Dermaga Muara Bahan dan Kisah Para Pemburu Rempah (3-Habis)

0

PERAN Dermaga Muara Bahan dan orang Bakumpai pada abad ke-15 dan 18, sangat penting dalam jalur perdagangan rempah dunia. Hal ini bisa digali dari manuskrip yang ditulis Hans Knapen dalam Forests of Fortune, The Environmental History of Southeast Borneo 1600-1880. 

PENELITI sejarah FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Setia Budhi Ph.D mengungkapkan dari manuskrip itu tergambar manuver yang pernah dilakoni Dermaga Muara Bahan terhadap para pemburu rempah dan hasil bumi asal Eropa.

“Ketika pintu perdagangan untuk mengontrol arus sumber daya alam rotan dari hulu Sungai Barito, justru membuat gelabakan pihak Belanda,” ucap Setia Budhi kepada jejakrekam.com, Jumat (8/2/2019).

Saat itu, menurut Setia Budhi, strategi yang dimainkan aliansi Dayak dan Sultan Banjar dalam mengendalikan hegemoni Eropa dalam perburuan rempah terutam lada dan hasil alam ke hulu Sungai Barito dan kawasan Hulu Sungai, berhasil merendam ambisi pedagang Belanda dan Cina.

BACA :  Dermaga Muara Bahan dan Kisah Para Pemburu Rempah (1)

Rupanya blokade yang dilakukan Kesultanan Banjar bersama aliansi Dayak di Tanah Borneo dilawan pedagang Eropa dengan mengerahkan kapal-kapal perang ketika itu. Menurut Setia Budhi, hal ini cukup beralasan karena ketika itu Dermaga Muara Bahan dan Pelabuhan Bandarmasih berada dalam jalur Timur Nusantara, India dan Malaka, sebagai jalur perdagangan laut abad ke-15 hingga 18.

Dalam geopolitik era itu, antropolog jebolan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) ini mengungkapkan pada abad ke-17, para pedagang Cina mendapat rintangan di Bandar Banten dan Patani, Thailand Selatan.

“Ketika itu, di Patani, suplai lada dihentikan, karena perkebunan lada dirusak pasukan Kesultanan Aceh. Hal ini dipicu pesaingan dagang ketika Belanda melakukan monopoli lada di Patani pada tahun 1651. Akhirnya, Belanda beralih ke Jambi, hinga menguasai Palembang dan Pidie,” tutur Setia Budhi.

Hal juga terjadi di Banten, ketika Belanda menerapkan pemboikotan  terhadap suplai, hingga beralihnya engolahan lada ke pertanian pada 1620-1628. “Belada juga berhasil memperkuat kedudukannya di Batavia pada 1618, hingga mengepung Pelabuhan Banten dan memblokade setiap kapal yang menuju Banten beralih ke Batavia,” beber Setia Budhi.

BACA JUGA :  Dermaga Muara Bahan dan Kisah Para Pemburu Rempah (2)

Tak mengherankan, jika akhirnya perang perebutan rempah terjadi hingga 1600, berpusat di Banten, Batavia, Jambi, Palembang dan Aceh Pidie. “Sebelumnya, perebutan rempah nusantara ini berlangsung di daerah timur nusantara,” kata Setia Budhi.

Bagaimana dengan perdagangan rempah di Banjarmasin? Menurut Setia Budhi, kolerasi Banjarmasin dengan Banten sangat erat karena peran Kesultanan Demak, terutama para sultan dan pedagang yang bermain dalam perdagangan rempah-rempah.

Akibatnya, pasokan lada dan rempah di Eropa pun mengalami kekosongan. Hingga akhirnya, peran itu diambil alih Dermaga Muara Bahan dan Pelabuhan Bandarmasih sebagai bagian dari jaringan perdagangan rempah internasional ketika itu.

Sebagai bukti, Setia Budhi mengungkapkan istilah Wangkang yang melekat pada etnis Bakumpai, justru tidak ditemukan di Banjarmasin. Hal ini membuktikan jika perahu layar atau jong-jong pedagang Tiongkok itu tiba di Bandar Muara Bahan, kini menjadi Marabahan, ibukota Kabupaten Barito Kuala.

Dalam hipotesis Setia Budhi, jalur perdagangan Nusantara memang didahului dengan kekuatan armada dari Kesultanan Ottoman. Sedangkan, jalur perdagangan Timur Nuasantara dikontrol kesultanan bernafas Islam di Kalimantan, seperti Banjarmasin, Bulungan dan Pontianak.

BACA LAGI :  Riwayat Pelabuhan Martapura Lama Era Belanda dan Jepang

Sebagai pembanding, Setia Budhi juga mengemukakan petualangan para pemburu rempah asal Eropa seperti Spanyol. Alih-alih melewati jalur selatan memutari Benua Afrika, justru Christopher Columbus melewati jalur barat dan malah terdampar di benua baru bernama Amerika.

“Makanya, Christopher Columbus ketika itu meyakinkan dirinya tak gagal, akhirnya menamakan rakyat pribumi Amerika sebagai orang Indian. Namun, menamakan dengan cabe sebagai merica merah (red pepper), istilah yang membingungkan sampai saat ini,” bebernya.

Setia Budhi juga mengungkapkan peran Paus  Alexander IV membuat perjanjian Tordesillas yang membagi wilayah penjelajahan supaya tidak berebutan: Spanyol ke arah barat, Portugis ke timur. Namun, ternyata Spanyol tetap ingin menemukan pulau rempah itu. Mereka terus berlayar mengitari bumi, melalui pelautnya terkenal Ferdinand Magellan.

Menurut Setia Budhi, dari lima kapal yang berlayar dari Eropa pada 28 November 1520, hanya tiga kapal tersisa. Selama 14 minggu diobang-ambing gelombang Laut Pasifik. Persediaan makanan telah menipis. Awak kapal hanya makan biskuit keras yang dicelupkan ke air keruh. Makanan kotor membuat mulut awak kapal menghitam akibat bakteri.

“Banyak juga yang tewas. Setelah mengarungi samudra hampir 90 hari dengan perbekalan yang tidak memadai, Megellan akhirnya tewas dalam pertempuran dengan penduduk Filipina, 6 Maret 1512,” bebernya.

BACA LAGI :  Bus Air Pedalaman Kalimantan yang Kini Tergilas Zaman

Begitupula, sahabatnya, Sebastian del Cano yang berhasil sampai di kepulauan rempah, Ternate dan Tidore. Kapal Victoria kembali pada tahun 1522 dengan berton-ton rempah. Ketika itu, Del Cano diberi penghargaan oleh raja berupa lambang berhiaskan dua batang kayumanis, tiga pala dan dua belas cengkeh.

“Dalam pelayaran mengelilingi bumi pada masa penjelajahan Eropa, pelayaran Magellan dapat disebut sebagai yang terhebat. Bersama 270 awak kapal, Magellan memulai pelayaran dari Pelabuhan Sanlucar de Barrameda pada 20 September 1519. Dengan satu tujuan: menemukan rempah-rempah di dunia baru,” beber Setia Budhi.

Pada 1511, Portugis merebut Malaka. Dari penyelidikan di sana mereka mengetahui pulau rempah kecil yang merupakan satu-satunya tempat sumber dari pala dan kemiri, pulau kecil bernama Banda.

“Makanya, sampai sekarang pala merupakan bahan penting dalam resep rahasia Coca Cola. Sepanjang abad ke-16, Spanyol dan Portugis berebut untuk bisa memperoleh pengaruh di area ini,” kata Setia Budhi.

Ironisnya, ketika itu, Kesultanan Maluku, Ternate dan Tidore yang masih bersaudara pun saling berperang. Hal ini membuktikan Portugis berhasil mengadu domba kerajaan keluarga ini, mengangkat Sultan untuk keuntungan mereka.

“Sejak saat itu, Portugis akhirnya menjadi pemain utama dalam perdagangan cengkeh. Belanda yang galau ingin turut serta berhasil menjadi distributor Portugal untuk Eropa bagian utara dan barat. Ketika Potugal jatuh ke Spanyol pada 1580, Belanda tidak lagi menjadi distributor mereka dan perdagangan dikuasai Spanyol dan menaikkan harga di semua benua,” beber Setia Budhi.

BACA LAGI :  Dua Tokoh Awal Kesultanan Banjar yang Terlupakan

Dosen FISIP ULM ini mengatakan dengan pengalaman mengetahui seluk beluk perdagangan rempah, pada tahun 1602 Belanda membentuk the Vereenigde Oost-Indische Compagnie, VOC (Perusahaan Belanda India Timur)-asosiasi pedagang untuk mengurangi kompetisi, mengurangi risiko dan memperbesar skala ekonomi. Negara-negara Eropa yang lain juga membentuk East India Company yang anggotanya mulai dari Portugis, Swedia sampai Austria.

Tahun 1670, perusahaan ini merupakan terkaya di dunia dengan dividen kepada pemegang sahamnya mencapai 40 persen. Pegawainya 50.000 orang, 30.000 ‘centeng’ dan 200 kapal yang sebagiannya bersenjata.

“Rahasia suksesnya, mereka tidak punya keberatan terhadap apapun. Sedangkan, tujuan pertama VOC adalah Banda. Banda tidak pernah mengizinkan Portugis atau Spanyol untuk mendirikan benteng,” beber Setia Budhi.

Lantas bagaimana peran Dermaga Muara Bahan saat perang perburuan rempah itu? Dalam analisis Setia Budhi, jika ditilik dari pelayaran sungai, jelas Dermaga Muara Bahan merupakan jalur transit rempah yang didatangkan dari wilayah Tabalong, diangkut melalui jalur darat di Sungai Nagara.

“Jadi, Dermaga Muara Bahan merupakan jalur persinggahan penting dari arah hulu Barito, sebelum tiba di muara Banjar, di mana kapal-kapal Portugis, Yaman dan China tengah lego jangkar,” imbuhnya.(jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2019/02/08/dermaga-muara-bahan-dan-kisah-para-pemburu-rempah-3-habis/
Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.