PDRD Menjadi Perda Tanpa Adanya Persetujuan DPRD HST, Fikri Hadin: Cacat Prosedur

0

INSTANSI Pemerintah Kabupaten HST, yang diduga melalukan pemungutan pajak daerah dan retribusi tanpa dasar hukum, dapat dipidana, karena melakukan pungutan liar (pungli).

HAL tersebut diungkapkan Dosen Fakultas Hukum Unversitas Lambung Mangkurat (ULM) Fikri Hadin, yang melihat masih ada polemik di tingkat DPRD HST dalam pengesahan raperda.

“Polemik terkait persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) atas Raperda Kabupaten HST, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) menjadi perda, tanpa adanya persetujuan DPRD Kabupaten HST dalam paripurna yang dikenal dengan istilah pembicaraan tingkat II, maka pemungutan PDRD di Kabupaten HST cacat prosedur,” ujarnya kepada jejakrekam.com, Senin (8/1/2024).

BACA: Jajaran Kejaksaan di Kalsel Ikuti Bimtek Tindak Pidana Perpajakan dan TPPU

“Sebab melakukan pemungutan tanpa dasar hukum, yakni Perda PDRD sebagai amanat Pasal 286 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dan Ketentuan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,” ujarnya.

“Nah, berdasarkan UU tersebut, sebagai dasar yuridis pembentukan Perda PDRD, sesuai dengan ketentuan PP 12 Tahun 2018, tahapan pembahasan raperda dibagi menjadi 2 (dua), yakni pembicaraan tingkat I dan Pembicaraan tingkat II,” beber pendiri Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance (PARANG) ULM ini.

Raperda Kabupaten HST tentang PDRD belum mendapat persetujuan pembicaraan tingkat II, sehingga secara formil terjadi pelanggaran manakala tetap dilakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, dengan perda yang tidak disetujui dalam pembicaraan tingkat II.

Dalih bahwa Raperda Kabupaten HST tentang PDRD telah mendapatkan evaluasi dari Kemendagri melalui nomor surat 900.1.13.1/037/Keuda dan Kementerian Keuangan melalui nomor surat S-393/PK/PK.5/2023 tidak berdasar menurut hukum.

BACA JUGA: Diduga Ada Penyimpangan Di DPRD HST, Kaki Kalsel Serahkan Laporan Hasil Temuan

Ranah evaluasi raperda tentang PDRD diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022, dan PP Nomor 35 Tahun 2023, tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Untuk perda kabupaten/kota dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri dari aspek kewenangan, Menteri Keuangan dari aspek fiskal, dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan singkronisasi.

Dengan demikian evaluasi raperda tentang PDRD merupakan salah satu tahapan dalam penetapan Perda PDRD, sedangkan persetujuan DPRD merupakan salah satu tahapan dalam pembahasan raperda menjadi perda, berdasarkan ketentuan PP Nomor 12 Tahun 2018, dan Permendagri Nomor 80 Tahun 2015.

Salah satu syarat permohonan nomor registrasi raperda sesuai ketentuan Pasal 106 ayat (3) Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Permendagri Nomor 80 Tahun 2015, mensyaratkan melampirkan keputusan DPRD kabupaten/kota tentang persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD kabupaten/kota. Sehingga cacat prosedur mana kala terbit noreg raperda kabupaten HST tentang PDRD tanpa di lengkapi dengan SK persetujuan DPRD atas raperda kabupaten HST tentang PDRD menjadi perda kabupaten HST tentang PDRD.

BACA LAGI: Defisit Rp 270 Miliar, DPRD HST Minta Pemkab Kencangkan Ikat Panggang

Sesuai dengan ketentuan Pasal 187 huruf b UU Nomor 1 Tahun 2022, sampai dengan tanggal 5 Januari 2024 dalam hal tidak raperda Kabupaten HST tentang PDRD tidak disetujui oleh DPRD Kabupaten HST, maka perda yang ditetapkan berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD sudah tidak berlaku lagi.

Kemudian raperda yang dibentuk berdasarkan ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2022 tidak bisa sebagai dasar pungutan karena belum disetujui DPRD.

Selanjutnya layanan kepada masyarakat harus tetap dilaksanakan dengan mengnolkan tarif (tarif pajak daerah dan retiribusi daerah nol).

“Berikutnya, dalam hal memaksa melakukan pungutan atas pajak daerah dan retribusi daerah dengan perda tanpa persetujuan DPRD merupakan tindakan pungli yang dijerat pidana,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.