Tradisi Warisan Leluhur Baayun Maulid, Tetap Meriah Tiap Bulan Rabiul Awal

0

BAAYUN MAULID adalah acara tahunan yang rutin di lakukan di Banjarmasin, kala menyambut datangnya bulan Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah.

TRADISI yang lekat dengan budaya Banjar ini, selalu ramai diikuti kalangan anak-anak hingga orang dewasa, yang juga memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Digelar di Masjid Sultan Suriansyah, Jalan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, tahun ini peserta Baayun Maulid berjumlah 479 orang sesuai dengan hari jadi Kota Banjarmasin. Peserta tertua berusia 96 tahun, dan termuda berusia 14 hari.

BACA: Wakil Walikota Banjarmasin Tapung Tawar Peserta Baayun Mulud di Kampung Ketupat Sungai Baru

Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina yang hadir dalam acara tersebut berharap, dari acara ini anak-anak yang diayun bisa mengenal Nabi Muhammad SAW. “Saat Baayun anak-anak dibacakan shalawat, dzikir dan doa, mudah-mudahan karena itu bisa tumbuh menjadi anak yang sholeh dan sholehah,” ucap Ibnu, Rabu (27/9/2023).

Dirinya juga berterimakasih dengan terselenggaranya acara ini, sebab ini dapat mendukung event pariwisata Kota Banjarmasin. “Harapannya ini dapat menjadi kesempatan bagi para wisatawan, untuk menyaksikan dan menikmati suasana kota selama bulan maulid,” tutupnya.

Sementara itu, menurut Kepala Bidang Kebudayaan Disbudporapar Kota Banjarmasin ZulFaisal Putra kepada awak media mengatakan, tradisi baayun merupakan warisan leluhur, yang kemudian dimodifikasi dengan sentuhan nilai-nilai Islami, seperti pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, syair maulid dan doa-doa keselamatan dari khazanah Islam.

“Semula, tradisi Baayun Maulid berawal dari Desa Banua Halat, Kecamatan Tapin Utara. Kemudian berkembang hingga ke seantero Kalimantan Selatan. Nah, tradisi ini dianggap sebagai penanda konversi agama orang-orang Dayak yang mendiami Banua Halat dan daerah sekitarnya, yang semula beragama Kaharingan kemudian memeluk agama Islam. Karena itu, upacara baayun anak mempunyai kaitan yang kuat dengan sejarah masuknya Islam di Banua Banjar,” tuturnya.

“Upacara ini dilakukan di dalam masjid, terutama di ruang utama. Ayunan membentang pada tiang-tiang ayunan dengan tiga lapis kain, terdiri dari kain sarigading/sasirangan, lapisan tengah kain kuning (kain belacu yang diberi warna kuning dari sari kunyit), dan lapisan bawah memakai kain bahalai atau kain panjang tanpa sambungan jahitan. Kemudian, pada bagian tali ayunan diberi hiasan berupa anyaman janur berbentuk burung-burungan, ular-ularan, katupat bangsur, halilipan, kambang sarai, rantai, hiasan-hiasan mengunakan buah-buahan atau kue tradisional seperti cucur, cincin, kue gelang, pisang, kelapa, dan lain-lain,” bebernya.

BACA JUGA: Baayun Anak dan Akulturasi Budaya Pra Islam

Fitriah salah seorang peserta, menuturkan bahwa dirinya tiap tahun jika Baayun Maulid ini diadakan selalu mengikutinya. “Tahun ini ikut bawa satu anak saja, karena dibatasi,” ucapnya.

Alasannya selalu mengikuti ini adalah selain untuk bisa memeriahkan bulan maulid, juga agar bisa mendapatkan berkat dan syafaat nabi. “Mudahan tiap tahun selalu ada,” ujarnya.

Sama halnya dengan Noor Ainah, yang membawa anaknya yang masih berusia 8 bulan. “Ini pertama kali mengikuti Baayun Maulid. Semoga mendapatkan keberkahan di bulan maulid dari Nabi Muhammad SAW, anak kami sehat dan dimurahkan rezekinya, serta menjadi anak sholeh,” katanya.(jejakrekam)

Penulis Fery Sirajudin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.