Antara PSBB dan The New Normal, Sikap Galau, Ambivalen dan Inkonsistensi dalam Kepastian Hukum?

0

Oleh : dr Abd Halim, Sp.PD, SH, MH, MM.FINASIM

PADA tanggal 31 Maret 2020 Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dengan Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

ISI dari Keppres Nomor 11 Tahun 2020 itu menetapkan Covid-19 sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 di lndonesia.

Hingga mewajibkan melakukan upaya penanggulangan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan pada tanggal tersebut juga pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penagnanan Covid-19.

Terutama dalam Pasal 4 PP Nomor 21 Tahun 2020 itu sedikitnya mencakup :

a. peliburan sekolah dan tempat kerja;

b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau

c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Hingga pembatasan kegiatan tersebut harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk.

BACA : PSBB Banjarmasin Jilid 3 Belum Diputuskan, Warga Diminta Biasakan Diri dengan ‘New Normal’

PP ini kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Terutama dalam Pasal 13 Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 ini disebutkan pelaksanaan PSBB meliputi :

a. peliburan sekolah dan tempat kerja;

b. pembatasan kegiatan keagamaan;

c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;

d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;

e. pembatasan moda transportasi; dan

f. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.

Dan pelaksanaan PSBB diberlakukan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran. Sangat jelas bahwa ada amanat dari aturan perundangan di atas adalah peliburan sekolah dan tepat kerja pada saat PSBB diterapkan.

Walaupun ada pengecualian seperti pada ayat 3 pasal 13 peliburan sekolah dan tempat kerja dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.

BACA JUGA : ‘New Normal’ Di Tengah Pandemi Harus Segaris Lurus Penurunan Kasus Covid-19

Aneh bin nyata, beberapa hari belakangan ini ada pernyataan Presiden Jokowi untuk mengajak kita untuk berdamai dengan Covid-19. Permintaan ini dengan parameternya adalah relaksasi PSBB serta program sosialisasi hidup dengan normal baru dengan PHSB dan GERMAS yang merujuk protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Intinya, dengan kebersihan tangan dan badan dan lingkungan, penggunaan masker dan jaga jarak dalam segala aktifitas sehari hari.

Untuk mengantisipasi kegiatan yang mengarah program The New Normal pada tanggal 20 Mei 2020 dikeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di tempat kerja perkantoran dan industri dalam mendukung keberlangsungan usaha pada situasi pandemi.

Salah satu pertimbangannya adalah bahwa berbagai kebijakan percepatan penanganan Covid-19 harus tetap mendukung keberlangsungan perekonomian masyarakat, sehingga dari aspek kesehatan perlu dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian pada tempat kerja perkantoran dan industri.

Berdasar rencana pemerintah ini direncanakan per 1 Juni 2020 sudah dimulai dibuka perkantoran dan perusahaan dan industri dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) ini.

Belum beberapa Kepeutusan Menteri Perhubungan dalam moda transportasi selama PSBB dan mudik yang tarik ulur karena sebuah kepentingan tertentu.

Inilah salah satu bukti sikap galau, ambivalensi dan inkonsistensi pemerintah dalam pelaksanaan UU Nomor 4 Tahun 1984 dan UU Nomor 6 Tahun 2018 dan PP Nomor 21 Tahun 2020. Kemudian, Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945.

Pasal 28H ayat (1) berbunyi setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Sedangkan Pasal 34 ayat (3) berbunyi Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Pertanyaan bagi kami, tentu tenaga kersehatan (nakes) dan kita rakyat Indonesia adalah kapan pemerintah bisa konsisten dalam penanggulangan Covid-19 ini yang komprehensip. Tentu saja, yang tidak ambivalen karena membikin bingung masyarakat dan membuat kejenuhan yang semakin lama?(jejakrekam)

Penulis adalah Kandidat Doktor Hukum Unissula Semarang

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.