Keterbukaan Informasi Publik dan Upaya Meminimalisasi Korupsi di Sektor Jasa Konstruksi

0

OLEH: Dr. Subhan Syarif, MT

SENGKETA keterbukaan informasi soal proyek konstruksi kampus UIN Antasari Banjarmasin – khususnya pada pembangunan gedung dosen terpadu dan paket pengembangan sarpras- tengah menjadi perbincangan hangat di sebagian kalangan.

DIKETAHUI, sengketa bermula saat adanya permintaan warga yang diwakili oleh salah satu NGO Komite Nasional Jaring Politisi dan Pemimpin Bersih (KNJP2B) yang ditolak oleh pihak UIN Banjarmasin. Pemohon ini menginginkan terkait informasi berbagai data terkait pekerjaan konstruksi.

Sayangnya, kemudian permintaan ini ditolak olah pihak kampus dengan alasan informasi tersebut bersifat rahasia, dan pemohon bukan dari kalangan profesi jasa konstruksi.

Alasan penolakan ini tentu menjadi menarik. Apa betul data proyek konstruksi seperti dokumen kontrak, dokumen DED, dokumen RAB dan RKS, dan berbagai dokumen teknis lainnya merupakan rahasia dan tidak boleh publik mengetahui atau meminta informasi? Apakah hanya pihak yang berprofesi jasa konstruksi yang berhak meminta data tersebut?

Bila bicara keterbukaan informasi publik secara umum, acuan dasarnya telah diatur oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pada pasal 11 ayat 1 menyatakan Badan Publik wajib menyediakan informasi publik setiap saat yang meliputi huruf c seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya.

Dalam hal inilah diartikan lebih jauh bahwa publik, termasuk organisasi swadaya masyarakat berhak untuk meminta informasi mengenai berbagai dokumen yang dimiliki oleh badan publik sepanjang tidak menyangkut rahasia negara.

BACA JUGA: Menggugat UU Jaskon Baru, Instrumen Hukum yang Mengamputasi Peran Masyarakat Jasa Konstruksi Daerah

Lalu, bila ini dikaitkan dengan hal sengketa informasi dokumen dalam aktivitas jasa konstruksi pada kasus proyek kampus UIN Banjarmasin tersebut, tentu sangat perlu juga melihat isi piranti aturan terkait jasa konstruksi , dalam hal ini adalah aturan tertingginya berupa Undang Undang Jasa Konstruksi No. 2 tahun 2017. Terkhusus yang bersentuhan dengan aspek Keterbukaan Informasi di sektor jasa konstruksi.

Kehadiran UU Nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi mengantikan UU No 18 tahun 1998 yang juga tentang jasa konstruksi sebenarnya memunculkan harapan baru akan adanya perbaikan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.

Bila dicermati pada klausul kata menimbang pengantar awal UU No. 2 tahun 2017 tersebut, di sana menyatakan bahwa setiap penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian hukum.

Dalam hal untuk mencapai terwujudnya ketertiban ataupun kepastian hukum, maka tentu saja salah satu langkah awal yang cukup penting adalah adanya kemampuan atau peluang untuk memicu semua pihak ikut aktif melakukan fungsi pengawasan.

Dengan melakukan fungsi pengawasan para pihak maka tentu ketertiban akan semakin menguat sehingga hal aspek awal peluang korupsi melalui celah Kolusi dan nepotisme bisa diminimalisasi.

BACA JUGA: Pembubaran LPJKP, Sudahkah Sesuai dengan UU Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017?

Fungsi pengawasan akan bisa berjalan dengan baik bila aturan mainnya jelas. Dalam penyelenggaraan jasa konstruksi ketika memasuki tahapan pembangunan fisik salah satu aturan main dalam adalah melalui adanya pedoman kerja jasa konstruksi berupa dokumen dokumen kegiatan petunjuk pelaksanaan , dokumen kontrak dan dokumen pengoperasiannya/manual book.

Sisi lain, untuk menunjang ketertiban inilah maka masyarakat yang ikut serta dalam penyelenggaraan jasa konstruksi baik secara langsung ataupun tidak langsung diatur untuk ikut berpartisipasi dalam pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi. Hal ini dilakukan agarbentuk partisipasi pengawasan ini bisa produktif , efektif , terarah maka diperlukan ada standar bakuan mutu yang sama dalam melakukan aktivitas pengawasan.

Standart bakuan mutu ini umumnya ada tertera dalam dokumen penggadaan , dokumen pelaksanaan dan dokumen kontrak pekerjaan jasa konstruksi. Sehingga tentu dokumen ini menjadi berhak diketahui oleh publik, terkhusus masyarakat jasa konstruksi.

Ya, dengan bisa diketahuinya dokumen terkait pelaksanaan pekerjaan jasa konstruksi ini tak lain agar ketika masyarakat berminat aktif terlibat menjalankan fungsi pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi bisa dilakukan secara baik , terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentu tentu langkah awal agar fungsi pengawasan bisa berjalan dengan baik serta memicu kepedulian masyarakat maka faktor keterbukaan informasi menjadi penting untuk dilakukan.

Keterbukaan ini dalam UU No. 2 tahun 2017 juga dimasukkan sebagai salah satu asas dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. Ini ada termaktub pada pasal 2 huruf H , bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi berlandaskan asas keterbukaan.

Aspek keterbukaan dalam penjelasan mengungkapkan bahwa hal terkait ketersedian informasi wajib dapat diakses oleh para pihak. Sehingga dapat terwujud transparansi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yang memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajibannya secara optimal, memperoleh kepastian akan haknya dan melakukan koreksi sehingga dapat dihindari adanya kekurangan dan penyimpangan.

Masih dalam UU yang sama, ditegaskan bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi bertujuan untuk mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang jasa konstruksi. Selanjutnya pada penjelasan diungkapkan partisipasi masyarakat meliputi partisipasi bersifat langsung sebagai penyedia jasa, pengguna jasa, masyarakat jasa konstruksi, dan pemanfaat hasil penyelenggaraan jasa konstruksi maupun partisipasi yang bersifat tidak langsung sebagai warga negara yang berkewajiban melaksanakan pengawasan untuk menegakkan ketertiban penyelenggaraan jasa konstruksi dan melindungi kepentingan umum.

Selanjutnya pengaturan peningkatan partisipasi masyarakat, ini ditegaskan pada PASAL 85 AYAT (1). Bunyi pasal ini mengungkapkan bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi dengan cara:
a. Mengakses informasi dan keterangan terkait dengan kegiatan konstruksi yang berdampak pada kepentingan masyarakat;
b. Melakukan pengaduan , gugatan , dan upaya mendapatkan ganti kerugian atau kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan jasa konstruksi ; dan
c. Membentuk asosiasi profesi dan asosiasi pada usaha di bidang jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA: Akreditasi Asosiasi Jasa Konstruksi Berdasar UU Jaskon Nomor 2 Tahun 2017, Wewenang Siapa?

Persoalan keterbukaan inilah yang sering menjadi masalah. Keterbukaan umumnya paling sulit untuk bisa maksimal dipenuhi oleh para pelaku utama dalam aktivitas pelaksanaan kegiatan jasa konstruksi. Ada kecenderungan para pihak yang terlibat tersebut berusaha menghindari, menutupi berbagai informasi dan data terkait aktivitas proyek konstruksi yang mestinya bisa dan mudah di akses dan bahkan di minta oleh masyarakat. Padahal masyarakat berdasarkan tujuan penyelenggaraan jasa konstruksi diminta untuk berpartisipasi aktif dalam lingkup pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi.

Kemudian bila dikaitkan dengan hal kerahasian, maka menurut aturan UU No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik terutama di pasal 17 mengungkapkan ada beberapa aspek yang bisa tidak diberikan kepada publik atau informasi yang dikecualikan. Antara lain, informasi yang terkait hukum, pertahanan dan keamanan negara, hal kepentingan perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual dari persaingan usaha tidak sehat, mengungkap kekayaan alam Indonesia, merugikan ketahanan ekonomi nasional , dan informasi yang dapat mengungkap rahasia pribadi.

Adapun terkait dengan hal penyelenggaraan jasa konstruksi, semisal dokumen kontrak, dokumen DED, RAB dan bestek, dan yang lainnya sepanjang tidak berkaitan dgn pengecualian pada pasal 17 di UU No. 14 tahun 2008 tersebut maka tentu menjadi kewajiban untuk memberikan informasi kepada publik / masyarakat.

Dengan adanya keterbukaan sehingga masyarakat diizinkan mengakses/meminta berbagai informasi maka pengawasan penyelenggaraan aktivitas jasa konstruksi akan menjadi lebih produktif, profesional dan akuntabel karena semua bisa terarah dan ada panduan main yang bisa dijadikan rujukan yang sama oleh semua pihak.

Lebih penting lagi, dengan adanya keterbukaan informasi disertai peningkatan keaktifan masyarakat dalam aspek pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi tentu akan berdampak setiap aktivitas usaha jasa konstruksi yang umumnya sangat mudah terpengaruh oleh prilaku KKN akan menjadi semakin bisa terkendali dan mudah dicegah. Sehingga ujungnya akan semakin mampu meminimalisasi para pelaku konstruksi terseret ataupun terlibat kasus hukum tindak pidana korupsi. (jejakrekam)

Penulis adalah Pengamat Perkotaan

Arsitek Senior di Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalsel

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2021/07/03/keterbukaan-informasi-publik-dan-upaya-meminimalisasi-korupsi-di-sektor-jasa-konstruksi/,keterbukaan informasi proyek

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.