Usulkan Ada Kampung Budaya, Menjawab Kegelisahan Generasi Muda Bakumpai

0

KEGELISAHAN kalangan intelektual muda Bakumpai makin membuncah. Ini karena, para penutur bahasa ibu subetnis Dayak Ngaju ini makin tergerus, akibat bahasa lain yang terus dibumikan. Tak ingin seperti Betawi, yang harus kalah di tanah sendiri, beberapa formula pun dirumuskan.

DISKUSI terpumpun dihelat kalangan intelektual Bakumpai dihelat di RM Pawon Tlogo, Handil Bakti, belum lama ini. Akademisi yang juga sosiolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Nasrullah, aktivis lingkungan Adenansi, Rafiqorrahman (pengajar sosiologi SMAN 12 Banjarmasin), M Budi Zakaria Sansi (dosen seni tari FKIP ULM), Indra Gunawan (aktivis dan pemerhati sosial budaya) serta lainnya merembukkan masalah itu.

Nasrullah mengakui diaspora masyarakat Bakumpai ke segenap penjuru baik di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan lainnya mau tak mau harus menuturkan bahasa ibunya, termasuk menjaga eksistensi kebudayaannya.

BACA : Jadi Muatan Lokal, Bangga Berbahasa Bakumpai Harus Dibangkitkan

“Sebenarnya, sebagai kalangan muda Bakumpai tentu kita harus gelisah. Bagaimana tidak, generasi penutur bahasa Banjar pun merasakan serupa. Bayangkan, penutur bahasa Banjar yang lebih besar di Kalsel juga merasakan kegelisahan, apalagi para pewaris bahasa Bakumpai,” tutur Nasrullah.

Ia tak ingin nantinya justru label the last Bakumpai malah benar-benar terjadi, jika tidak dilakukan antisipasi sejak dini. Menurut dia, para penutur Bakumpai sudah terkepung dengan bahasa lainnya, terutama di daerah yang hetrogen, berbeda jika kawasan itu homogen.

“Inilah mengapa pentingnya sekali kita menjaga lebo-lebo (kampung-kampung) yang masih bertutur bahasa ibu, Bakumpai,” kata sosiolog jebolan UGM Yogyakarta ini.

BACA JUGA : Berburu Kosa Kata, Dosen UPR Susun Kamus Bahasa Bakumpai-Indonesia

Adenansi juga berpikir hal serupa. Menurut aktivis lingkungan ini, justru ada salah kaprah dalam penamaan Ulek Marabahan, padahal posisinya berada di pertemuan Sungai Barito, Sungai Bahan dan Sungai Tapin.

“Secara demografi, memang Marabahan sebagai ibukota Batola masih banyak penutur bahasa Bakumpai. Namun, alangkah baiknya jika nanti dibuat kampung cagar budaya Bakumpai. Pilihannya, bisa di Kelurahan Ulu Benteng, Bentok dan lainnya. Semakin hetrogen masyarakat, tentu semakin bagus bisa mempertahankan bahasa ibu, dibandingkan kampung yang homogen,” ucap Adenansi.

Lain lagi dengan Rofiq. Guru SMAN 12 Banjarmasin ini mengakui untuk mata pengajaran muatan lokal (mulok) bahasa Bakumpai relatif sulit. Namun, menurut dia, setidaknya dalam mata pelajaran sosiologi, bisa dikaitkan dengan konten lokal, seperti pola masyarakat Bakumpai dan lainnya.

“Untuk kekinian, bisa saja nanti digelar stand up berbahasa Bakumpai. Pembuatan video di kanal Youtube, serta lomba bercerita dalam bahasa Bakumpai. Ini bisa menggaet generasi muda agar lebih mengenal lagi struktur bahasa Bakumpai yang benar dan baik,” tutur Rofiq.

BACA JUGA : Kaya Kosa Kata, Secara Linguistik Bahasa Bakumpai Serupa Bahasa Bajau

Sedangkan, Budi mengakui secara politik dan regulasi dengan penerbitan aturan yang mengharuskan penggunaan bahasa Bakumpai bakal mengalami ganjalan. Menurut dia, satu-satunya cara adalah makin membumikan bahasa Bakumpai, karena kini sudah disusun bahasa.

“Selain itu, perlu riset mendalam soal kebakumpaian. Ini penting untuk membuka wawasan generasi muda Bakumpai darimana asal akar mereka. Ya, seperti nanti membangun semacam yayasan atau lainnya yang konsen dengan pelestarian budaya dan bahasa Bakumpai di Kalsel,” tutur Budi.(jejakrekam)

Penulis Siti Nurdianti
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.