Menembus Batas Karya Sang Maestro dalam Biografi Anang Ardiansyah

0

DI TANAH Jawa, nama Gesang sang maestro, melegenda dengan lagu Bengawan Solo-nya. Setara dengan Gesang, di Tanah Banjar ada Anang Ardiansyah dengan lagu terkenal Paris Barantai, menembus belantika musik dunia.

PADANAN gelar maestro itu tak berlebihan. Ini mengingat karya-karya Anang Ardiansyah menembus batas suku-ras hingga ke seluruh pelosok perbukitan, sungai, teluk hingga pegunungan di wilayah Kalimantan.

Tak pelak perjalanan hidup memaksa dirinya berlindung dalam gendongan sang bunda  hingga mendapat  ‘ilmu bunyi’ dari masyarakat Dayak, saat dalam pelarian zaman pendudukan Jepang. Sejak kecil,  Anang Ardiansyah muda harus menerima kenyataan memiliki sang ayah gugur tanpa kuburan. 

Nah, perjalanan dan proses kreatif ini dalam waktu dekat akan dituturkan dalam bentuk biografi almarhum Anang Ardiansyah, sang maestro yang telah menulis 123 lagu Banjar itu.

BACA : Kenangan Label Suryanata Record, Lagu Banjar yang Kini Kehilangan Cengkok

Biografi Anang Ardiansyah yang ditulis Nasrullah dosen Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP ULM dan Riswan Irfani, mantan wartawan sekaligus putra almarhum.

Buku ini menuturkan latar belakang dan proses hidup yang memengaruhi penulisan lagu Banjar karyanya. Dalam buku ini, almarhum Anang Ardiansyah menyinggung beberapa lagu Banjar karyanya yang dianggap orang sebagai lagu mistik. Terutama, pengalaman sang maestro terhadap hal-hal mistik yang menginspirasi penulisan lagu. Seperti lagu berjudul “Kasih Putus di Luhuk Badangsanak”, “Sanja Kuning” “Pangeran Suriansyah” dan “Kambang Goyang”.

Selain itu, tak banyak orang yang  tahu proses penciptaan lagu fenomenal Paris Barantai yang lebih populer dinamai Kotabaru. Bahkan, kata Paris Barantai tidak disebutkan dalam bait lagu tersebut.

“Aku dikritik orang tuha (orangtua) tentang salah satu bait lagu Paris Barantai waktu bahari (tempo dulu,” kata Anang Ardiansyah, seperti dikutip Nasrullah dan Riswan dalam buku biografi tersebut.

BACA JUGA : Banyak Lirik Lagu Banjar Masih Salah dalam Penulisannya

Menurut Nasrullah, biografi ini ditulis dengan sumber utama dari wawancara langsung dengan Anang Ardiansyah semasa hidupnya.

“Beruntung waktu itu, saya dan Bang Riswan ditemani Pak Setia Budhi, Bang Budi Kurniawan, serta fotografer Zaidin Muhammad berulang kali mewancarai Abah Anang Ardiansyah, “ ucap Nasrullah kepada jejakrekam.com, Minggu (29/12/2019).

Ia mengakui proses wawancara relatif lancar meskipun ada kendala, karena tidak bisa interview berlama-lama, karena faktor usia Anang Ardiansyah yang sudah uzur.

“Selain itu, kami juga menggunakan data sekunder berupaya hasil wawancara beliau di berbagai media. Juga dokumentasi foto-foto beliau yang ada disimpan keluarga,” ucap Riswan putra Anang Ardiansyah yang juga pernah menjadi wartawan cetak dan radio.

Kini, beberapa tahun setelah wafatnya Anang Ardiansyah, buku biografi itu akan segera terbit.

“Alhamdulillah, saya bersama bang Riswan Irfani, salah satu putra beliau berusaha menuntaskan amanah almarhum. Meski ada kesedihan, kami tidak bisa mempersembahkan buku ini kepada Abah Anang Ardiansyah semasa hidup beliau,” tutur Nasrullah lagi.

BACA LAGI : Jalan Baru, Banua Raya Symphony Usung Genre Melayu Banjar

Bagi sosiolog jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini, tugas generasi pelanjut adalah melanjutkan karya lagu sang maestro dengan menggali kedalaman lirik lagu serta memahami bagaimana karya itu diciptakan.

“Kami berharap hadirnya buku itu bisa menjadi amal jariyah yang pahalanya mengalir kepada almarhum Abah Anang Ardiansyah,” imbuh Nasrullah.(jejakrekam)

Penulis Siti Nurdianti
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.