Transformasi Selembar Sasirangan, dari Langgundi, Sarigading hingga Kain Pamintan

0

SEJARAH panjang kain bercorak batik jumputan khas Banjar bernama Sasirangan dikupas dan dirangkum dalam sebuah buku.

BUKU berjudul Sasirangan Kain Kuno, Kini dan Kena ini disusun kolaborasi tim memang telah dilaunching oleh Walikota Ibnu Sina pada 9 Desember 2023 lalu dalam rangka Harjad Banjarmasin ke-497 tahun.

Tim penulis buku dari berbagai latar ini terdiri dari Siti Wasilah (Ketua Tim Penggerak PKK), Muhammad Redho, Mansyur, Nurmaulidiani Awaliyah, Abdul Khair dan Hajriansyah, buah kerja sama Pemkot Banjarmasin dengan Penerbit Tahura Media, termaktub dalam 69 halaman dengan kaya foto.

Terlebih lagi, pada 2010 lalu, Sasirangan resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda khas Indonesia bidang keterampilan dan Kemahiran kerajinan tradisional dari Kalimantan Selatan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

BACA : Pemkot Banjarmasin Segera Patenkan Kampung Ketupat Sungai Baru dan Kampung Sasirangan Sungai Jingah

Kehadiran kain Sasirangan dalam kehidupan keseharian masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya Banjar itu diawali di masa Kerajaan Negara Dipa, Kerajaan Negara Daha, Kesultanan Banjar, era kolonial Belanda hingga dipopulerkan di masa kini.

Sejumlah referensi dan hasil riset disajikan dalam buku tersebut. Seperti karya budayawan Banjar; Syamsiar Seman dalam bukunya; Sasirangan Kain Khas Banjar Kalimantan Selatan (Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Budaya Banjar, cetakan ke-15/ 2020), cukup banyak mengupasnya.

BACA JUGA : Diterima Gubernur Kalsel, Kain Sasirangan Resmi Miliki Hak Kekayaan Intelektual Komunal

Pun, Tajuddin Noor Ganie, sastrawan Kalimantan Selatan, menulis buku Sasirangan: Kain Khas dari Tanah Banjar (Tuas Media, 2014) mencatat cerita sejarah awal mulaSsasirangan juga paling banyak mencatat nama motif Sasirangan.

Begitu pula, Sasirangan Kain Khas Tradisional Banjar, karya Hendraswati (2013) mengungkap adanya penggunaan kain Pamintan di masyarakat Banjar, juga menjelaskan sistem produksi, konsumsi dan distribusi wastra Sasirangan ini terutama di Kota Banjarmasin.

BACA JUGA : Rekor Menjelujur Massal Kain Sasirangan Dalam Rangkaian BSF 2023

Eksistensi Sasirangan juga tak lepas dari hikayat Putri Junjung Buih dalam sumber Tutur Candi dan Hikayat Banjar, memunculkan kain Langgundi. Kain berwarna kuning sebagai muasal kain Sasirangan.

Kain Langgundi diminta Putri Junjung Buih kepada Lambung Mangkurat, Patih Kerajaan Negara Dipa sebagai syarat hingga akhirnya mau dinikahkan dengan Pangeran Suryanata sebagai penguasa Kerajaan yang berdiri di awal abad ke-14 Masehi.

Kain Langgundi pun disiapkan dalam tempo sehari oleh 40 wanita yang masih perawan untuk menenunnya. Termasuk, membangun sebuah mahligai megah digarap 40 tukang pria yang masih bujangan oleh Lambung Mangkurat.

BACA JUGA: Berbiaya Rp 1,5 Miliar, Banjarmasin Sasirangan Festival Ditarget Masuk Even Berskala Nasional

Masa pun berganti. Kerajaan Negara Dipa berpusat di Amuntai digantikan penerusnya; Kerajaan Negara Daha ke Nagara, hingga kain Langgundi yang menjadi busana para bangsawan menjadi kain sakral bahkan berlanjut ke masa Kerajaan atau Kesultanan Banjar.

Memasuki fase kolonial Hindia Belanda, industri kain tak lepas dari benang lawai yang menjadi bahan baku menenun atau memintal kain berpusat di Sungai Tabukan Alabio. Hingga, dari sini, muncul nama kain Sarigading.

Tak hanya selembar kain dari kumpulan benang-benang, kain Sarigading dipercaya memiliki daya magis seperti Langgundi untuk pengobatan penyakit tertentu (kapangitan). Kain Sarigading sendiri banyak macamnya (termasuk motifnya), seperti Sarigading Laki, Sarigading Bini, Pungling, Wadi Waringin, Ramak Sahang, Katutut, Karacuk, dan sebagainya.

BACA JUGA : Mengaktualisasikan Ornamen Rumah Tradisional Banjar dalam Motif Kain Sasirangan

Karena kepercayaan itu, Sarigading pun sering disebut sebagai kain Pamintan sebagai sarana pengobatan atas petunjuk seorang tabib atau panambaan atau pananambaan (dalam bahasa Banjar).

Berbagai macam penyakit kapingitan dari seseorang atau keluarganya yang sakit bentuk atau gejalanya beragam, di antaranya sakit perut hingga bundar perutnya, sakit kepala yang tak tertahankan, bisul, sawan, badan panas dingin, bahkan sampai pada penyakit gangguan jiwa, yang diyakini karena gangguan makhluk halu atau roh gaib jelmaan leluhur.

Cirinya, penyakit yang diderita umumnya bersifat akut tiba-tiba tanpa jelas musababnya dan tak kunjung sembuh meski sudah dibawa berobat ke dokter atau beberapa pengobatan medis lainnya.

BACA JUGA : APINDO Kalsel Ekspor Sasirangan dan Tas Purun ke Amerika

Dari kain Sarigading hingga Pamintan ini lahirnya Sasirangan dengan berbagai macam versi sejarah, motif, desain, teknik hingga keberadaan hingga kini menjadi industri berskala rumah tangga di Kalimantan Selatan, khususnya di Banjarmasin.

Mansyur, salah satu penulis buku mengakui dalam buku ‘keroyokan’ memang menjelaskan transformasi Sasirangan dari rekam sejarahnya hingga kekinian. “Bukunya sendiri sudah dilaunching dan saat ini dalam proses edit ulang,” kata akademisi Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin ini.(jejakrekam)

Penulis Ferry Oktavian
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.