Menjadi NU dan Warga NU

0

Oleh : HM Syarbani Haira

AKHIR pekan lalu, saya menghadiri acara pelantikan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kotabaru. Upacara pelantikan berlangsung di Gedung Islamic Center Kotabaru, sebuah bangunan megah untuk standar daerah tersebut.

KABUPATEN berpenduduk 318.853 jiwa ini (data 2017) merupakan kawasan terluar untuk wilayah Kalimantan Selatan. Kawasan ini berbatasan langsung dengan kepulauan Madura di Jawa Timur, Sulsel, Sulbar dan juga calon ibukota baru, PPU, Kaltim.

Perjalanan darat dari Banjarmasin via Tanah Laut ditempuh antara 6 hingga 9 jam sekitar 320 kilometer. Sedangkan menggunakan pesawat cukup 30 menit.

Mereka yang senang travelling tentu akan memilih jalan darat. Selain melewati suasana hutan (yang sebagiannya) masih asli, tanjakan pegunungan kadang mendebarkan, serta banyaknya buah-buahan lokal jika sedang musim.

BACA : PWNU Kalsel Gelar Madrasah Kader Nahdlatul Ulama

Apalagi jika akan menyeberang ke pulau Kotabaru, dari Batulicin, kapal pery yang mengantarkan melewati pemandangan yang anggun, pegunungan, ombak, speed boat, nelayan dan sebagainya. Dan dari atas pery ternyata ada restaurant dengan beragam minuman seperti kopi, teh, susu,  disertai lagu dangdut lokal, yang uniformnya lumayan norak.

Jika ingin merasai gelombang laut yang dahsyat, setiba di Batulicin mampirlah ke pelabuhan kapal. Sejumlah speed boat sudah tersedia. Mereka siap mengantar ke mana saja. Dengan kecepatan tinggi, speed boat melaju di atas ombak, membuat penumpang yang tak biasa akan berasa mual perutnya.

Tak hanya itu, yang bersangkutan bisa muntah, mabuk laut. Tetapi yang sudah biasa, tambah enjoy, karena empasan ombak bisa dinikmati sambil menyanyi irama melankolis model Mariah Carey dari AS, atau Nancy Ajram dari Lebanon . Rombongan kami yang sebagian tak biasa, nampak kapok. Tetapi yang lain, begitu enjoy. Kami bisa melupakan wabah dunia, Covid-19. Namun saya mengajak rombongan bersholawat, sholawat tibbil qolb, agar pandemik dunia itu tak serta merta menyerang rakyat Indonesia, yang betul-betul tak siap menghadapinya.

BACA JUGA : Di Harlah NU, KH Ma’ruf Amin Puji Kehebatan Ulama Kalsel KH Idham Chalid

Protokoler panitia, saya duduk bersebelahan kursi Bupati di sebelah, dan disebelah kiri seorang pejabat dari instansi bidang khusus. Entah kenapa? Baru duduk, tokoh ini sudah meremehkan NU. Tentu saja ia juga sembari memuja-muja tetangga NU. Katanya, NU itu miskin. Tak punya apa-apa. Sedang tetangganya kaya, punya rumah sakit, perguruan tinggi, dan sebagainya. Saya diam saja, sembari senyum simpul bercampur sinis.

Saat panitia melaporkan sejumlah kegiatan yang dilakukan, termasuk event Lailatul Ijtima’ (sebuah tradisi NU) yang akan dilakukan setiap tanggal 14 dan 15 bulan hijriyah (bulan sempurna). Pejabat yang duduk di samping kanan saya tadi komen lagi dengan langsung menyebut itu “Tradisi Hindu”.

BACA JUGA : Bertemu Presiden Jokowi, Ulama Kalsel Sampaikan 8 Permintaan

Saya yang semula memilih no comment, terpaksa menjawab : “emang gak boleh ada kegiatan jika bulan sedang sempurna?” Rupanya yang bersangkutan mulai sadar jika saya itu orang NU. Maka pertanyaan saya tadi tak dijawabnya, iya pura-pura tak mendangar.

Terlebih setelah Wakil Ketua PWNU Kalsel H. Zainal Ilmi saat memberikan sambutan, mewakili Ketua PWNU Kalsel HA Haris Makkie yang jadwal pesawatnya tidak linear. Ketika Sahabat Zainal Ilmi mengenalkan saya sebagai Katib Syuriah PWNU Kalsel, maka yang bersangkutan nampak sadar jika teman bicaranya ini adalah masuk elite PWNU Kalsel.

Satu hal yang saya bangga dari sambutan Wakil Ketua PWNU Kalsel itu ketika dia mengajak warga NU di Kotabaru, khususnya yang punya anak atau keluarga yang akan kuliah, segeralah masuk Universitas NU Kalsel. Dia nampak semakin kikuk, karena dikira NU tak punya perguruan tinggi seperti tuduhannya.

BACA JUGA : Mengenang Sejarah Imbas Supersemar di Kalimantan Selatan

Padahal NU sudah punya tak kurang dari 400 perguruan tinggi, puluhan rumah sakit, dan tentu puluhan ribu pesantren. Bahwa PT milik NU masih harus berjuang, iya. Tetapi Insya Allah, dengan semangat yang ada, semua PTNU itu pada saatnya akan kompepetif dengan PT lainnya.

Generasi baru NU hari ini, khususnya pasca reformasi tahun 1998, memang mengalami proses transformasi yang luar biasa dahsyat. Pendidikannya tak lagi hanya berbasis pesantren, melainkan sudah beragam, baik dalam maupun luar negeri.

Bagi generasi NU yang baru, menghadiri undangan seminar internasional, atau bahkan menjadi nara sumber kini sudah biasa. Kemajuan generasi NU baru bahkan sudah melebihi kelompok-kelompok yang terdahulu terdidik di lembaga-lembaga internasional terkemuka.

BACA JUGA : Jejak Sunyi Jalan Spritual Sang Guru Politik NU, Idham Chalid

Di tingkat PBNU misalnya, hari ini banyak diisi generasi baru yang terdidik dari manca negara. Ketua PBNU Prof Muhammad Nuh misalnya, mantan Mendikbud RI 2009-2014 itu mendapatkan gelar doktor di Prancis. Lantas Prof Maksum Machfoed, Wakil Ketua Umum PBNU ini Guru Besar UGM. Ada lagi Prof Muhammad Nasir. Mantan Menristek Dikti ini pakar ekonomi akuntansi, lulusan Universiti Sains, Malaysia.

Itu hanya beberapa contoh transformasi generasi NU. Era saya studi di UGM tahun 1990-an banyak sekali generasi baru NU yang studi, baik S2 atau S3. Karena andil Gus Dur, sejak tahun 1980-an, tak kurang dari 60-an (kini sudah ribuan) generasi baru NU meneruskan S3 di luar negeri, yang bidang studinya yang sangat beragam.

BACA JUGA : Peringati Harlah ke-94 NU, PWNU Kalsel Gelar Bakti Sosial

Sementara yang lulusan pesantren, dan meneruskan ke IAIN, umumnya meneruskan studi ke Timur Tengah. Entah itu di Mesir, Syria, Maroko, Tunisia, Kuwait, Yaman, Irak, Iran, dan sebagainya. Tentu juga di Arab Saudi, entah di Mekkah atau di madinah. Salah satu di antaranya adalah Ketua Umum PBNU Prof Said Agil Siraj.

Seiring perjalanan waktu, transformasi kader NU baru ini akan terus bermunculan. Jika hari ini misalnya sistem manajemen dan tata kelola NU masih belum sempurna, tentu pada saatnya akan menjadi sempurna. Ini seiring dengan banyaknya kader-kader NU baru selesai studinya. Mereka hari ini sangat happy dengan NU, tidak seperti era Soeharto, di mana banyak generasi NU tak beranai mengaku NU.

Hasil survey LSI terakhir (dipublish Februari lalu) tentu sangat menggembirakan. Ternyata  tak kurang 49 % penduduk Indonesia mengaku bagian dari NU. Sementara ketika ditanya keanggotaan ormas keagamaan lainnya, semuanya di bawah 5 %. Bahkan kelompok yang suka demo berjilid-jilid, itu hanya diakui di bawah 2 %.

BACA JUGA : Fenomena Nabi Palsu dari Batu Benawa, Tokoh NU Sebut Akibat Banyak Faktor

Ini tentu menarik. Kenapa warga Indonesia ini lebih senang dengan NU? Iya, ternyata jawabannya simple. NU itu memberikan harapan, harapan kehidupan yang lebih baik dunia akhirat. Sesimpel itu ? Saya penasaran. Saya bertanya lagi.

Beberapa hal yang jadi penyebab orang suka NU, antaranya : pertama, beragama di NU itu enjoy. Tidak kaku. Kyai-kyai yang sering ngisi pengajian, menyampaikannya sambil santai. Mereka bisa santai, karena Kyai NU belajar Ilmu Mantiq dan Ushul Fiqh. Ilmu Mantiq bahasanya enak, dan Ushul Fiqh memberikan pilihan-pilihan. Faham beragama di NU tak kaku. Beda dengan yang lain, umumnya salah semua. Celakanya lagi, jika sudah salah, ndhalalah dan masuk neraka.

Kedua, NU memberikan semacam bonus, atau pahala ekstra. NU banyak mengajarkan amalan-amalan. Beragama di NU, selain menjalankan rukun Islam (jika mampu), bisa ditambah dengan amalan-amalan lainnya. Seperti membaca Yasin, Sholawat, Zikir, dan sebagainya. Orang-orang miskin tentu tak bisa menyedeqahkan uangnya (wong dia sendiri miskin), namun Kyai NU bisa memberikan jalan lain, yakni memperbanyak amalan. Pahalanya sama, bahkan bisa lebih besar. Keluarga yang wafat juga yakin bisa dibantu, dengan cara didoakan. Nyatanya jika habis baca yasin, atau zikir, pikirannya tenang, walau utangnya belum lunas.

BACA JUGA : Teguhkan Ideologi Aswaja, Kader PC ISNU se-Kalsel Ikuti MKNU

Ketiga, ilmu yang didapat di NU sanadnya tersambung dengan Rasulullah SAW, dan tentu juga dengan Allah SWT yang memberikan firman. Dalam NU tak bisa hanya mengandalkan Qur’an dan Hadist, karena tak semua warganya itu ahli, alim, baik mufassir atau muhaddist. Ilmu-ilmu yang diajarkan di NU selalu ada sumbernya.

Bahkan manhaj-nya pun luar biasa dikagumi ilmuan dunia. Belajar ilmu melalui Kyai-kyai di pesantren, pedomannya adalah 4 Imam Mazhab, di mana semuanya merupakan ulama besar yang tersambung dengan Sahabat dan Rasulullah.

Keempat, NU membiasakan silaturahim. Maka itu di NU banyak sekali event yang membuat insan akan bersilaturahim tanpa sengaja. Mulai dari tradisi akademik seperti Bahstul Masail, hingga event Lailatul Ijtima’, Semaan al-Qur’an, Istighosyah, Majelis Taklim, hingga MTQ. Perlu diingat, MTQ itu digagas NU, melalui lembaga JQH (Jami’atul Qurra wa al-Hufaz), lembaga milik NU.

Jika ada warganya yang wafat pun mereka rame-rame berkumpul, mulai persiapan memandikan mayat, sholat kifayah hingga tehnis pemakaman. Tak hanya itu, malam pertama membaca Yasin, tahlil dan bacaan-bacaan lainnya, hingga malam-malam yang ditentukan. Keluarga mayit tentu tak terlalu berduka, karena dihibur oleh bantuan tetangga dan warga NU lainnya.

BACA LAGI : Berziarah ke Makam Gus Dur dan Guru Sekumpul yang Membawa Berkah

Kelima, menanamkan semangat kebersamaan. Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang mendorong ummat Islam untuk selalu bersama. Berdirinya NU pada tanggal 16 Rajab 1341 Hijriyah tersebut, luar biasa manfaatnya bagi kebersamaan ummat. Melalui NU kini berdiri sejumlah fasilitas sosial dan keagamaan lainnya. Melalui NU, syi’ar Islam bisa menembus wilayah terpencil.

Entah di Papua, atau pedalaman Kalimantan. Elite PBNU tak harus hadir ke Kalimantan untuk berdakwah, tetapi syiah Islam Aswaja sudah dilakukan elite NU lokal. Karena suasana kebersamaan itulah, maka NU punya banyak mesjid, musholla, sekolah, pesantren, rumah sakit, dan sebagainya.

Keenam, membangn semangat kemandirian. Pada awalnya NU itu sangat mandiri. Pengurusnya tulus, ikhlas dan istiqomah. Sejak berdiri 1926, pejuang NU mengeluarkan kocek sendiri. Jika hari ini ada pergeseran, tentu harus dikembalikan. Semangat kemandirian NU ini kembali berhasil, ketika PBNU mengumpulkan koin NU.

Melalui koin inilah uang terkumpul sudah mencapai puluhan miliar. Ini juga yang harus diupdate di Banua tercinta ini, agar semangat itu merata dan terdistribusi dengan baik. Secara perlahan, aktivis-aktivis NU yang suka minta uang transport, kita harapkan bisa di”pensiun”kan.

Ketujuh. NU banyak mengajarkan doktrin kebajikan, amar makruf nahi munkar. Tugasnya, membasmi egoisme, dan merasa benar sendiri. NU juga harus peduli pada kelompok tertindas dan minoritas. Sikap-sikap kemasyarakatan di lingkungan NU seperti sikap tasamuh, thawasuth, tawazun, ‘adalah dan amar makruf nahi munkar selalu digelorakan, dalam proporsi yang tidak berlebihan.

Spiritnya adalah untuk kebajikan, untuk keummatan. Di saat wabah Covid-19 yang melanda negeri ini, rame-rame warga dan aktivis NU melakukan guidance untuk ummat. Hebatnya, kaum profesional seperti dokter dan dosen, sangat besar hasratnya membantu ummat.

BACA LAGI : Universitas NU Kalsel Luluskan Sarjana Planologi Pertama di Kalsel

Begitulah ber-NU, sekaligus menjadi warga NU. Kaum profesional, kaum terdidik, dan kelompok masyarakat mana saja, tak salah jika akhirnya memilih bergabung dengan NU. NU terbuka lebar pada siapa saja. Ini terjadi karena NU mengakui 4 Imam Mazhab. Karena itulah di NU akan ada “rasa” Wahaby dan bahkan ada pula “rasa” Syi’i. NU berlatar belakang PMII sangat banyak, berlatar HMI ada, bahkan IMM pun ada juga.

Bagaimana implementasinya di lapangan, boleh diadakan penelitian. Hari ini, NU Sumatera dan Sulawesi, lebih didominasi HMI. Sedang NU di Jawa dan Kalimantan, lebih didominasi PMII. Namun disele-sela itu, ada juga anak-anak IMM dan kelompok-kelompok sosial lainnya. Untuk itu, saatnya mengerti NU, bahkan saatnya pula bergabung dengan NU. Biar  tak salah faham tentang NU.(jejakrekam)

Penulis adalah Katib Syuriah PWNU Kalsel 2018-2023

S2 (Pascasarjana) UGM Yogyakarta

Ketua Dewan Syuro Masjid As Su’ada Universitas NU Kalsel

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.