Sampaikan 3 Isu Terkait JKN, BPJS Gelar Media Worksop di RS Pelita Insani

0

WUJUDKAN layanan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) berkesinambungan, BPJS Kesehatan mengadakan Media Workshop di Rumah Sakit Pelita Insani Martapura pada Rabu (1/11/2023).

KEGIATAN tersebut dihadiri Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, Direktur RS Pelita Insani Martapura, Gabril Taufiq Basri, Ketua YLKI, Tulus Abadi, Koordinator advokasi BPJS Watch , Timbul Siregar, CEO CISDI, Diah Setyani Saminarsih dan rekan-rekan jurnalis dari berbagai media lokal hingga nasional.

Ketua YLKI, Tulus Abadi menyampaikan ada tiga isu yang sering muncul tentang JKN BPJS Kesehatan seperti kepesertaan, pelayanan hingga pembiayaan.

BACA : Gapai Status UHC Program JKN, Kini Warga Banjarbaru Bisa Berobat Tanpa Kartu BPJS Kesehatan

“Tidak sedikit masyarakat yang komplen saat berobat, malah kaget karena BPJS-nya non aktif dan antriannya lama sehingga harus keluar biaya lagi,” ujar Tulus Abadi.

Menyikapi ketiga isu tersebut, Koordinator advokasi BPJS Watch, Timbul Siregar mengakui bahwa ada isu diskriminasi dalam pelayanan antara pasien umum dan JKN BPJS. Terlebih lagi ketika ada peserta yang dinonaktifkan karena tidak membayar iuran dan antrian yang lama.

“Karena itu kita harus mematahkan isu diskriminasi ini. Kepada rumah sakit saya ingatkan agar melayani pasien umum maupun BPJS dengan pelayanan yang baik. Masyarakat juga harus teredukasi, bahwa antrian pelayanan BPJS yang panjang itu karena peserta BPJS yang banyak, bukan karena adanya diskriminasi,” ucap Timbul Siregar.

BACA JUGA : Dari 4.055.406 Penduduk Kalsel, Hanya 79,7 Persen Yang Menjadi Peserta JKN KIS

Tak hanya itu, ia juga mengingatkan kepada setiap rumah sakit pemerintah dan swasta maupun klinik yang menyediakan layanan BPJS agar berkoordinasi dan terkoneksi terkait digitalisasi pelayanan.

”Pelayanan publik dan akses BPJS online seperti mengambil antrian bisa dilakukan dari rumah. Jadi peserta tidak terlalu lama menunggu lagi. Tapi ada saja rumah sakit yang tidak mengkoordinasikan digitalisasinya sehingga peserta harus antri ulang. Harapannya digitalisasi harus ditingkatkan  karena itu tumpuan pelayanan,” ucapnya.

Timbul Siregar juga mengingatkan kepada peserta untuk mengecek kepesertaan JKN melalui faskes terdekat agar ketika ingin berobat tidak protes atau bingung lagi sejak kapan kepesertaannya dinonaktifkan.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Dr Ali Ghufron mengungkapkan capaian program JKN yang sudah berjalan hampir 10 tahun tersebut mulai dari 1 Januari 2014 hingga 1 Oktober 2023 sudah diangka 94% persen penduduk Indonesia menjadi peserta JKN dengan poin kepuasan yang meningkat dari 81 di tahun 2014 hingga menjadi 89,2 di tahun 2023 ini.

BACA LAGI : Peserta JKN-KIS, Memilih Turun Kelas Sesuai Kemampuan Finansial

“Pendapatan iuran kita juga meningkat di tahun 2014 hanya sebesar 40,7 triliun dan tahun 2022 menjadi 144,4 triliun,” ungkap Ghufran.

Ghufran menyatakan menjalankan program JKN tersebut tidaklah mudah karena ada beberapa hal yang harus diperbaiki mulai dari akses, mutu, efisiensi ekuitas dan sustainbilitas finansial.

Meski dihadang dengan berbagai tantangan Ghufran berharap bisa bersinergi dengan pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu dan kualitas program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

“Sehingga kita bisa menjamin hak warga negara dalam mengakses pelayanan kesehatan yang merata melalui program JKN sehingga tercipta masyarakat yang sehat dan Sejahtera,” ujarnya.

BACA JUGA : BPJS Kesehatan Banjarmasin Berikan Manfaat Tambahan Bagi Peserta JKN-KIS

Lebih lanjut CEO dan Founder CISDI Diah Satyani Saminarsih  menggaris bawahi komitmen pemerintah dalam menjaga kesehatan populasi  dan merupakan jawaban atas kesulitan pembiayaan kesehatan.

“Yang tadinya masyarakat kecil berpikir dua kali untuk berobat ke rumah sakit, sekarang bisa ke rumah sakit manapun karena adanya JKN,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur RS Pelita Insani Martapura, Gabril Taufiq Basri menyampaikan implementasi dari Tujuh Janji Layanan JKN yang terdiri dari penerimaan NIK sebagai syarat pendaftaran pelayanan, tidak meminta fotokopi dokumen peserta dan biaya layanan tambahan di luar ketentuan, tidak melakukan pembatasan hari rawat pasien sesuai indikasi medis, tidak membebankan peserta untuk membeli obat jika terdapat kekosongan, dan melayani peserta tanpa diskriminasi.

“Misalkan ada pasien kita beri obat A tapi diam mau ganti, kita tidak bisa langsung mengganti secara sepihak karena takut dimarahi BPJS. Dan juga penggunaan layanan BPJS di rumah sakit khususnya Pelita Insani sudah bisa dipakai baik IGD maupun poli. Untuk poli harus ada surat rujukan dari faskes,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Sheilla Farazela
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.