Wujud Nasionalisme, Bahasa Indonesia Dijadikan Bahasa Ilmiah Internasional

0

ILMUAN Nusantara yang menjadi peserta Musyawarah Internasional dan Seminar Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) IV bersepakat menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah internasional. Keputusan ini pun disambut positif akademisi di Kalsel.

WAKIL Rektor I Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjar, Dr Jarkawi menyambut baik inisiatif para guru besar dari Indonesia dan Malaysia terkait Bahasa Indonesia-Malaysia dijadikan sebagai bahasa ilmiah internasional.

“Secara kultur, bahasa Indonesia dan Melayu memiliki banyak kesamaan, tentu ini akan membanggakan bagi negara-negara yang serumpun,” kata Jarkawi saat ditemui jejakrekam.com di Banjarmasin, Jumat (8/11/2019).

BACA: Suka Serapan Asing, Rasa Bangga Berbahasa Indonesia Mulai Terkikis

Jarkawi mengatakan, inisiatif tersebut patut diapresiasi. Sebab, jika bahasa Indonesia-Melayu menjadi bahasa ilmiah internasional, tentu bahasa tersebut, khususnya Bahasa Indonesia, akan digunakan secara lebih luas oleh masyarakat dari berbagai negara di dunia.

Ia menyebut, Bahasa Indonesia dan Melayu memiliki akar historis sebagai bahasa tutur masyarakat dunia, khususnya Asia Tenggara. Bagi Jarkawi, keputusan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmiah internasional memudahkan akademisi lokal untuk menyampaikan hasil kerja-kerja ilmiahnya kepada masyarakat dunia, baik dalam bentuk jurnal ilmiah, maupun seminar Internasional.

BAC A: Masih Ada Produk yang Tak Berbahasa Indonesia

“Secara jumlah penutur misalnya Bahasa Indonesia dan bahasa melayu memiliki jumlah penutur yang paling dominan di kawasan Asia Tetanggara, tentu sudah tepat menjadikan bahasa Indonesia-Bahasa Melayu menjadi bahasa Ilmiah Internasional, bukan hanya kawasan Asean namun juga belahan dunia lainnya,” ucap pakar pendidikan ini.

Terpisah antropolog Universitas Lambung Mangkurat, Nasrullah menilai, penggunaan Bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmiah internasional merupakan bentuk ada rasa nasionalisme untuk mengglobalisasikan Bahasa Indonesia.

BACA JUGA: Soal UNBK Bahasa Indonesia Lebih Banyak Wawasan dari Luar Sekolah

Akan tetapi Nasrullah berpendapat akan menghadapi sejumlah tantangan yang terbilang berat, seperti tantang melawan rezim rezim scopus yang jelas lebih banyak menggunakan bahasa Inggris pada artikel yang terbit pada jurnal internasional.

“Artinya, artikel atau karya tulis ilmiah tidak lagi berbahasa asing melainkan berbahasa Indonesia. Lalu, perlu ada indeks scopus tandingan di tanah air yang menampung penggunaan Bahasa Indonesia dalam artikel atau karya tulis ilmiah,” ucap magister Antropologi jebolan UGM ini.

Dalam tataran praktis, lanjut Nasrullah, kebijakan perguruan tinggi Indonesia terhadap calon mahasiswa yang melamar pascasarjana level magister atau doktor mesti mengabaikan score Toefl, IELTS, dan sejenisnya sebagai syarat masuk perguruan tinggi tersebut.

“Tantangan lainnya perlu ada upaya penerjemahan secara massal dan sistematis buku-buku atau jurnal berbahasa asing ke dalam Indonesia,” ucap tokoh masyarakat Batola ini.

BACA LAGI : Miris, Bahasa Indonesia Diabaikan Instansi Pemerintah

Nasrullah menyebut kenyataan lain, Bahasa Indonesia-bahasa Melayu kalah dominasi global dengan bahasa Inggris, China, Prancis hingga bahasa Arab di tanah air bahkan dalam pergaulan internasional.

“Sehingga tanpa mengurangi semangat globalisasi bahasa Indonesia, menguasai bahasa asing juga penting, selain itu bahasa Indonesia-bahasa Melayu sebagai ilmiah Internasional, sesungguhnya ada perjuangan berat untuk menjadikan bahasa resmi di tataran PBB selain bahasa Arab, Tionghoa, Inggris, Prancis, Rusia dan Spanyol,” pungkas Nasrullah.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.