Reformasi Total Penerbangan, Reformasi Lion Air

0

MENDENGAR pemberitaan jatuhnya pesawat Lion AIR JT-610 di perairan Karawang Senin (29/10/2018), semakin menegaskan maskapai penerbangan di Indonesia masih ada saja yang teledor mengelola keselamatan penerbangan.

BUKAN tanpa alasan, berdasarkan rekaman flight data recorder (FDR) PK LQP. Pesawat ini memang telah menyandang masalah dalam empat penerbangan sebelumnya. Hingga terjadinya musibah jatuh ke laut usai terbang sepanjang kurang lebih 16 menit.

Ambil contoh, saat pesawat masih membawa penumpang tujuan Denpasar-Jakarta, malam sebelumnya. Kapal udara yang didatangkan dari Seattle, Washington ini dengan sangat tidak nyaman dikemudikan plus guncangan yg mencekam semua penumpang, berdasarkan testimoni para pombenceng.

Pertanyaannya: usai pesawat mendarat, kapan ada waktu senggang JT-610 untuk mendapatkan maintenance sebelum terbang menuju Pangkal Pinang? Apakah mudah melakukan pengecekan terhadap pesawat terbang di tengah malam hari untuk kemudian menyatakan pesawat laik terbang beberapa jam kemudian?

Mengerikan! Sungguh suatu sikap yang serampangan terhadap suatu alat transportasi yang membawa ratusan penumpang. Pantas dan wajar jika Direktur Teknik Lion Air, Muhammad Asif dicopot dari jabatannya, bayaran atas ratusan orang yang meninggal.

Pucuk Tertinggi Maskapai Harus Ambil Sikap

Melalui insiden jatuhnya Lion Air JT-610, saya ingin agar pemerintah mendorong manajemen Lion Air untuk melakukan reformasi total. Karena, nampaknya Lion Air ini cenderung sembrono terhadap aspek keselamatan dan tidak bersikap ramah terhadap pelanggan.

Harusnya lagi, Pendiri Lion Air, Rusdi Kirana dimintai pertanggungjawaban atas terjadinya musibah jatuhnya pesawat. Karena segala pola kerja dalam management Lion Air tentu dikendalikan atas dasar gagasan pucuk pimpinannya.

Manakala pucuk pimpinannya cuek, abai dan menganggap remeh aspek keamanan (mungkin karena menekan biaya demi mengejar keuntungan yang lebih besar), maka secara vertikal turun ke segenap pelaksana manajement dibawahnya juga demikian. Keamanan penerbangan bukan prioritas.

Padahal, saat ini Lion Air menguasai marketshare terbesar pemakai jasa penerbangan Indonesia, maka saya kira owner dan manajemen Lion Air pantas digugat oleh publik -khususnya, pelanggan yang telah ikut andil membesarkan maskapai ini- agar memperbaiki safety management.

Dalam hal ini Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai representasi konsumen bisa berinisiatif. Sangat tepat jika saat ini kita menyatakan untuk tidak terbang dengan Lion Air hingga ada klarifikasi dari pemerintah sebagai regulator tentang keamanan terbang dengan Lion Air.

Penulis adalah Pengamat Transportasi dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.