PRI, Kado Terakhir Jepang Pasca Kekalahan Perang Pasifik

Oleh : Mansyur Sammy

0

JELANG Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, kondisi dunia diwarnai dengan kemenangan telak pasukan Sekutu dikomando Amerika Serikat. Ini ditandai dengan menyerahnya Jerman disusul Jepang dalam poros kekuatan fasisme.

PADA 7 Mei 1945 di Kota Reims, Perancis di Benua Eropa, diteken penyerahan tanpa syarat dari seluruh angkatan perang Jerman kepada Sekutu. Ini menandai berakhirnya Perang Dunia ke-2.

Sementara di Asia Pasifik, usai bom atom meluluhlantakkan dua kota besar di Jepang. Hiroshima pada 6 Agustus 1945, disusul 8 Agustus 1945 giliran Kota Nagasaki, dijatuhkan bom berkekuatan dahsyat itu. Dua kotanya hancur, membuat Jepang harus bertekuk lutut kepada Sekutu, gabungan Inggris, Amerika Serikat, Australia dan lainnya pada 15 Agustus 1945.

BACA : The Banjarmasin Secret; Berburu Harta Karun BJ Haga, Gubernur Borneo Tahun 1938-1942 (5-Habis)

Sayangnya, berita kemenangan Sekutu dalam Perang Pasifik itu, justru tertutup. Karena siaran radio yang menjadi akses satu-satunya informasi itu dilak penguasa Dai Nippon di ibukota Borneo.

Dalam buku babon Sejarah Banjar terbitan Pemprov Kalsel tahun 2003, dituliskan bahwa warga Banjarmasin hanya mungkin mendengarkan berita dari radio Domei saja. Surat kabar pun hanya surat kabar Jepang.

Sejak tanggal 13 Agustus 1945 malam, nyaris tidak ada kabar berita dari Tokyo. Kejadian ini merupakan hal yang luar biasa bagi petugas-petugas berita “Domei”. Ada tanda tanya besar, ada apa gerangan?

Beberapa tokoh pergerakan di kota Kandangan di antaranya, H Mohammad Arsyad, Zafry Zamzam, dan Hamli Tjarang menghubungi pejabat Jepang untuk menanyakan tentang perkembangan Perang Pasifik. Mereka mengantongi informasi dari Tuan Kanda, Pejabat tertinggi di Kandangan. Beritanya bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Berita itu disampaikan Tuan Kanda, sembari menangis.

Menyusul kekalahan Jepang terhadap Sekutu, Kepala Kantor Kasen Ongkookai Kabushiki Kaisha  di Kandangan- Karang Jawa yakni Shumano pada tanggal 18 ke 19 Agustus 1945, pukul 7–8 malam (jam 19.00 – 20.00) waktu Tokyo telah melakukan perpisahan. Kepada semua karyawan oleh Shumano yang juga seorang Letnan Kolonel AL, diberikan sumbangan sebagai tanda mata.

BACA JUGA : Riwayat Pelabuhan Martapura Lama Era Belanda dan Jepang

Sementara itu, di Banjarmasin pada 15 Agustus 1945, Tuan Hayakawa, Borneo Minseibu Cokan memanggil tokoh-tokoh pergerakan di kota ini yaitu Hadhariyah M, Mr Rusbandi dan Pangeran Musa Ardikesuma.

Dalam pertemuan itu, penguasa pemerintah Dai Nippon menjelaskan bahwa Jepang sudah menyerah kepada Sekutu. Informasinya lagi, dan dalam waktu dekat tentara Sekutu akan tiba di Banjarmasin. Pemerintah Jepang juga menyarankan agar di Banjarmasin didirikan sebuah partai politik.

Dalam buku babon Sejarah Banjar terbitan tahun 2003 juga dipaparkan atas saran Hayakawa Cokan tersebut, pada 16 Agustus 1945, sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI di Kalimantan Selatan, telah berdiri resmi sebuah parpol bernama Persatuan Rakyat Indonesia (PRI).

Pengurus parpol ini terdiri dari Ketua Pangeran Ardi Kesuma, Wakil Ketua A Ruslan, Sekretaris I Hadariyah M, Sekretaris II Abubakar, Bendahara H. M.bdul Latief serta Pembantu Amir Hasan Bondan. Selain itu, mereka dilantik di Gedung Osaka Gekijo, Banjarmasin, kini menjadi eks gedung Bioskop Ria dengan protokol Aidan Sinaga dan dihadiri oleh ratusan rakyat.

BACA LAGI : Dirikan Banyak Pabrik, Banjarmasin Dibagi Jepang dalam 19 Kampung

Organisasi ini didirikan atas saran Borneo Minseibu Cokan (Gubernur Kalimantan). Pembesar Jepang ini pada t15 Agustus memanggil beberapa orang pergerakan untuk menghadap. Mereka yang dipanggil di antaranya Hadariyah M, Mr.Rusbandi, dan Pangeran Musa Ardikesuma. Pembesar Jepang itu menerangkan jika peperangan yang berkecamuk selama ini telah berakhir. Antara Jepang dan Sekutu telah terjadi perdamaian.

 

Jepang menyerah kalah tanpa syarat. Kemudian diiringi dengan daerah-daerah yang diduduki Jepang, akan diambil alih oleh Sekutu. Tentara Sekutu yang ditunjuk menjadi penguasa di Kalimantan adalah tentara Australia.

Membonceng pasukan Negeri Kangguru ini, ternyata orang-orang Belanda turut serta. Misinya pun jelas, Belanda ingin kembali menguasai Banjarmasin, umumnya Kalimantan. Untuk mengantisipasi itu, petinggi Jepang pun menyarankan agar tokoh-tokoh pergerakan segera membentuk parpol.

Parpol ini pun menghimpun beberapa organisasi massa yang dibentuk di masa penduduk Jepang, seperti PRI Bagian Pemuda adalah Pelebuan dari Seinendan dan Kanan Hokokodan.

Sedangkan PRI Bagian wanita adalah peleburan dari Fuzinkai. Selanjutnya pengurus PRI membentuk cabang-cabangnya di Martapura, Rantau, Kandangan dan Amuntai. Ketuanya masing-masing dijabat oleh Gunco (Kiai) setempat dan dibantu oleh tokoh-tokoh pergerakan.

Sementara di pusat pemerintahan bekas pendudukan Jepang di Banjarmasin, Ketua Cabang PRI dijabat oleh Dokter Soeranto dan E.S. Handoeran sebagai sekretaris.(jejakrekam)

Penulis adalah Staf Pengajar Prodi Sejarah FKIP ULM

Sekretaris Pusat Kajian Budaya dan Sejarah Banjar Universitas Lambung Mangkurat

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.