Residu Pilpres 2014 dan 2019 Mewariskan Polarisasi

0

Oleh: Noorhalis Majid

PILPRES 2014 dan 2019, menyisakan polarisasi yang sulit dicairkan kembali. Walau elitenya sudah bersatu, namun warga terbelah dalam dua bagian besar, yaitu cebong dan kampret.

KEDUANYA saling menghujat satu sama lainnya. Apakah polarisasi lahir dengan sendirinya? Muncul natural akibat perseteruan politik? Tentu tidak. Ada rekayasa dari kelompok kepentingan, yang sengaja mengarahkan warga agar terbelah pada dua bagian, itulah yang sebut polarisasi, kata Ihsan Ali-Fauzi dalam Forum Ambin Demokrasi di Banjarmasin pada Kamis (22/12/2023).

Siapa yang diuntungkan dari polarisasi, tentu saja kelompok kepentingan. Siapa kelompok kepentingan itu? Siapa saja yang suka memanfaatkan keterbelahan warga, mungkin kelompok itu disebut oligarki, mungkin pula yang gemar mengadu domba, dan akhirnya beroleh untung dari situasi yang sarat dengan permusuhan.

Entah kenapa, ketika gagasan sulit dilahirkan, seketika hal-hal bersifat rendahan yang mengarah pada stereotif – pelabelan, mudah diproduksi. Setelah cebong dan kampret, belakangan muncul kadrun. Semuanya bentuk pelabelan yang sangat stereotif.

BACA : Polarisasi HMI-PMII Jelang Muktamar, Tokoh NU Kalsel Sebut Banyak Agenda Belum Tuntas

Akibatnya yang diingat bukan lagi gagasan, pemikiran atau program-program yang membawa pada perbaikan.  Yang melekat justru hanya “basasambatan”, pelabelan dan gelar-gelar yang tidak pantas, karena memang maknanya tidak elok.

Pilpres sekarang pun, melahirkan pelabelan-pelabelan baru, salah satunya “blimbing sayur”, dan mungkin juga ada pelabelan lain tertuju pada capres atau cawapres lainnya yang belum terdengar, dan memang tidak perlu didengar.

BACA JUGA : Polarisasi Tak Terhindarkan, Akademisi ULM Serukan Denny-Birin Redam Ketegangan

Padahal, pelabelan itu menyebabkan soal-soal yang substantif menjadi terlupakan atau dianggap kurang penting. Akibatnya, adu gagasan dan pemikiran, tertutupi oleh pelabelan yang tidak perlu dan pasti tidak akan membawa manfaat apapun.

Kalau ingin dari waktu ke waktu Pemilu terus berkualitas, lebih baik mewacanakan gagasan-gagasan. Sebab, pada hakekatnya Pemilu dimaksudkan memang untuk perbaikan dan penyempurnaan tata Kelola pemerintahan, bukan mewadahi atau bahkan memfasilitasi yang ‘katuju basasambatan’ atau saling ejek.

Politik Umpat Mangumpul Baras

Kalau ada satu gerakan perjuangan mulia yang sedang dilakukan, bagaimanakah sikap dan posisi anda? Diam saja dan duduk manis menyaksikan layaknya seorang penonton? Atau ikut berkontribusi, berjuang memberikan dukungan dan bantuan?

Kalau ikut berkontribusi, suka rela mengulurkan tangan dan dukungan, bahkan bersedia “batuturukan”, bergotong royong mewujudkan tercapainya perjuangan mulia tersebut, maka kebudayaan Banjar menyebutnya “umpat mangumpul baras”.

BACA JUGA : Polarisasi Warga Kalsel Kian Runcing, Tokoh NU Serukan Ulama NU Kembali ke Khittah

Di kampung-kampung Banjar, kalau ada perayaan pesta atau hajatan, seluruh sanak keluarga yang disebut dengan “bubuhan”, termasuk tetangga, kawan dan kerabat, memberikan bantuan dan dukungan materi agar pesta dan hajatan dapat terwujud. Dengan banyaknya dukungan, beban yang dipikul tuan rumah menjadi lebih ringan.

Semua yang ikut memberikan andil terwujudnya pesta, memiliki hak untuk turut bersuka ria dan bergembira, bahkan turut serta memetik hasilnya bila pesta atau hajatan terselenggara dengan sukses. Sementara yang tidak berkontribusi, tetaplah sebagai penonton, dan tidak mungkin segembira dan sesuka cita yang sudah memberikan kontribusi.

BACA JUGA : Belajar dari Tragedi Jumat Kelabu, Ketika Polarisasi Masyarakat Makin Menggebu

Begitu pula perjuangan politik. Sebab upaya memenangkan pertarungan politik itu tidak mudah, jalannya curam, terjal, penuh tanjakan, sarat hambatan dan rintangan. Bahkan pesaing atau kompetitor yang dilawan sarat amunisi, sehingga gampang melakukan apapun tanpa batas. Maka kalau ada orang baik yang sudah dikenal jejak rekamnya ikut serta bertarung dalam politik, jangan biarkan ia berjuang sendirian. Layak didukung, dibantu, dicarikan jalan, agar perjuangannya lebih mudah, minimal diberi semangat dan motivasi.

BACA JUGA : AJI dan Monash University Indonesia Kolaborasi Pantau Ujaran Kebencian Online di Pemilu 2024

Kalau anda orang yang turut berjibaku memberikan dukungan, maka ketika perjuangan tersebut berhasil dilakukan, anda lah yang turut serta bergembira, bahkan diajak menikmati hasil kemenangan perjuangan tersebut. Seberapa besar kontribusi yang diberikan, sebesar itulah hak anda untuk turut menikmati hasilnya, bahkan mungkin lebih, sebabnya karena anda ‘umpat mangumpul baras’.(jejakrekam)

Penulis adalah Pegiat Forum Ambin Demokrasi

Mantan Ketua KPU Kota Banjarmasin

Mantan Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Kalsel

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.