Ada Lada Nagara, Tanah Laut dan Kayutangi yang Bawa Kemakmuran

0

Oleh : Mansyur ‘Sammy’

JENIS lada yang yang sering ditemui pada perdagangan di Bandar Banjarmasin adalah lada hitam dengan sub spesies Piper Ningrum. Bentuknya paling kecil serta bobotnya ringan dan berdebu. Jika ditaksir beratnya mencapai 32 lbs dalam 10 gantang.

BIASANYA lada tipe seperti ini ditanam di daerah Nagara (kini Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan). Lada dengan kualitas menengah adalah lada dari Kayutangi yang mempunya ukuran sedang dan tidak terlalu banyak debu seperti lada Nagara. Bobotnya pun lebih berat.

Pedagang yang sering mengunjungi Banjarmasin telah mengidentifikasi tiga varietas lada dari daerah; lada Nagara, lada Tanah Laut, dan lada Kayutangi. Dari tiga varietas, lada Negara adalah yang paling umum dibandingkan dengan varietas yang diproduksi di daerah lain.

Lada panjang juga ditemui dalam perdagangan di Banjarmasin, namun lada ini tidak ditanam dan diproduksi di daerah Kalimantan bagian tenggara. Nampaknya lada jenis ini diimpor dari daerah lain, daerah penanamannya bsa ditemui di Gunung Circas, Semarang, Makassar dan daerah bawah angin yang lain.

Lada dengan kualitas baik adalah adalah lada putih yang sangat jarang ditemukan di Banjarmasin. Proses pengolahan lada putih ini memerlukan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga jenis lada ini menjadi mahal.

BACA : Ditanam Sejak Sultan Suriansyah, Banjarmasin Pusat Lada Dunia

Metode penanaman lada di Banjarmasin, menurut Goh Yoon Fong mengikuti cara yang diterapkan pada daerah Malabar, Penang dan Sumatera Barat.  Ketika lahan untuk tanaman lada telah disiapkan, galah atau istilah lokal adalah turus dipancang sedalam enam sampai tujuh kaki ke dalam tanah, setelah itu dua tumbuhan lada disematkan ke masing‐masing galah. Teknik ini dikenal Urang Banjar dengan nama manyuai. Teknik ini bertujuan agar tanaman lada dapat merambat lurus keatas dan memudahkan para petani memanen.

Perawatan tanaman ini dilakukan dengan cara memastikan akarnya tidak rusak atau nutrisi tanahnya tidak habis, khususnya pada musim kemarau, kelembaban tanahnya harus dijaga. Pada tahun kedua dan ketiga, untuk menjaga produktifitasnya tetap tinggi, tanaman ini dilapisi setelah panen pertama. Proses pelapisan ini harus dilakukan sebelum buah yang masak mengeluarkan sulur ke galah dan membengkokkan galah secara horisontal ke tanah.

Sesudah itu, hanya dua tanaman lada yang diijinkan untuk dililitkan ke galah untuk menghindari pelemahan keseluruhan tanaman karena keguguran daun yang berlebihan. Untuk tujuan penanaman kembali, seringkali sulur lada diambil dari batang tanaman lada yang tua. Alternatif lainnya, akar yang bertunas dari batang yang terlapisi dapat dipotong dan ditransplantasikan ke galah untuk dibudidayakan. Proses ini dinamakan dengan lada anggor.  Adapun periode panen berkisar antara bulan September sampai Maret.

Para petani lada tidak bisa menghasilkan lada yang ditanam dalam jangka waktu 2-3 tahun tanpa teknik diatas. Kecuali mereka memiliki kebun lain. Kebanyakan para petani pedalaman jarang mengenal teknik diatas, kecuali mempunyai dua atau lebih lahan. Oleh karena itu adalah sebuah hal yang meragukan bahwa orang Biaju mampu panen setelah 2-3 tahun.  Akan tetapi suplai mereka selalu banyak, melebihi penyuplai dari dataran rendah Kayutangi dan Maluka.

BACA JUGA : Identifikasi Struktur dan Perubahan Lanskap Banjarmasin di Masa Kesultanan (1526-1860) (3- Habis)

Ada pun transaksi lada itu sendiri, walaupun mereka produsen, petani tidak bisa menetapkan harga untuk mereka tanaman, karena sultan dan anggota keluarga kerajaan dan pejabat pengadilan telah secara sepihak menetapkan harga untuk panen, meskipun dalam transaksi ini, mereka adalah konsumen.

Sebagai praktik, sultan dibayar “2 Spanyol” untuk satu pikul lada (tiang bahu dengan beban melekat pada kedua ujungnya) (satu pikul beratnya sekitar 125 kilogram) dan dijual kembali nantinya untuk mendapatkan keuntungan.

Sebagai ilustrasi, pada tahun 1755, sultan menjual merica ke VOC di “6 real Spanish” untuk pikul lada atau 8 real Spanish untuk pikul lada kepada Inggris. Keuntungan Sultan bisa lebih tinggi ketika dia menjual panennya untuk pedagang Cina.

Ini karena, pedagang Cina mampu membayar hingga 12,5 real Spanyol per pikul. Itu jelas bahwa dari praktek ini sultan akan mendapat keuntungan dari 4-10,4 real Spanyol untuk setiap pikul lada dia menjual atau 10 persen sampai 200 peresen dari keuntungan dari biaya membeli.

BACA LAGI : Keraton Dibumihanguskan, Belanda Sita Regalia Kesultanan Banjar

Itu jelas bahwa perdagangan lada di Banjarmasin membawa kemakmuran untuk sultan dan anggota kerajaan keluarga serta pejabat. Bukti tersebut dapat diamati dari Kayutangi Palace, yang mewah, seperti yang dijelaskan oleh Johan Andreas Paravicini. Ia pun dikirim oleh VOC ke Banjarmasin pada tahun 1756 sebagai Komisaris untuk bernegosiasi dengan sultan di Kayutangi Palace.(jejakrekam/bersambung)

Penulis adalah Penasihat Komunitas Historia Indonesia Chapter Kalsel

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan

Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP ULM Banjarmasin

Pencarian populer:harga lada putih kalsel,Petani lada kalimantan selatan

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.