Suku Bakumpai, Penyambung Kesultanan Banjar dengan Masyarakat Dayak

1

UPAYA untuk melestarikan bahasa ibu, terus digaungkan kalangan intelektual muda Bakumpai. Himpitan modernisasi dan amalgamasi sangat berpengaruh terhadap eksistensi penutur bahasa Bakumpai.

FAKTA ini terungkap dalam diskusi terpumpun Hapakat, Wadah Diskusi Merawat Ke-Bakumpai-an di Hotel Batung Batulis, Banjarmasin, Sabtu (7/3/2020) sore.

Diskusi ini pun menarik yang dimoderatori sosiolog FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah dihadiri antropolog ULM Setia Budhi PhD, dan anggota DPRD Barito Kuala (Batola), Syarif Faisal, Ketua Sanggar Permata Ije Jela Marabahan, Kasmuddin, aktivis lingkungan Adenansi, aktivis pemberdayaan masyarakat Jamaluddin dan Indra Gunawan serta peserta lainnya.

Sebagai pemantik, Setia Budhi mengungkapkan berdasar hasil riset sejarawan Helius Syamsuddin menyebutkan bahwa etnis Dayak Bakumpai sangat vital dalam posisinya sebagai penghubung antara Kesultanan Banjar dengan masyarakat Dayak, khususnya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.

BACA : Mandi Kekayaan Pedagang Bakumpai yang Merajai Tanah Dusun

“Inilah mengapa tokoh-tokoh Dayak Bakumpai itu mendukung perjuangan Pangeran Antasari dalam Perang Banjar-Barito, seperti Pambakal Kendet, Panglima Wangkang, Untung Surapati, Panglima Batur dan lainnya. Ini membuktikan keberadaan suku Bakumpai bisa diterima di mana saja,” tutur Setia Budhi.

Hal itu juga terbukti dalam mendamaikan kerusuhan antaretnis di Sampit, Setia Budhi menegaskan peran suku Bakumpai sangat kuat sebagai duta damai. Nah, menurut dia, keberadaan suku Bakumpai yang berada di tengah-tengah ini memang melahirkan dilema, terutama dalam identitas kesukuannya.

“Secara budaya atau kultur, tentu lebih dekat dengan etnis Dayak, khususnya Ngaju. Namun, dengan segi kepercayaan atau keagamaan, sangat erat dengan suku Banjar. Saat ini, identitas kesukuan Bakumpai yang tersisa hanya bahasa. Bahasa ibu ini juga posisinya sangat memprihatinkan, ada sebagian menyatakan terancam punah, karena penuturnya kian berkurang,” tutur Setia Budhi.

BACA JUGA : Jadi Muatan Lokal, Bangga Berbahasa Bakumpai Harus Dibangkitkan

Menariknya dalam diskusi terpumpun, semua peserta menggunakan bahasa Bakumpai sebagai media komunikasi. Doktor jebolan Universitas Kebangsaan Malaysia ini mengakui diaspora Bakumpai juga merambah pemukiman terbesar di tiga provinsi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Terutama, di DAS Barito, Katingan atau Kahayan, hingga Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Dengan posisi suku Bakumpai yang bisa diterima semua etnis di Kalimantan, diakui Setia Budhi menjadikan terjadi perkawinan silang dengan etnis lain, justru membuat bahasa ibu kerap diabaikan.

“Ambil contoh di pusat populasi suku Bakumpai di Marabahan, Batola, hanya beberapa kawasan yang bisa dideteksi sebagai perkampungan atau lebu etnis Bakumpai,” ujar Setia Budhi.

Yang diinginkan dosen FISIP ULM ini adalah ada rasa kebanggaan bagi para penutur bahasa Bakumpai untuk mempertahankan dan merawat bahasa ibunya. Menurut dia, para budayawan, sastrawan, intelektual serta pegiat lainnya untuk menjadikan bahasa Bakumpai sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, agar tak terus tergerus dengan bahasa lainnya.

BACA JUGA : Usulkan Ada Kampung Budaya, Menjawab Kegelisahan Generasi Muda Bakumpai

“Ini sangat penting, karena jika kita tidak menuturkan bahasa Bakumpai, maka dengan sendirinya identitas kesukuan itu akan kian memudar,” tutur Setia Budhi.

Ia juga mengemukakan hasil riset hubungan erat secara genologis ternyata suku-suku Dayak yang bermukim di kawasan Pegunungan Meratus, ternyata merupakan puak dari suku Bakumpai. Ini karena geopark Meratus yang diteliti sejumlah ahli dari Malaysia menyebutkan pegunungan purba di Kalimantan.

“Hubungan darah antara Bakumpai dengan suku Meratus yang merupakan proto Melayu atau Melayu tua itu sangat kuat. Karena, semua sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus, muaranya berada di Sungai Barito yang didiami mayoritas suku Bakumpai,” paparnya.

Hasil riset ini juga diakui Jamaluddin. Aktivis lingkungan dan pemberdayaan masyarakat adat Kalimantan ini mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, hubungan erat suku Meratus dengan Bakumpai itu sangat kuat, bahkan diduga merupakan satu puak atau datuk.

BACA LAGI : Berburu Kosa Kata, Dosen UPR Susun Kamus Bahasa Bakumpai-Indonesia

Ketua Sanggar Permata Ije Jela, Kasmuddin pun menuturkan sentuhan seni tari Dayak sangat memengaruhi pakem atau struktur tari khas Bakumpai. Bahkan, tarian khas Bakumpai justru bisa menjuarai berbagai festival seperti Festival Borneo, Festival Tari Tradisi Kreasi serta Rembug Budaya Nasional dengan suguhan tari semburan api.

“Walau ada yang meragukan orisinalitas tarian khas Bakumpai, namun tarian itu tentu tak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat itu sendiri,” ucap Kasmuddin.

BACA LAGI : Kaya Kosa Kata, Secara Linguistik Bahasa Bakumpai Serupa Bahasa Bajau

Sedangkan, anggota DPRD Batola dari Partai Golkar, Syarif Faisal mencetuskan untuk menggagas agar bahasa Bakumpai menjadi bahasa pengantar resmi dalam acara kedaerahan di Batola, termasuk mengembalikan semboyan Ije Jela menggantikan Selidah dalam lambang Batola.

“Tentu ini butuh dukungan dari segenap politisi dan birokrasi yang berdarah Bakumpai. Apalagi, hampir 40 persen anggota DPRD Batola ternyata berdarah Bakumpai. Maka, bahasa Bakumpai harusnya menjadi sebuah kebanggaan bagi kita,” kata Syarif Faisal.

Hasil diskusi pun akhirnya disepakati akan terus dilanjutkan dengan mengusung berbagai tema yang kompeten dalam merawat ke-Bakumpai-an.(jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2020/03/08/suku-bakumpai-penyambung-kesultanan-banjar-dengan-masyarakat-dayak/
Editor Didi G Sanusi
1 Komentar
  1. erwin rosyadi berkata

    bi pertemuan te narai hasil riil akan masyarakat, terutama masyarakat menengah kan penda..

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.