Paribasa Banjar; Dimamah Hanyar Ditaguk Penuh Makna

Oleh : Noorhalis Majid

0

PARIBASA Banjar, dimamah hanyar ditaguk atau dalam bahasa Indonesia dikunyah baru ditelan. Bermakna, agar cerdas dalam menerima suatu informasi. Tidak asal percaya suatu berita yang diterima. Cek ricek. Mencari sumber kebenarannya dahulu. Bila sudah pasti benar, baru diterima.

JUGA dapat dimaknai, mempertimbangkan dengan matang sebelum mengerjakan sesuatu. Tidak grasah-grusuh. Cermat, teliti, penuh perhitungan.  Dilihat baik dan buruknya, agar tidak penyesalan dikemudian hari.  Berpikir sebelum melakukan seuatu. Menempatkan bahwa berpikir itu hal yang utama sebelum berbuat. Jangan berbuat dulu baru berpikir.

Mengajarkan ketelitian, kehati-hatian, tidak mudah termakan berita bohong. Tidak gegabah dalam berbuat.  Apalagi percaya berita bohong, atau tidak sabaran untuk cepat-cepat bertindak. Bertanya pada ahlinya, agar tidak salah. Begitu arifnya paribasa ini menuntun masyarakat. Mendorong serta membentuk masyarakat yang cerdas.

BACA : Baguna Tahi Larut; Paribasa Banjar, Refleksi Budaya

Era ketika masyarakat mengidap post truth, percaya berita bohong dan menganggapnya sebagai kebenaran, hanya karena berita tersebut diterimanya berulang kali dari banyak sumber. Dipakai untuk kepentingan politik. Tidak penting berita itu benar, yang utama orang percaya dan memberi pengaruh pada pilihan politik. Berita bohong, tanpa malu bahkan diperkuat dalil agama, agar kebohongannya tertutupi.

BACA JUGA : Walau Tak Punya Aksara, Bahasa Banjar Kaya dengan Karya Sastra

Sebelum era post truth, banjar sudah memiliki  paribasa ini. Karena berita bohong adalah fitnah. Lebih kejam dari membunuh. Lidah lebih tajam dari pedang. Mulutmu harimau mu.  Mencernanya sebelum menerima, adalah sikap bijak.  Sekarang bahkan belum sempat mencerna ataupun menerima, langsung membagi kepada yang lain. Saring sebelum sharing adalah ungkapan yang tepat,  agar tidak terburu-buru membagi berita yang tidak jelas.

BACA LAGI : Sastrawan Enam Negara Bahas Sastra di Banjarmasin

Paribasa ini lahir ketika pusat informasi masih sebatas warung. Berita bohong hanya akan tersebar di sekitar pelanggan warung orang sekampung. Sekarang media sosial sudah menglobal. Kita menghadapi perang asimetris. Berita bohong bagian dari sejata penghancur. Bila ketahanan budaya lemah, maka ia benar-benar menjadi penghancur.

Berita bohong dapat menyebabkan konflik, perpecahan dan bahkan kekerasan masal. berita bohong bukan lagi sesuatu yang iseng, tapi sudah menjadi industri, karena diproduksi dan diperjual belikan untuk kepentingan tertentu.(jejakrekam)

Penulis adalah Kepala Ombudsman Perwakilan Kalsel

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.