa Ngaju). Khususnya, pengaruh kuat bahasa Indonesia,” tutur Agus Suseno.

Dia juga mengutip pendapat Pakar Bahasa Banjar dan guru besar Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof Abdul Djebar Hapip yang menyusun Kamus Bahasa Banjar membagi dua dialek besar dalam penutur bahasa ibu masyarakat asli Kalsel ini.

BACA JUGA : Ingin Dikenang Baik, YS Agus Suseno Bikin Puisi untuk Gubernur Kalimantan Selatan

Sebagai pegiat literasi, seni dan budaya Banjar, Agus Suseno mengaku miris dengan kondisi kekinian, ketika bahasa Banjar justru tak menjadi bahasa yang diajarkan di sekolah, khususnya jadi muatan lokal (mulok) di bangku SD.

“Dengan kondisi ini, agak lucu jika anak SD justru tidak berbahasa Banjar sebagai bahasa ibu. Sepatutnya bahasa Banjar, termasuk sastra dijadikan bahan ajar atau pembelajaran di sekolah. Jelas, generasi kita di Kalsel punya pegangan,” katanya.

Di mata Agus Suseno, seperti kebudayaan dan berkesenian dianggap tidak penting karena merupakan bidang non fisik, dibandingkan dengan bidang fisik.

Padahal, menurut dia, Kalsel sendiri sebenarnya sudah punya beberapa payung hukum untuk melindunginya seperti Perda Provinsi Kalsel Nomor 4 Tahun 2017 tentang Budaya Banua dan Kearifan Lokal, ditetapkan 20 Maret 2017 oleh Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, diundangkan 21 Maret  2017 oleh Sekdaprov Kalsel H Abdul Haris Makkie.

BACA JUGA : Bela yang Tersisih, Kritik Tajam Puisi Banjar Seniman Nyentrik YS Agus Suseno

Kemudian, Peraturan Daerah Provinsi Kalsel Nomor 7 Tahun 2009 tentang Bahasa dan Sastra Daerah yang diterbitkan di era Gubernur Kalsel Rudy Ariffin hingga diberlakukan pada 1 Juli 2010 silam.

“Inilah potret bahwa perda itu justru mandul. Saat ini, jujur saja, banyak orang yang pandai baca puisi, namun sangat langka bagi yang mahir menulis puisi dan membaca puisi berbahasa Banjar. Jangan sampai yang terjadi adalah Urang Banjar ini tercerabut dari akar budayanya, sebab semakin tinggi pendidikan justru semakin rapuh akar budayanya,” kritik Agus Suseno.

BACA JUGA : Nelangsa Sungai Amandit yang Keruh dalam Bait Puisi Budayawan Agus Suseno

Guru besar FKIP ULM Prof Bambang Subiyakto menilai buku perdana karya YS Agus Suseno yang sudah lama dinanti ini menjadi suguhan menarik, khususnya dari perspektif bahasa dan budaya lokal, Banjar.

Bahkan, akademisi bahasa Indonesia FKIP ULM, Sainul Hermawan mengatakan sosok YS Agus Suseno adalah budayawan dan seniman yang tetap menjaga ritme kekritisannya di tengah arus besar kekuasaan di Banua.

“Semoga nanti jika ada program studi bahasa daerah, saudara YS Agus Suseno bisa diusulkan untuk mendapat gelar doktor honoris causa, karena portopolio sudah tak diragukan,” kata Sainul Hermawan.

BACA JUGA : Amuk Meratus Micky Hidayat, Agus Suseno Suarakan Nelangsanya Loksado

Komentar Sainul langsung dibalas oleh YS Agus Suseno yang memuji sebagai doktor ‘Lamut’ di Indonesia, bahkan di dunia berkat hasil riset mendalam tentang sosok Palamutan; Gusti Jamhar yang mewarnai seni budaya Banua.

“Bagi saya, sosok YS Agus Suseno ini sangat penting keberadaannya sebagai penyeimbang dan batu kerikil kekuasan lewat kritikan dalam puisi maupun karya sastra lainnya,” ucap Sainul.

Sebab, menurut Sainul, penutur Bahasa Banjar itu tak hanya dominan di Kalimantan Selatan, namun juga berada di provinsi tetangga; Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur hingga diapora di Sumatera dan Malaysia. Bahkan menjadi lingua franca di Kalimantan.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.