Kisah G Obos, Jong Borneo dan Rasa Keindonesiaan

0

GEGAP gempita peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang telah memasuki 89 tahun, sangat terasa seantero penjuru negeri. Lahir dari sebuah pergumulan panjang, sumpah para pemuda se-Hindia Belanda itu, akhirnya membangkitkan semangat merdeka dari belenggu penjajahan.

BUDAYAWAN Banjar, Humaidi mengungkapkan proses Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 itu tidak begitu saja terjadi secara spontan dan dratis.

“Tapi berlangsung secara bertahap dan berangsur-angsur lewat pergumulan panjang dari rapat ke rapat dan dari kongres ke kongres,” ujar Humaidi dalam tulisannya di akun facebook dikutip jejakrekam.com, Sabtu (28/10/2017).

Menurutnya, sejak awal 1920-an, berkali-kali pertemuan antara sesama organisasi pemuda telah diadakan . Tujuannya adalah menyatukan langkah guna menuju satu sasaran yang sama yakni kesatuan dan kemajuan bangsa.

Cendikiawan Nahdlatul Ulama (NU) Kalsel ini menceritakan pada Kongres Pemuda I pada 30 April 1926 digelar di Jakarta yang ketika itu masih bernama Batavia. Saat itu, dihadiri Jong Java, Jong Sumatranen Bond (JSB), Jong Ambon, Sekar Rukun (Sunda), Jong Islamiten Bond (JIB), Studerende Minahassers, Jong Bataks dan Pemuda Theosofie.

Saat itu, menurut Humaidi, tokoh muda yang muncul adalah M. Tabrani (Jong Java), Sumarto (Jong Java), Bahder Djohan (JSB) Agus Salim (JIB) dan Moh Yamin (JSB). Namun, beber dia,  Kongres Pemuda I ini belum berhasil membentuk wadah tunggal kepemudaan, walaupun usaha ke arah sana tidak terhenti.

Baru pada Kongres Pemuda II, terlihat tekad kesatuan berbangsa Indonesia itu. Hal itu setelah melalui beberapa kali rapat dan pertemuan, pada 28 Oktober 1928 lahirlah Sumpah Pemuda yang dirumuskan Mohammad Yamin, yaitu : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe tanah Indonesia, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda ini menggema di Gedung Oost Java Bioscoop, di Koningsplein Noord (Merdeka Utara 14), Jakarta, dihadiri oleh sekitar 750 orang dari perwakilan organisasi pemuda yang sudah disebut di atas, ditambah, Jong Celebes, Pemuda Indonesia, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Pemuda Kaum Betawi. Di samping itu, dihadiri pula organisasi non pemuda dan perorangan seperti Volksraad, Pers, Budi Utomo (BU), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Syarikat Islam (PSI), Sunario (Kepanduan), Sigit (Indonesische Club), Muhidin (Pasundan).

“Tak ketinggalan, ada juga Jong Borneo atau Jong Kalimantan berpartisipasi di acara Sumpah Pemuda yang diwakili oleh Masri dan George Obus ditambah Abdurrahman Ismail yang waktu itu melakukan dukungan dari negara Mesir, karena sedang kuliah di sana,” tutur Ibnu Sami-sapaan akrabnya di dunia maya.

Nama George Obus atau G Obos kini diabadikan menjadi sebuah jalan besar di Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Mengutip buku Mutiara Nusantara yang ditulis Anggraini Antemas, G Obos merupakan sosok pemuda asal tanah Borneo yang tergabung dalam Persatuan Pemuda Indonesia di Surabaya.

Tokoh perjuangan rakyat ini dikenal sangat aktif dalam berjuang di Jawa Timur dalam Badan Keamanan Rakyat, usai Proklamasi Kemerdekaan RI.  Menurut Anggraini Antemas, berdasar instruksi Gubernur Kalimantan Ir Pangeran Mohammad Noor,  G Obos merupakan pendiri Badan Pembantu Usaha Gubernur (BPUG) di Surabaya, pada 1945. Putra Dayak ini pun dibantu A Gani Nazir, H Mugni Thalib, Gusti Mayur, Haji Saadiat, Haji Ahmad Hasan, Hasan Thamrin dan lainnya di badan itu.

Lewat badan itu pula, para pemuda Kalimantan di Jawa turut berjuang dalam gerakan menentang penjajahan Belanda. Hingga BPUG membentuk cabang-cabang di Pulau Kalimantan. Dari sinilah, cikal bakal lahirnya Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan yang berpusat di Tuban, Jawa Timur di bawah pimpinan Letkol Zakaria Madun. Nah, peran G Obos adalah Kepala Keuangan Staf I, berpangkat Letkol Laut bersama Mayor Firmansyah, Kapten Anwar Beyk, Kapten Anang Pieter dan lainnya. Dari semangat pemuda ini ditulis Anggraini Antemas, justru berhasil membentuk kesatuan gerilya dan ALRI Divisi IV yang mampu menumbangkan hegemoni Belanda di Tanah Kalimantan, usai pendudukan Jepang.

Berbeda dengan Anggraini Antemas. Penulis buku Suluh Sedjarah Kalimantan, Amir Hasan Bondan mengungkapkan gerakan kepemudaan di Banjarmasin justru lahir sebelum Sumpah Pemuda itu dikemundangkan. Pada 1901, perkumpulan kaum pangreh praja dan pedagang bernama Seri Budiman yang diprakrasai Kiai Bondan.

Dari satu mimbar dan podium, rapat-rapat, taman bacaan dan lainnya, gerakan Seri Budiman ini turut mencerdaskan para pemuda di Banjarmasin dalam sebuah semangat nasionalisme. Hingga Seri Budiman berubah menjadi Budi Sempurna, dan berevolusi lagi menjadi Indra Buana hingga 1907.

“Di Banjarmasin juga banyak orang-orang Sarikat Islam yang dimotori Hie M Arip Tirtodirodjo dan Sosrokardono, hingga akhirnya menyebar ke daerah hulu sungai, berdiri sejak 1911. Kemudian, ada pula Pakat Dayak yang didirikan Housman Babu pada 1918,” tulis Amir Hasan Bondan.

Satu semangat yang dicatat sejarawan sekaligus wartawan di era penjajahan dan awal kemerdekaan ini adalah membawa kepentingan Kalimantan dalam pergulatan asa nasional. Amir Hasan pun menyebut para pemuda yang menggerakkan organisasi-organisasi di tengah kekangan Belanda, baik lewat tulisan melalui koran, maupun gerakan nyata di tengah masyarakat.

Amir Hasan juga menulis pada 1928, banyak lahir perhimpunan kepemudaan seperti Persatuan Pemuda Marabahan, Persatuan Putera Barabai, Persatuan Supir Barabai dan sebagainya. Berlanjut dengan lahirnya Persatuan Putera Borneo (PBB) di bawah komando Abdul Kadir yang juga terhubung dengan organisasi serupa di Surabaya.

“Di samping itu, di Banjarmasin juga tumbuh organisasi kepemudaan seperti jaringan Partai Nasional Indonesia (PNI) pimpinan Soekarno yang dibawa pemuda Kalimantan usai merantau dari Jawa. Lalu, ada Sarekat Kalimantan hingga Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), termasuk pula organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Musyawaratholibin, dan lainnya. Semua organisasi kepemudaan dan ormas yang ada, satu tujuannya meresapkan semangat Indonesia Raya,” tutup Amir Hasan Bondan dalam tulisannya.(jejakrekam)

 

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2017/10/28/kisah-g-obos-jong-borneo-dan-rasa-keindonesiaan/
Penulis Didi G Sanusi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.