Sistem Drainase Banjarmasin Bermasalah, Ini Saran Ahli dari Intakindo

0

HUJAN sebentar saja, banjir sudah hampir merata melanda wilayah Kota Banjarmasin. Ada apa dengan jaringan drainase di ibukota Kalimantan Selatan ini? Padahal, kucuran dana bermiliar-miliar rupiah demi menghindari kota ini tak ‘tenggelam’ ketika hujan datang.

PENGAMAT tata kota dari DPP Intakindo Kalimantan Selatan, Nanda Febryan Pratamajaya mengungkapkan secara umum sistem jaringan drainase di Banjarmasin masih bermasalah, karena tak mampu lagi menampung luapan air hujan maupun banjir rob dari sungai.

“Dimensi saluran yang ada, sebagian besar tidak memenuhi syarat teknis drainase. Banyak sedimentasi di saluran atau sungai yang ada di Banjarmasin, sehingga menyebabkan pendangkalan,” kata Nanda Febryan Pratamaja kepada jejakrekam.com, Selasa (31/12/2019).

BACA : Hujan Lebat Sebentar, Banjarmasin Sudah Dikepung Banjir

Ia menilai inlet atau lubang penyalur air ke saluran juga tidak berfungsi, akibat banyak gulam air yang tumbuh di saluran atau sungai sehingga menghambat aliran air.

“Memang, pengaruh pasang air sungai juga mengakibatkan jalan atau saluran tergenang sehingga mempersulit pengaliran air ke outlet sungai,” tutur Nanda.

Planolog lulusan Universitas Brawijaya (UB) Malang ini mengakui pola sebagian masyarakat yang memanfatkan sungai untuk mandi, cuci dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah ke saluran atau sungai, juga turut menutup saluran drainase.

“Ini ditambah lagi, penyempitan alur sungai dan anak sungai atau penutupan saluran drainase, memicu daya tampung tidak mencukupi lagi,” kata Nanda.

Berdasar kondisi drainase yang saat ini berikut hambatan, Nanda menyarankan agar disusun strategi rencana dalam pembangunan drainase mencakup jaringan saluran yang ada masih belum berpola dan terstruktur dengan baik (saluran primer, sekunder dan tersier).

“Pembangunan saluran baru sebagian besar dilakukan secara parsial. Untuk mengatasi hal itu, perlu dibuat suatu rancangan (masterplan) drainase kota, sehingga walaupun pembangunan dilakukan secara parsial, tetapi yang dilakukan merupakan bagian dari rencana induk pembangunan drainase mengikuti masterplan,” ucapnya.

BACA JUGA : Diguyur Hujan, Jalanan Banjarmasin Berubah Menjadi Sungai Dadakan

Langkah awalnya, Nanda menyarankan aalah pemetaan topografi Kota Banjarmasin. Sebab, menurut dia, topografi yang rendah dan pengaruh pasang surut air, diatasi secara kasus per kasus.

“Untuk jalan-jalan protokol dan jalan yang mempunyai nilai perekonomian yang tinggi, seperti Jalan Sudirman dan Jalan Zafri Zamzam, sebagian Jalan Lambung Mangkurat bisa dilakukan peningkatan permukaan jalan sampai batas diatas level pasang tertinggi,” kata Nanda.

Sedangkan, menurut dia, untuk daerah bisnis perdagangan dan pusat pemerintahan bisa diterapkan sistem polder, meski membutuhkan biaya operasi dan pemeliharaan yang tinggi.

“Untuk mengurangi air pasang masuk ke wilayah permukiman, saluran drainase yang bermuara ke sungai sebagai outlet dapat dibuatkan pintu air,” ucapnya.

Di sisi lain, Nanda juga mengatakan pertumbuhan rumah, toko dan ruko-ruko yang pembangunannya dilakukan pengurukan lahan tidak diimbangi dengan penambahan sistim drainase pada kawasan yang baru berkembang.

BACA JUGA : Saluran Drainase A Yani Dinilai Bermasalah, Dinas PUPR Sebut Bisa Kering Sendiri

Nanda menyarankan hal itusebaiknya disiasati dengan pembangunan drainase utama secepatnya. Demikian juga, pembangunan bangunan baru yang mengakibatkan tertutupnya sistem drainase yang lama segera dibuatkan gorong-gorong untuk menghindarkan terjadinya genangan dan pengawasan secara ketat selama pelaksanaan pembangunan.

“Dengan begitu, tidak mengganggu sistim drainase yang sudah ada, termasuk pembuatan akses masuk rumah, toko atau lahan parkir agar tidak menghalangi atau mempersempit saluran,” paparnya.

Nanda juga menguraikan penurunan kapasitas saluran diakibatkan oleh beberapa hal. Ia melihat seringkali ditemukan saluran-saluran yang kapasitas awalnya mencukupi, namun akibat pemeliharaan yang tidak memadai, terjadi pengendapan lumpur yang mempersempit saluran secara perlahan-lahan.

“Hasilnya, kapasitas saluran yang ada sudah tidak mencukupi lagi untuk menampung debit maksimal. Kasus seperti ini dapat diatasi dengan meningkatkan pemeliharaan saluran dalam satu tahun sekali sampai tiga kali pembersihan. Bisa dengan menggelar perlombaan kebersihan tingkat kota dan lomba angkat lumpur,” kata Nanda.

BACA LAGI : Benahi Jaringan Drainase di Banjarmasin Disuntik Dana Rp 4,8 Miliar

Menurut dia, saluran yang secara fisik dimensinya kurang, umumnya akibat dimensi yang tidak seragam pada saluran di depan rumah, di mana pada rumah-rumah tertentu terjadi perubahan umumnya mengecil. Solusinya, dapat dilakukan pembangunan saluran dengan dimensi yang seragam dan cukup mengalirkan debit air sehingga tidak lagi terjadi hambatan pada aliran air hujan.

“Dalam kebijakan makro perlu strategi untuk mengatasi berubahnya tata guna lahan dimana areal resapan dibangun menjadi kawasan perumahan, pertokoan serta kawasan komersial lainnya. Yakni, segera menetapkan Revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta Peraturan Zonasi (PZ), sehingga diketahui areal mana yang harus dipertahankan untuk daerah resapan dan areal mana yang boleh dibangun,” urai Nanda.

Dalam ini, Nanda mengatakan poinnya adalah Dinas PUPR Kota Banjarmasin atau instansi terkait harus konsisten menjaga agar tidak terjadi pembangunan rumah ataupun toko di atas saluran seperti yang sering terjadi selama ini.

“Jika lahan resapan terpaksa harus dibangun diusahakan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan konstruksi yang tidak banyak pengaruhnya atau tidak merubah fungsi lahan resapan, seperti pola rumah panggung atau tidak menguruk tanah,” katanya.

BACA LAGI : Hanya Rp 9,9 Miliar, Idealnya Benahi Drainase di Banjarmasin Butuh Dana Puluhan Miliar

Nanda pun tak menepis perubahan kepemimpinan disertai dengan kebijakan baru disiasati dengan rencana optimalisasi sistem drainase kota dituangkan dalam pola pembangunan jangka Pendek, menengah dan panjang yang diketahui banyak pihak, termasuk DPRD dan masyarakat luas.

“Kesepkatan itu dibuat berdasar masterplan drainase. Sedangkan, untuk lahan yang dibangun pengembang/developer ke depan diupayakan agar pengelolaan drainase dilakukan sepenuhnya oleh pengembang sebagai bagian tanggung jawab penyelenggaraan prasarana, sarana dan utulitas lingkungan. Mereka harus berkoordinasi dengan dinas teknis terkait Jadi bisa mengurangi beban dinas pengelola drainase,” katanya.

Menurut Nanda, jika pengembang tidak bisa meneruskan pengelolaan, maka masyarakat di komplek tersebut harus mengelola dengan swadaya mereka sendiri. Sedangkan, Dinas PUPR sebagai pihak pemerintah akan mengelola sistem makronya saja.

“Lemahnya koordinasi antar sektor ke depan diusahakan dengan memanfaatkan tim pokja drainase. Tim ini diharapkan menjadi koordinator antar dinas dalam melaksanakan tugasnya,” katanya.

Dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, Nanda menyarankan agar sosialisasi lebih intens lagi, dengan menyebar pamflett himbauan untuk tidak membuang sampah ke saluran serta menggelar lomba mengangkat lumpur secara berkala.

“Banyak dinas atau instansi yang dilibatkan dalam hal ini, seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Kebersihan atau Lingkungan Hidup untuk kampanye PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) agar masyarakat tidak membuang sampah dan limbah rumah tangga ke saluran drainase atau sungai,” katanya.

Ketua DPP Intakindo Kalsel ini pun menegaskan sudah saatnya Banjarmasin menerapkan sistem drainase dengan prinsip kanalisasi dan berwawasan lingkungan (Eco-Drainase). Dalam artian, sungai-sungai yang ada ditata dan difungsikan secara maksimal sebagai pengendali genangan di Kota Banjarmasin dengan memperhatikan fungsi ekologisnya.

“Agar kanalisasi ini dapat berhasil baik, maka sangat diperlukan peran serta masyarakat Banjarmasin sebagai salah satu stakeholders penting dalam kegiatan pengelolaan drainase. Karena masyarakat yang paham akan pentingnya menjaga lingkungan merupakan aset suatu kota,” kata Nanda.

Untuk itu, menurut dia, diperlukan program penyadaran masyarakat yang intensif dalam hal pengelolaan lingkungan.“Dialog sampai di tingkat RW dan RT merupakan program yang paling jitu untuk dilakukan agar penyadaran lingkungan ini tercapai,” ucapnya.

BACA LAGI : Ahli Utama Intakindo Kalsel Nilai Sistem Drainase di Banjarmasin Bermasalah

Poin lainnya, Nanda menegaskan perlu evaluasi elevasi jalan terhadap elevasi drainaseatau muka air. Ini diperlukan agar drainase dapat berfungsi optimal dan air tidak lama menggenangi jalan.

Masih menurut dia, secara berkala dilakukan pengendalian sedimentasi di semua jaringan drainase kota, untuk menjaga kapasitas drainase itu sendiri.

“Pada lingkungan permukiman padat yang tidak memungkinkan dibuat drainase konvensional, karena terbatasnya lahan, maka sangat disarankan membuat saluran tersendiri dari jalan menuju bawah atau  kolong bangunan, agar jalan tidak tergenang. Hal ini sudah diterapkan pada beberapa ruas jalan di Kota Surabaya,” urai Nanda.

Berikutnya, menurut dia, pada lingkungan permukiman padat yang tidak memungkinkan dibuat drainase konvensional dan memiliki potensi banjir, pemerintah kota harus membuat sistem pengendali banjir dengan sistem pompanisasi skala besar agar air dapat disalurkan ke sungai terdekat.(jejakrekam)

Penulis Siti Nurdianti
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.