Usai Kabut Asap, Ancaman Banjir Menghadang, Syaifullah: Kalsel Masih Darurat Ekologis

0

ANGGOTA Fraksi PPP DPR RI Syaifullah Tamliha menyebut wilayah Kalimantan Selatan masih berada dalam kondisi darurat ekologis.

HAL ini ditandainya dengan massifnya bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dampak fenomena El Nino atau kemarau ekstrem pada puncaknya September 2023.

Berdasar data Pusdalops BPBD Provinsi Kalsel hingga pertengahan September 2023, terdata total kebakaran hutan dan lahan mencapai 3.326,65 hektare. Terdiri dari 185.3 hektare hutan terbakar dan 3.141,35 hektare lahan terdampak.

Dampak berikutnya, kondisi kualitas udara Kalimantan Selatan menjadi buruk dengan pekatnya kabut asap. Kini, memasuki peralihan musim kemarau ke musim hujan (pascaroba) juga ditandai dengan tingginya curah hujan hingga cuaca ekstrem.

BACA : Banjir Melanda, Walhi Sebut Bukti Kalsel Sudah Darurat Bencana Ekologis

“Usai bencana karhutla yang telah teratasi dengan turunnya hujan, Kalsel juga patut mewaspadai ancaman banjir yang menghadang,” ucap anggota Komisi VIII DPR RI ini kepada awak media di Jakarta, Selasa (18/10/2023).

Berdasar data Dinas Sosial Provinsi Kalsel pada periode Januari-Agustus 2022 tercatat ada 48 kejadian bencana alam dialami Kalsel berupa banjir, tanah longsor dan angin ribut terjadi di 13 kabupaten/kota. Total kerugian ditaksir mencapai Rp 5,2 miliar lebih.

“Inilah mengapa penting bagi masyarakat dan pemerintah daerah di Kalsel untuk menjaga kewaspadaan atas bencana ekologis yang akan terjadi,” kata mantan Wakil Ketua Komisi V DPR RI ini.

BACA JUGA : Nonbar A Forest of Fortune, Walhi Ungkap Kalsel Sudah Darurat Bencana Ekologis

Syaifullah mengapresiasi upaya pemerintah daerah di Kalsel dalam merespons cepat potensi bencana alam dan menjalankan program sosial kemasyarakatan. “Pemerintah daerah harus mampu membaca alam dari pola dan tren kebencanaan Kalsel sejak 2015,” ucapnya.

Ancaman darurat ekologis ditegaskan Syaifullah harus menjadi sebuah keniscayaan yang patut diwaspadai bagi Kalsel. “Hal ini terjadi akibat berkurangnya luas hutan alam di daerah aliran sungai (DAS) Barito, meningkatnya deforestasi, masih banyaknya lahan eks tambang belum di rehabilitasi serta lambannya proses transisi ekonomi ekstraktif ke ekonomi hijau,” papar magister pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

BACA JUGA : Selamatkan Hutan Meratus HST Bebas dari Tambang Batubara Dapat Lampu Hijau Kementerian ESDM

Mengutip data Walhi Kalsel dari 3,7 hektare luasan wilayah Kalsel, hampir 50 persen didominasi pertambangan batubara dan perkebunan sawit. Bahkan, 157 perusahaan tambang batubara di Kalsel mewariskan 814 lubang tambang yang menganga.

“Dalam menghadapi bencana akibat darurat ekologis ini, kami di DPR RI mengawal kebijakan dan evaluasi dari program BNPB dalam penanganan potensi bencana di Kalsel,” kata wakil rakyat asal dapil Kalsel 1 ini.

Menurut Syaifullah, program BNPB dan pemerintah pusat terkait regulasi dan anggaran kebencanaan ini disinkronkan dengan program Pemprov Kalsel dan pemerintah kabupaten dan kota di Kalsel. “Inilah mengapa penting dalam memahami tingkat potensi kebencanaan di Kalsel. Hal ini bisa mengukur risiko bahaya dan penanggulangannya,” kata mantan Ketua DPP PPP ini.

BACA JUGA : Bekas Tambang Tak Direklamasi, Pakar ULM Usulkan Wilayah Satui Tanah Bumbu Harus Ditata Ulang

Dia berharap peran aktif elemen masyarakat dalam membangkitkan kesadaran diri dalam pencegahan risiko bencana, kedaruratan, rehabilitasi hingga rekonstruksi dari komunitas terkecil seperti keluarga dan didukung pemuka agama di Kalsel.

“Para pemuka agama di Kalsel sangat penting dalam menjalankan perannya di tengah masyarakat,” pungkas Syaifullah.(jejakrekam)

Penulis Ipik Gandamana
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.