Bencana Karhutla: Peladang Tradisional Selalu Jadi Kambing Hitam

0

SAAT bencana kabut asap, sasaran tembak penyebab terjadi kebakaran lahan dan hutan selalu mengarah ke peladang.

KETUA Tim Kampanye Hutan Green Peace Arie Rompas menilai masyarakat adat sejak lama memiliki kearifan lokal dalam mengelola hutan.

“Perubahan iklim yang membuat cuaca berubah, kemudian lahan yang semakin menyempit. Artinya, daya dukung dan daya tampung lingkungan semakin berkurang sehingga kebakaran hutan dan lahan sering terjadi,” ucap Arie usai memberikan kuliah umum di Prodi Sosiologi FISIP ULM, Senin (25/11/2019).

Akan tetapi, Arie menilai peladang tradisional yang menjadi kambing hitam penyebab kebakaran hutan dan lahan. Padahal UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 69 ayat 2 masih memperbolehkan peladang tradisional untuk membakar lahan lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

“Faktanya, kebakaran hutan dan lahan justru banyak terjadi di konsensi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pemilik HPH,” kata dia.

BACA : Kabut Asap Karhutla, Presdir BLF Sarankan Masyarakat Gugat Pemerintah

Arie menganggap penegakkan hukum tidak berkeadilan karena perusahaan besar tidak tersentuh hukum, malah masyarakat adat yang dikriminalisasi

Antropolog ULM Setia Budhi menuturkan kebakaran hutan dan lahan terus menerus terjadi saban tahun, terutama di musim kemarau.

“Dalam kacamata antropologi masyarakat Dayak sudah lama membuka lahan pertanian dengan cara membakar lahan, ratusan mungkin ribuan tahun yang lalu, tetapi dampak yang ditimbulkan tidak siginifikan terhadap kabut asap,” ucap Ketua Prodi Sosiologi ini.

Baginya masyarakat adat sudah memiliki kearifan lokal dan adat isitiadat, sehingga kebakaran hutan dan lahan dapat dikendalikan. “Peladang tradisional kalau membuka lahan, itu luasannya sangat terbatas, dan mereka faham arah angin sebelum membakar lahan,” kata Budhi.

Ia menyebut sudah cukup pengalaman kabut asap hebat yang terjadi kurung waktu 2015-2019, sehingga aspek pencegahan harus dilakukan. “Semua pihak harus serius menghentikan kebakaran hutan dan lahan,” ucapnya.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.