Jika PSBB Diterapkan, Ini Kajian Hukum dari Ahli Pidana ULM

0

AHLI hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Daddy Fahmanadie mengakui penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) merupakan pilihan pemerintah dalam mengatasi pandemi virus Corona (Covid-19).

“JIKA ditinjau dari sudut pandang hukum pidana, maka PSBB dalam proses pelaksanaan mengacu ke Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease-2019 (Covid-19), terutama pada substansinya terdapa pada Pasal 14 Permenkes tersebut,” papar Daddy Fahmandie kepada jejakrekam.com, Rabu (8/4/2020).

Menurut dia, dalam hal ini PSBB memang sudah memenuhi rumusan umum secara pemberlakuannya sah di mata hukum, karena berdasar peraturan yang berlaku.

BACA : Tinggal Persetujuan Gubernur-Kemenkes, Walikota Ibnu Sina Ingin Terapkan PSBB

“Adapun perspektif hukum pidana hanya melihat apakah PSBB terdapat perbuatan pidana atau bukan perbuatan, dan bagaiman sanksi yang mengaturnya,” ucap magister hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

Daddy mengatakan variabel yang bisa dikaji, memang PSBB seperti yang termuat dalam Permenkes mengatur ada beberapa kewajiban dan larangan atau tidak boleh.

“Tetapi substansinya adalah tetap pada Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, serta meninjau pemberlakuannya saat ini di ibukota DKI Jakarta,” urai Daddy.

BACA JUGA : Kebijakan Bernama PSBB, Dampaknya Seperti Apa Bagi Masyarakat?

Ia mengatakan memang perihal sanksi tidak diatur dalam Permenkes PSBB ini, sebab dalam peraturan setingkat menteri tidak ada memuat ketentuan pidana atau sanksi pidana. Hal ini sejalan dengan regulasi yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan.

“Jadi, dalam hal ini, maka penegak hukum menurut saya tidak bisa memberikan sanksi. Sebab, dalam pendekatan ultimum remedium, diatur bahwa sanksi pidana atau pemidanaan adalah upaya terakhir bagi setiap orang untuk menaati kebijakan serta aturan PSBB,” tuturnya.

Dengan catatan, beber Daddy, hal itu demi kebaikan bersama selama masa pandemi Covid-19, tentu saja payung hukum yagn dipakai adalah UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

BACA JUGA : Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Dan PSBB, Sebuah Kebijakan Yang Cerdas?

“Di situ jelas, penegakan hukum pidana bisa dilakukan, namun sifatnya tentu akan lebih represif ketimbang preventif. Selain itu,  PSBB sudah harus jelas statusnay di setiap daerah masing-masing,” papar Daddy.

Ia menegaskan ketika suatu daerah belum memberlakukan PSBN, maka jerat pidana tidak bisa diterapkan. Jadi, asas ultimum remedium harus menjadi parameter bagi penegak hukum dalam bertindak atau mengambil diskresi di masa pandemi Covid-19,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.