Pilkada: Calon Independen Diprediksi Meningkat

0

PEMILIHAN kepala daerah serentak tinggal menghitung bulan. Tercatat ada tujuh kabupaten dan kota, serta tingkat provinsi, yang akan menggelar suksesi lima tahunan tersebut di Kalimantan Selatan.

PENGAMAT politik FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Taufik Arbain memprediksi pada Pilkada 2020 September nanti kandidat yang akan menggunakan jalur non partai cenderung meningkat.

Taufik menyebut, setidaknya ada tiga alasan kandidat memilih untuk mendaftar sebagai calon perseorangan/independen. Alasan pertama, realitas politik bahwa peluang calon independen memenangkan Pilkada terbuka lebar.

Sebagai contoh, Taufik menunjuk pasangan Nadjmi Adhania dan Darmawan Jaya yang terpilih menjadi walikota dan wakil walikota Banjarbaru pada Pilkada 2015 silam. Juga pasangn gubernur dan wakil gubernur H Muhidin dan Gusti Farid Hasan Aman, yang hampir terpilih di Pilgub Kalsel lima tahun silam itu.

Alasan kedua, lanjut Taufik, jika menggunakan dukungan partai maka cenderung harus menyediakan mahar yang biasanya dihitung berdasarkan jumlah kursi partai di parlemen. Misal, 4 kursi x Rp 300 juta, maka untuk satu partai sang calon harus menyediakan mahar Rp 1,2 miliar. “Ini belum termasuk semisal biaya survei dengan kisaran Rp 100-250 juta,” ujarnya kepada jejakrekam.com, Rabu (12/2/2020).

BACA : Jelang Pilkada Serentak, Keterlibatan Politik Praktis ASN Sangat Rawan

Doktor kebijakan publik jebolan UGM Yogyakarta ini menambahkan, selain mahar parpol, cost politik yang harus dikeluarkan kandidat masih cukup banyak. Misalnya biaya untuk melobi elit partai, serta biaya operasional lapangan, serta mesin dan kader partai politik.

Taufik menyebut, biaya mahar politik seyogyanya sudah mampu membiayai mengumpulkan KTP pemilih di 5-8 kecamatan untuk pemilihan bupati dan walikota.

Taufik mengakui, kandidat yang mendaftar melalui jalur perseorangan menempuh jalan terjal, karena syarat yang rumit dimana KPU akan memverifikasi faktual KTP dukungan masyarakat dan survei langsung ke lapangan untuk memvalidasi dukungan.

Dia memberikan cacatan bahwa kandiat perlu hati-hati dan tim harus bekerja secara maksimal, untuk memastikan dukungan lolos verifikasi KPU. “Ini berkaca kasus bakal calon independen yang terjegal di Pilkada Batola dan Tapin 2018 silam,” katanya.

Oleh karena itu Taufik menyebut kontrol terhadap kinerja, komitmen lembaga penyelenggara pada pilkada 2020 ini, sangat penting dilakukan para stakeholder dan tim sukses.

“Ketiga, bahwa dukungan partai politik terhadap pencalonan tidak signifikan dengan kerja-kerja politik pada mesin partai politik, meskipun ada sebagian partai politik yang konsisten dengan komitmen yang dibuat,” ucap Sekretaris ICMI Orwil Kalsel ini.

BACA JUGA : Pilgub Kalsel Kemungkinan Besar Tanpa Calon Independen

Dia berpendapat, justru selama ini yang masif militan dan sistematik bekerja di lapangan adalah mesin politik bentukan sang calon dengan berbagai level dan koneksi jaringan. “Bahkan dengan beragam sebutan untuk memberikan kesan emosional mendalam dalam menghadapi pertarungan pilkada,” timpal Taufik.

Staf Khusus Gubernur Kalsel ini menuturkan, kandidat perseorangan dan kandidat jalur partai pun tetap memanfaatkan tim sukses dan jaringan dari kalangan entitas, perkumpulan, forum, ormas, dan sebagainya.

Taufik menilai, jalur perseorangan ideal bagi figur yang bukan kader partai politik. Sebab, aspek personal sangat menentukan elektabilitas kandidat.

Hal ini diperkuat dengan hasil survey Banua Meter medio Desember lalu, yang menyatakan masyarakat memilih figur dengan latar belakang parpol hanya berkisaran 10%. Sisanya memilih karena kapasitas, kapabiitas, dan kedekatan secara emosional dengan sang figur.

“Kondisi inipun sangat memungkinkan terjadi pemetaan baru di partai politik, ketika para kandidat yang sudah mendapat jalur independen berhasil, maka kemungkinan partai politik akan melakukan diskon mahar kepada para kandidat yang menginginkan jalur partai politik,” ujar Taufik.

Apalagi sang calon, lanjutnya, berdasarkan survei potensial memenangkan, dalam kondisi ini memang diperlukan intelegen politik sehingga mampu menakar dan mengatur strategi soal hitungan cost politics.

Taufik memastikan, pasangan jalur independen yang terpilih tidak akan terjegal untuk menentukan kebijakan di tataran legislatif. “Sebab, kalau seseorang itu sudah menang dan menjadi kepala daerah, maka ia laksana gula yang dikerumuni semut. Tidak ada kawan dan lawan yang abadi kecuali kepentingan,” pungkas Taufik Arbain.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Almin Hatta

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.