Menguak Kemiskinan dan Sketsa Model Solusi Berbasis Pemberdayaan (2)

Oleh : Subhan Syarief

0

DENGAN keterbatasan yang dimiliki Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin,  maka kemampuan untuk berinovasi dan berakselerasi dari pengambil kebijakan kota perlu untuk dilakukan. Diam dan terpaku menerima kondisi dan kemampuan yang ada dipastikan tidak akan mampu mengatasi persoalan kemiskinan.

HAL ini diperlukan sebuah terobosan dan strategi baru. Harus ada keberanian untuk keluar pakem kebiasaan yang saat ini dilakukan.  Sebenarnya, bila melihat kondisi yang ada maka dalam mengatasi hal kemiskinan Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin perlu melakukan berbagai langkah strategis.

Salah satu langkah terobosan yang mungkin bisa dicoba untuk dilakukan adalah dengan turut serta melibatkan masyarakat agar bisa peduli dan mau terlibat berpartisipasi. Model pelibatan masyarakat terutama memanfaatkan potensi masyarakat yang mampu sepertinya sampai saat ini belum pernah dicoba atau dilakukan oleh Pemerintah Kota Banjarmasin.

BACA : Menguak Kemiskinan Dan Sketsa Model Solusi Berbasis Pemberdayaan (1)

Semestinya potensi dan peran masyarakat bisalah untuk dimunculkan ke depan. Konsep pelibatan masyarakat dalam mengatasi persoalan kota, seperti kemiskinan salah satu alternatif yang bisa dimunculkan. Ada potensi yang sebenarnya bisa dijadikan rujukan untuk mencoba menggali prospek pemanfaatan potensi warga kota Banjarmasin dalam hal keterlibatan membantu penanganan persoalan kemiskinan.

Kota Banjarmasin adalah kota yang termasuk religius. Pemeluk agama Islam di Kota Banjarmasin hampir mencapai 95 persen. Ajaran islam adalah ajaran yang mewajibkan umatnya untuk membantu masyarakat yang tidak mampu.

Dalam hal ini, zakat/pajak tahunan umat islam (yang mampu & memenuhi syarat) sudah bisa dipastikan mengeluarkan sebesar 2,5 persen dari harta yang dimilikinya. Kebiasaan Umat Islam yang suka berinfaq dan sadekah juga potensi yang perlu diperhitungkan.

BACA JUGA : Penduduk Miskin di Kalsel Bertambah, Kepala Bappeda Sebut Akibat Inflasi

Tengoklah, sumbangan setiap hari jumat. Cukup banyak mesjid yang pendapatannya mencapai puluhan juta rupiah di setiap minggunya. Ini belum lagi, bila ditambah dengan sumbangan kedermawan pihak pemelku agama selain Islam. Masalahnya tinggal sekarang bagaimana cara menyamakan persepsi, memobilisasi partisipasi dan mengelola hal tersebut.

Saat ini model pengelolaan dana umat di sektor zakat , infaq dan sedekah terasa masih bersifat konvensional, parsial dan belum berbasis wilayah (belum ada koneksivitas lokasi donatur dan penerima zakat).

Lembaga bentukan masyarakat untuk mengelola dana cukup banyak dan tersebar. Masing-masing punya visi-misi dan juga basis komunitas yang saling berbeda. Dengan kata lain, masing-masing lembaga berjalan tanpa adanya koordinasi yang tersinergi.

Yang sudah terkelola dengan cukup baik dan terayomi oleh pemerintah kota adalah Lembaga Baznas Kota Banjarmasin. Lembaga ini bergerak mengumpulkan dana zakat yang setiap tahun terus mengalami peningkatan.

BACA LAGI : Kategori Miskin Jika Penghasilan Hanya Rp 401.220 per Bulan

Berdasar data di tahun 2015, dana zakat yang terkumpul sebesar Rp 1.046.631.889. Kemudian di tahun 2016, sebesar Rp 1.213.279.686,68. Tahun 2017 mendapatkan Rp 1.735.117.372,20. Dan di tahun 2018, bisa mengumpulkan Rp 2.483.437.841,72. Dana ini dipergunakan Baznas Kota Banjarmasin untuk kegiatan sosial kemasyarakatan dan membantu masyarakat yang kurang mampu.

Dalam hal ini, dari sisi pengelolaan zakat, bila saja pemasukan dari berbagai lembaga se-Kota Banjarmasin digabungkan mungkin dapat diilustrasikan angka pendapatan sekitar Rp 4 miliar hingga Rp 5 miliar per tahun.

BACA LAGI : Sarinah, Sebuah Potret Kemiskinan Kota Banjarmasin

Bila hal ini dikorelasikan dengan jumlah orang miskin se-Kota Banjarmasin yang berjumlah hampir 40.000 orang, maka rata rata dalam setahun setiap orang miskin hanya mendapatkan sekitar Rp 100.000 hingga Rp 125.000 per tahun per orang. Tentu saja ini angka yang tidak memadai. Karena dalam satu bulan hanya bisa memberi bantuan maksimal sekitar Rp 10.000 per orang.

Melihat kondisi ini tentu perlu dipikirkan kiat lain dalam membantu mengetaskan kemiskinan ini. Pencarian potensi penggalangan bantuan dana atau model yang lainnya harus dimunculkan. Dari ilustrasi besaran Rp 5 miliar untuk penerimaan zakat per tahun di Kota Banjarmasin ini bisa dikatakan masih tergolong kecil.(jejakrekam/bersambung)

Penulis adalah Ketua LPJK Kalimantan Selatan

Arsitek Senior IAI Kalsel

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.