Hikayat Sang Penyusun Kamus Bahasa Banjar, Prof Djebar Hapip

0

LAHIR di masa Tanah Banjar masih di bawah kendali Pemerintah Kolonial Belanda di Banua Anyar Banjarmasin, pada 13 September 1935, Abdul Djebar Hapip merupakan seorang maestro dalam bahasa Banjar. Bahkan, kamus bahasa Banjar karyanya menjadi salah satu koleksi di Universitas Leiden, Belanda.Kini, Kalimantan Selatan kehilangan putra terbaiknya, sang profesor ini berpulang ke rahmat Allah pada Rabu (19/6/2019) dinihari.

GURU besar bahasa Banjar Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini tutup usia pada 84 tahun, akibat penyakit jantung yang telah lama dideritanya.

Hal ini diungkapkan Reny Azima, putri sulung almarhum saat ditemui awak media, usai shalat jenazah di Masjid Sentosa, Jalan Cendrawasih, Komplek Panti Sentosa Banjarmasin, Rabu (19/6/2019) sore. Selanjutnya, jasad almarhum dikebumikan usai shalat Ashar di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Guntung Loa, Banjarbaru.“Abah (ayah) sakit sakit jantung sekitar dua minggu yang lalu,” kata Reny Azima.

BACA : Walau Tak Punya Aksara, Bahasa Banjar Kaya dengan Karya Sastra

Wakil Rektor 1 ULM Prof Dr Aminudin Pratama Putera mengungkapkan mendiang Abdul Djebar Hapip mewariskan sesutu peninggalan yang tak ternilai bagi khazanah ilmu pengetahuan yaitu Kamus Besar Bahasa Daerah Kalimantan Selatan. “Beliau memang telah pensiun belasan tahun yang lalu, tapi buku beliau hingga kini masih dijadikan referensi, khususnya bagi FKIP ULM,” tandas Aminuddin.

Sementara itu, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP ULM Dr Jumariati bercerita, sepanjang kenangan yang ia miliki,  Prof Djebar merupakan figur yang sangat istimewa di matanya. “Beliau adalah pakar dalam bidang bahasa dan sastra, khususnya budaya Banjar.  Berdiskusi dengan beliau tentang budaya Banjar sungguh sangat menambah wawasan,” kenang Jumariati.

BACA JUGA : Alqur’an Terjemahan Bahasa Banjar Berbasis Digital

Ia mengaku telah mengenal Prof Djebar ini sejak tahun 1995. Saat ia masih di bangku kuliah. Setelah menjadi dosen di Pendidikan Bahasa Inggris pada 2000, hingga mengetahui bahwa sang pakar bahasa dan penyusun Kamus Bahasa Banjar merupakan sosok yang sangat kebapakan dan mengayomi yunior. “Beliau juga punya persediaan cerita dan lelucon yang cukup banyak, membuat kami terhibur di sela-sela kepadatan mengajar dan melakukan penelitian” ujarnya.

Selain itu, Prof Djebar pun sosok yang sangat bijak dalam menyikapi segala permasalahan. Termasuk ketika masih memiliki jabatan struktural sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.

Saat menempuh pendidikan, Jumariati juga belajar melalui karya-karya Prof Djebar, terutama buku tentang ilmu fonetis dan morfologis dalam Bahasa Banjar. “Ada beberapa buku yang beliau tulis. Buku itu juga dipasang di Perpustakaan Universitas Negeri Malang,” pungkas doktor jebolan Universitas Negeri Malang ini.

BACA LAGI : Gelar Al Banjary dan Budaya Lokal dalam Ijtihad Syekh Muhammad Arsyad

Berawal dari pelatihan Leksikografi dalam Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, pada 1974 di Jakarta, sang profesor ini bertekad menyusun dan mengumulkan kosa kata Bahasa Banjar.

Hingga pada 1976, pra kamus yang terdiri dari 300 kosa kata itu dicetak Pusat Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Peraih gelar Master of Arts pada School Of Education Mc Quarie University Sedney yang mengambil Educational Management dan Curriculum Development ini  menemukan bahasa Banjar memiliki aturan, norma dan tata bahasa.

Saat itu, Djebar Hapip berpendapat jika Bahasa Banjar punya kedekatan dengan Bahasa Indonesia, sehingga perlu diselamatkan, hingga perburuan kosa kata pun dilakoninya. Terbetik untuk membuat kamus, menghimpun kosa kata yang terpakai maupun sudah tak terpakai lagi dalam khazanah budaya tutur Banjar.

BACA LAGI : Terinspirasi Kehidupan Banjar Hulu, Si Pilanggur pun Masuk Deretan Sastra Rancage

Bagi Prof Djebar Hapip, jika bahasa suatu etnis hilang, maka hilang pulalah etnis tersebut sehingga untuk mendokumentasikan bahasa Banjar, hingga gayung bersambut pada 1993, kucuran dana didapat dari The Toyota Foundation.

Prof Djebar pun memulai misinya dengan berburu bahasa ke Pegunungan Meratus, guna mendapatkan bahasa asli orang pedalaman Banjar. Riset juga menyasar penduduk pesisir di Kalimantan Tengah, seperti Palangka Raya, hingga ke Tembilahan, Muara Tungkal dan Sapat, Provinsi Riau, hingga didapat bahasa kuno atau archais dari bahasa Banjar. Dari pasar tradisional, Djebar Hapip pun menyimak setiap perilaku dan tutur kata para penutur bahasa Banjar.

Termasuk, menggali Hikayat 1 Bandjar yang berasal dari desertasi J.J. Raas, seorang sarjana berkebangsaan Belanda, yang diterbitkan The Hague Martinus Nighoff, 1968.

Dalam keseharian, sang profesor yang lahir di Banjarmasin, sudah mengenal pembauran dari sub etnis Banjar baik berasal dari kawasan Hulu Sungai, maupun Banjar Kuala. Hingga akhirnya disimpulkan, ada dua dialek dalam bahasa Banjar, dialek Banjar Hulu dan Banjar Kuala.

Perbedaannya, dialek Banjar Hulu hanya mengenal bunyi vokal (a), (i), dan (u). Berbanding, dialek Banjar Kuala disamping mengenal huruf vocal (a), (i), dan (u) masih terdapat pula bunyi (e) dan (o). Bahkan, perbedaan juga terdapat pada kosa kata penyebutan suatu benda yang sama.

Hingga pada 1993, Pemda Provinsi Kalsel di era Gubernur Gusti Hasan Aman menerbitkan surat keputusan menjadikan Bahasa Banjar sebagai materi pelajaran muatan lokal (mulok) di SD dan SMP, pada 1997, hingga kamus Bahasa Banajr pun memasuki edisi ketiga, dengan penambahan entri baru dan perbaikan berbagai contoh penggunaan kosa katanya. Termasuk, penambahan Fonologi dan Morfologi Bahasa Banjar secara singkat untuk lebih memahami struktur Bahasa Banjar.

BACA LAGI : Kenangan Label Suryanata Record, Lagu Banjar yang Kini Kehilangan Cengkok

Uniknya dalam Kamus Bahasa Banjar karya sang profesor ini tidak ditemukan abjad F,Q, V karena F dan V masuk ke P dan Q masuk ke K, dan Z masuk ke abjad S/J. Kamus Bahasa Banjar kini sudah mengalami enam kali penerbitan pada tahun 2008 oleh beberapa penerbit, baik penerbit lokal maupun nasional, dengan 205 + xxxiv halaman.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini/Siti Nurdianti
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.