Membedah Proyek OBOR China, Belajar dari Negara Pengutang Uang

0

MEGAPROYEK Republik Rakyat China atau Tiongkok yang ingin menghidupkan kembali jalur sutera modern lewat program One Belt One Road (OBOR) atau satu sabuk satu jalan, jadi perhatian para akademisi dan aktivis gerakan mahasiswa Islam di Kalimantan Selatan.

ALUMNI Universitas Birmingham UK Inggris, Hidayatullah Muttaqin membedah proyek impian Presiden China, Xi Jinping bekerjasama dengan Presiden Indonesia Joko Widodo terikat dalam 28 kontrak kerjasama dengan nilai 91 miliar Dolar AS atau setara Rp 1.288 triliun.

“Sebenarnya, proyek OBOR milik Tiongkok atau China ini jelas merugikan bangsa Indonesia. Strategi OBOR ini bermuara dari strategi String of Pearls, yaitu strategi China untuk mengamankan jalur ekspor-impornya terutama suplai energi (energy security) dari negara atau kawasan asal hingga ke kawasan tujuan,” papar Hidayatullah dalam diskusi sekaligus buka puasa bersama di Banjarmasin, belum lama tadi.

BACA : Tolak Proyek OBOR China

Ia menjelaskan proyek OBOR merupakan penyempurnaan dari String of Pearls oleh Presiden China Xi Jinping, yang salah satunya melintasi selat atau perairan Indonesia. “Kenapa China berambisi? Ya, bila Selat Malaka diblokade oleh Amerika Serikat kelak, maka alternatif jalur paling singkat menuju Samudera Hindia, Laut Arab, dan lain-lain guna mengamankan jalur suplai energi sesuai rute String of Pearls dulu adalah Selat Sunda, atau Selat Lombok dan lainnya,” ungkap Hidayatullah.

Dalam politik, menurut dia, tak ada makan siang gratis, sehingga China yang tidak memiliki kompetensi dalam birokrasi internasional, menyebarkan dominasi ekonomi dan politik secara halus.

“Tak mengherankan, jika Beijing memperlakukan proyek-proyek infrastruktur di bawah kebijakan OBOR sebagai utang dalam bentuk konsesi jangka panjang. Sebab, satu perusahaan China mengoperasikan fasilitas itu dengan konsesi 20-30 tahun dan membagi keuntungannya dengan mitra lokal atau pemerintah negara setempat,” tuturnya.

BACA JUGA : Prabowo Subianto ; di Antara Pusaran Ketakutan dan Kerinduan

Hidayatullah mengungkapkan fakta yang menunjukkan bahwa  utang luar negeri Indonesia cukup membahayakan. Sebab, menurut dia, risiko terbesarnya adalah gagal bayar utang, maka apa yang dialami Zimbabwe bisa jadi contoh cerita yang mengenaskan.

“Saat itu, Zimbabwe gagal membayar utang sebesar 40 juta Dolar AS kepada China. Sejak 1 Januari 2016, mata uang Zimbabwe harus diganti menjadi Yuan, sebagai imbalan penghapusan utang,” papar dia.

Berikutnya adalah Nigeria. Menurut Hidayatullah, model pembiayaan infrastruktur melalui utang yang disertai perjanjian merugikan dalam jangka panjang. Dalam hal ini, China mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasar asal negara mereka untuk pembangunan infrastruktur.  “Begitu juga Sri Lanka. Setelah tidak mampu membayar utang, akhirnya Pemerintah Sri Langka melepas Pelabuhan Hambatota sebesar 1,1 triliun Dolar AS,” tuturnya.

Hidayatullah juga menyebut tak ketinggalan adalah Pakistan. Saat itu, pembangunan Gwadar Port bersama China dengan nilai investasi sebesar 46 miliar Dolar AS harus rela dilepas.

BACA LAGI : Menggembirakan, Ekspor Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Kalsel 5,01 Persen

Belajar dari pengalaman itu, Hidayatullah mengatakan risiko seperti itu tidak mustahil akan terjadi di Indonesia ketika gagal membayar utang kepada China. Ia menegaskan utang luar negeri justru membuat negara pengutang tetap miskin, karena terjerat utang dari waktu ke waktu.

“Utang luar negeri pada dasarnya senjata politik negara-negara kapitalis Barat terhadap negara-negara lain, terutama negeri-negeri muslim. Inilah mengapa proyek OBR itu wajib ditolak,” cetusnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Diskusi Jelang Azan Maghrib, Zainuddin As Sajdah mengungkapkan dalam acara berbuka puasa ini juga melibatkan berbagai jaringan aktivis kemahasiswaan dari KAMMI Kalsel, BKLDK Kalsel, PII Kalsel, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), hingga BEM seluruh perguruan tinggi yang ada di Banjarmasin dan sekitarnya.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.