Kisruh TVRI: “Dewas vs Helmi”

0

Oleh: Muhammad Firhansyah

SEBAGAI Lembaga Penyiaran Publik (LPP), TVRI memiliki misi memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol, dan perekat sosial. Ditambah melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat.

TUGAS mulia luar biasa inilah yang menjadi pokok pentingnya keberadaan TVRI di tengah arus media yang tidak terkendali saat ini. Sederhananya, TVRI merupakan lembaga penyiaran yang bukan hanya “renyah” menjadi tontonan tetapi menyuguhkan tayangan, tuntunan, dan teladan.

Fungsi pelayanan publik TVRI secara tegas diterangkan melalui peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI. Yakni menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.

Sebagai stasiun televisi pertama yang mengudara di republik ini (24 Agustus 1962), TVRI sudah banyak makan asam garam dunia pertelevisian. Banyak juga tokoh tokoh pers, politisi dan birokrat yang lahir dari rahim LPP ini.

Namun cepatnya  perputaran roda zaman membuat TVRI selama beberapa waktu seperti tak sanggup berlari (jadul), bahkan banyak pengamat yang menyatakan TVRI adalah salah satu media kolonial di zaman millenial.

Stigma ini sempat terjadi belasan puluh tahun terakhir, meski sudah hampir 10 kali berganti logo. Sugesti bahwa TVRI adalah “barang antik” masih tertanam di kepala publik.

Lalu dua tahun terakhir, 2018-2019, dan memasuki tahun 2020 ini, kiprah TVRI  berada di babak baru, dengan sejumlah prestasi dan kontroversinya TVRI mengalami perubahan yang sangat signifikan. Tiba tiba TVRI mulai berganti kulit.

Mulai dari rebranding, menayangkan desain program yang tak lagi jadul, tapi unik menarik, sampai  yang tak pernah dibayangkan sebelumnya, yakni tontonan Liga Premire Inggris, yang pastinya ditunggu oleh publik bola di Indonesia. Semua ini bisa terjadi tidak lain dan tidak bukan setelah tampuk kepemimpinan atau direksi dipegang oleh sang master kuis Indonesia, Helmi Yahya.

Sebagai artis kawakan dan sudah wara-wiri di dunia pertelevisian, kiprah seorang Helmi memang tak diragukan. Pengalaman dan jam terbang yang tinggi menjadikan sosok yang tenar lewat acara kuis ‘Siapa Berani’ ini tak perlu waktu lama membuat gebrakan di tubuh TVRI yang mulai menua.

Berbagai inovasi, kreasi, dan motivasi berisi, dia lakukan begitu cepat. Dan akhirnya, bak kisah Seribu Satu Malam dengan waktu singkat dia mengambil banyak perhatian publik, mengubah TVRI menjadi media yang membanggakan, layak ditonton dan mendapat respon serta dukungan publik. Inipun diakui oleh sebagian besar karyawannya.

Namun, semua itu ternyata tak semulus mimpi Helmi. Babak klimaks dari episode TVRI akhirnya terjadi.  Dewan Pengawas (dewas) sebagai organ LPP dari unsur masyarakat, menyebut bahwa Helmi tidak kooperatif menjawab semua pertanyaan mereka tentang seputar program dan penggunaan anggaran di TVRI. Akhirnya kisruh ini terjadi. Helmi pun mengundurkan diri dan konfilk ini juga telah dibawa ke Senayan, tempat wakil rakyat itu mengklarifikasi.

Bagi Ombudsman sendiri, TVRI adalah mitra yang sangat baik, terlebih ajang penghargaan kepatuhan pelayanan publik secara nasional  juga pernah bekerjasama dengan TVRI. Pun di daerah, Ombudsman perwakilan dan Stasiun TVRI selalu mensupport. Bagi perbaikan pelayanan publik, peran TVRI sangat kental dan terasa.

Kisruh yang terjadi di tubuh TVRI hari ini banyak yang menyayangkan, memang terkesan ironi dengan slogan “pemersatu bangsa” Dewas dan Direksi belum mampu menyatukan hati dan visi, belum lagi mereka adalah para ahli komunikasi publik, tapi untuk urusan ini masih terjadi “misskomunikasi”.

Sebagai penikmat, pemerhati, dan pernah menjadi bagian TVRI, konfilk ini harusnya menjadi pelajaran berharga, bahwa selama masih satu tujuan  penyelesaian dengan duduk bersama, musyawarah dan berfokus pada keadilan, adalah langkah yang nyaman bagi semua pihak.

Semoga kisruh ini segera berakhir. Kita dukung TVRI memberi sumbangsihnya untuk mencerdaskan dan membangun anak negeri kini dan nanti.(jejakrekam)

Penulis adalah Kepala Keasistenan PVL Ombudsman RI Perwakilan Kalsel dan pemerhati media

Editor Almin Hatta

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.