Kejahatan Pelecehan: Malu dan Takut, Akhirnya Menguap

0

SEMAKIN marak kejahatan pelecehan. Korbannya anak di bawah umur. Bukan hanya beda jenis kelamin, yang samapun terjadi. Sulit membuktikan, tidak ada saksi mata dan tidak ada yang mau bersaksi. Malu, takut. Akhirnya menguap, hilang tak berbekas. Terus berulang, tidak semakin surut. Tidak membuat jera.

ANAK itu amanah Allah, harus dipelihara, dirawat, dijaga, dihidupi, dibiayai, disekolahkan, agar benar-benar menjadi anak sebagaimana yang diharapkan. Karena amanah, harus dilaksanakan oleh orang tua. Tidak boleh diperlakukan dengan kasar, apalagi ada tindak kekerasan kepada anak apalagi balita,” kata Hj Normayani, mengawali obrolan Palindangan Noorhalis dengan tema kejahatan pelecehan, Kamis (23/1/2020).

Di tempat-tempat penitipan anak, sering dilaporkan bahwa anak diiminimu obat tidur, agar tidak sulit merawatnya. Ada juga disewakan untuk dibawa meminta-minta di perempatan jalan, itu semua kejahatan pada anak.

Sementara di lingkungan keluarga, ada anak yang dilecehkan oleh orang tua sendiri, oleh orang tua tiri. Oleh orang dewasa kepada anak-anak. Yang paling umum, kekerasan dalam bentuk verbal. Anak diteriaki, disumpahi. Namun yang membuat kita sangat miris, anak dijual untuk seks. Menjadi perempuan panggilan, padahal masih pelajar. Apalagi sekarang kejahatan seksual menggunakan aplikasi.

Ada kasus anak SMA yang menjual diri, saat siang jam pelajaran, dijemput di sekolah oleh orang dewasa yang memesannya. Ketika orang tuanya tahu, menangis sangat sedih, tidak tahu bahwa anaknya seperti itu.

BACA : Suka Main Hakim Sendiri, Pusad Paradimana Sebut Kasus Kekerasan Tinggi Di Banjarmasin

Ada juga anak yang dipaksa bekerja. Padahal belum waktunya bekerja. Bekerja itu tugas orang tua. Anak dipaksa bekerja membiayai keluarga. Ini bentuk kejahatan, kekerasan kepada anak, karena membebankan tanggungjawab orang tua kepada anak.

“Sodomi kepada anak juga banyak terjadi. Bahkan yang membuat kita heran, dilakukan oleh orang berpendidikan. Dilakukan oleh tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat publik, guru, dan lain-lain. Kasus yang seperti ini,  dimana pelakunya sangat terhormat, sulit dijangkau oleh hukum, biasanya hilang karena berbagai alasan,” lanjut Hj Normayani.

Sementara itu narasumber lainnya, Nur Hikmah, mengatakan sebelum bicara kasus-kasus atau fenomena kejahatan pelecehan, ada baiknya tahu apa itu pelecehan, sehingga mudah mengidentifikasi bentuk tindak pelecehan itu sendiri.

Pelecehan itu tindakan memaksa, baik bentuknya menyerang, ataupun melakukan yang tidak diinginkan oleh yang bersangkutan. Kekerasan seksual tentu lebih dari pelecehan, dampaknya bisa trauma, emosional dan penyembuhannya sangat lama.

Bentuk pelecehan itu, bisa dengan dirayu, dicolek, dipeluk, sampai seks oral, perkosaan. Semua yang dilakukan dengan paksaan,  tidak dikehendaki korban, itulah yang dimaksud pelecehan. Banyak kekerasan dalam bentuk perkosaan, diawali dengan memberikan obat. Setelah tidak sadar, baru kemudian tindakan pelecehan dilakukan.

BACA JUGA : Kasus Kekerasan Anak Dan Perempuan Tinggi Di Banjarmasin

Banyak oranganisasi sudah bergiat melakukan penanganan masalah pelecehan, misalnya PPA, Pelayanan Perempuan dan Anak, di semua kabupaten, tempatnya di masing-masing Polres.  Mereka melakukan pendampingan dari aspek hukum dan medis, terutama terhadap ABH, anak yang berhadapan dengan hukum.

Oragnisasi para pendamping korban ini, teknis pendampingannya, diawali dari laporan masyarakat, bisa pula jemput bola, berdasarkan pemberitaan yang ramai di media massa. Melakukan klarifikasi, melihat kebenaran berita yang sudah beredar. Setelah itu dilakukan penanganan, mendampingi korban dan keluarga korban.

Korban sodomi, kalau pelakukannya adalah anak, keduanya didampingi, korban didampingi, pelaku juga didampingi. Sementara bila pelakunya orang dewasa, maka korbannya yang didampingi.

Pendengar Palidangan Noorhalis juga memberikan tanggapannya. Suryani di Kelayan, kejahatan pelecehan ini bentuk kelainan. Penyakit sosial, harus dilakukan penegakan hukum. Selain itu, masyarakat di sekitar tempat tinggal juga harus terus dilakukan edukasi, pendidikan dan etika, agar waspada, berhati-hati, peduli terhadap kejahatan tersebut.

BACA JUGA : Auratku, Mahkotaku

Sementara bila itu pelecehan terhadap perempuan, maka perempuan sendiri harus berhati-hati, baik berhati-hati terhadap penampilan, maupun pergaulan.

Hj Ratna di Marabahan, kejahatan pelecehan ini sulit dibuktikan, tidak ada saksi. Sekarang ini, orang berhijab juga sering dilecehkan. Pelecehan sering terjadi justru di lingkungan rumah tangga sendiri, oleh anggota keluarga yang bersangkutan.   

Ratu di Kelayan, kalau kendalanya karena malu melapor, bagaimana sebaiknya, apakah ada syarat sehingga menyebabkan lapor itu malu? Bagaimana dengan hukuman kebiri yang sudah wacanakan?

Opung di Kelayan, sodomi itu menimbulkan trauma, lalu berikutnya membalas untuk melakukan hal yang sama kepada orang lain. Trauma ini sulit penyembuhannya. Kita harus terus menyampaikan pesan-pesan moral, agar tidak menjadi hal yang biasa.

H Ian di Banjarmasin, kalau pelakunya orang tua, apa yang harus dilakukan terhadap anak. Sementara orang tua itu sendiri dijerah dengan hukumk apa?

Nur Hikmah memberikan tanggapannya, bahwa peran media sosial sangat besar. “Kita tahu, media sosial memberi dampak positif dan negatif. Tayangan-tayangan porno, memberi pengaruh negatif yang sangat besar. Kita harus terus melakukan edukasi agar jangan sampai pengaruh negatif dari media sosial  berdampak pada perilaku,” katanya.

BACA JUGA : Kekerasan Pada Anak Didominasi Emak

Kalau sudah terjadi, harus dilakukan tindakan refresif. Yang salah harus dihukum. Kalau pelakunya orang tua atau orang dewasa, maka selain dituntut dengan delik kriminal umum, juga dengan UU Perlindungan Anak. Bila perlakunya anak, ada UU sistem peradilan anak. Soal kebiri, memang aparat kita belum berani menjatuhkan hukuman ini. Padahal kalau dilakukan, akan memberi efek jera.

“Kemana lapor, kalau takut ke kantor polisi, takut diketahui orang, datang saja ke P2TP2A, ada di setiap kabupaten/kota. Dibentuk oleh Pemda, sebagai tanggungjawab pemerintah  melakukan perlindungan kepada anak,” bebernya.

Kalau sodomi dilakukan oleh tokoh agama, tokoh masyarakat, pendidik, aparat dan sebagainya. Oleh orang-orang yang semestinya melindungi anak, maka hukumannya ditambah, hal tersebut diatur dalam UU Nomor 17/2016 serta Perpu Nomor 1 tahun 2016.

“Perlu kita lakukan seks edukasi, membangun kepedulian masyarakat terhadap kasus-kasus yang muncul di tengah masyarakat. Aparat hukum juga harus kreatif dan peduli  mengutamakan rasa keadilannya,” kata Nur Hikmah.

Sementara Hj Normayani, kita harus mendidik anak-anak dengan pendidikan agama yang cukup. Ajari dan bekali dengan pengetahuan agama. Bimbing dia agar menjadi manusia. Kalau itu sudah dilakukan, tinggal berdoa, pupuk dengan doa-doa, minta perlindungan pada Allah.(jejakrekam)

Penulis Andi Oktaviani
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.