Pemindahan dan Pembangunan Ibukota Negara yang Smart, Green, dan Sustainable, Didiskusikan di Belanda

0

KBRI Den Haag didukung oleh Diaspora Indonesia Task Force Livable Cities di Belanda menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai Pemindahan Ibukota Negara, di Delft, pada 2 Desember 2019. FGD menghadirkan pembicara-pembicara terkemuka baik yang hadir langsung di Belanda maupun yang memberikan paparan dari Indonesia dan Amerika Serikat melalui Skype. FGD dihadiri oleh lebih dari 60 peserta yang secara antusias mengikuti sejumlah  paparan yang mengupas berbagai perspektif mengenai rencana pemindahan ibukota.

MEMBUKA FGD, Dubes RI Den Haag I Gusti A Wesaka Puja menyampaikan harapan adanya berbagai masukan terkait rencana pemindahan ibukota negara, terutama mengingat banyaknya pengalaman dan juga expertise di Belanda termasuk di kalangan diaspora, di bidang isu tata kota, smart dan sustainable city.

Tak hanya itu, Dubes juga menyampaikan berbagai potensi kerja sama, termasuk investasi pengembangan tata kota di wilayah ibukota negara baru bagi pengusaha Belanda di berbagai bidang pembangunan infrastruktur.

Di antara para pembicara, hadir Ketua Satgas Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Ibu Kota Negara Kementerian PUPR Ir Imam Santoso Ernawi. Tidak hanya menyoroti tentang aspek perencanaan kebutuhan lahan, Imam Santoso Ernawi juga menjelaskan tentang visi pembangunan ibukota negara yang mengedepankan identitas nasional, dan direncanakan akan dibangun sebagai kota yang smart, green, beautiful dan sustainable.

BACA : Terdampak Ibukota Negara Baru, Kalsel Harus Segera Ubah RPJMD

Imam Santoso Ernawi juga menyampaikan penghargaan kepada KBRI Den Haag yang telah memelopori sosialisasi mengenai pemindahan ibukota negara kepada publik di luar Indonesia, termasuk kepada instansi pemerintah, kalangan bisnis, diaspora, maupun pelajar di Belanda.

Daliana Suryawinata, arsitek sekaligus salah satu juri Sayembara desain ibukota baru menyampaikan berbagai aspek yang akan menjadi pertimbangan pada penjurian sayembara desain ibukota baru, termasuk pentingnya membangun kota yang inklusif.

Sementara itu, Wiwi Tjiook dari IDN Livable Cities dan Marcia van de Vlugt, ahli Spatial Planning dari Kementerian Dalam Negeri Belanda, menyoroti aspek-aspek penting yang dapat dipelajari dari pengalaman Belanda, seperti pentingnya menggunakan integrated approach, pemahaman kondisi lansekap, perencanaan yang mencakup visi jangka panjang pengembangan kota, serta pentingnya mempertimbangkan aspek climate adaptation dalam rencana pembangunan kota.

Selain aspek tata kota dan lingkungan, perspektif budaya dan keragaman juga menjadi sorotan pembahasan FGD. Emilius Sudirjo, dari Forum Intelektual Dayak Nasional, menekankan pentingnya perhatian bagi kemajuan masyarakat setempat dan juga untuk mengakomodir budaya-budaya lokal. Dengan demikian, ibukota negara baru akan menjadi rumah bersama baik bagi pendatang maupun warga setempat.

FGD juga menghadirkan ahli Indonesia dari Universitas Leiden, Prof David EF Henley dan Dr Deden Rukmana dari Alabama A&M University yang memaparkan sejumlah pandangan dan perspektif dari rencana pemindahan ibukota negara.

BACA JUGA : Kaltim Jadi Ibukota Negara Yang Baru, Ada Dampaknya Bagi Kalsel?

Prof Henley mengupas mengenai sejarah ibukota dari masa Hindia Belanda hingga kondisi Jakarta di tahun 2019 ini. Selain itu dosen Studi Kontemporer Indonesia ini juga memberikan gambaran agar pemindahan ibukota juga harus disertai dengan pertimbangan matang, termasuk pemikiran mengenai dampak negatif yang mungkin timbul, dengan belajar dari pengalaman sejumlah negara yang memindahkan ibukota.

Sementara Dr Deden Rukmana menyoroti transformasi Jakarta dan berpandangan bahwa relokasi ibukota egara hendaknya dirancang dengan matang agar membuka kesempatan yang luas bagi nation building dan terlaksananya pembangunan berkelanjutan.  

Seluruh peserta antusias mengikuti paparan dari seluruh narasumber dan pada sesi tanya jawab diskusi berkembang, antara lain seputar masa depan Jakarta pasca pemindahan ibukota negara, pertimbangan fasilitas yang ramah lingkungan dan ramah bagi kaum difabel, serta pandangan masyarakat Dayak lebih jauh mengenai rencana pemindahan ibukota negara. 

FGD ini dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah RI untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Pemerintah mencanangkan dimulainya pembangunan ibukota pada tahun 2020.

Sebagai tahap awal rencana pemindahan Ibu Kota Negara, saat ini telah berlangsung sayembara desain ibukota. Panitia sayembara telah menerima 292 desain dan pemenag desain diharapkan akan dapat diumumkan pada akhir Desember 2019.(jejakrekam)

Penulis Andi Oktaviani
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.