Bagaimana Nasib Pemberantasan Korupsi Pasca Revisi UU KPK?

0

APA yang terjadi pasca-revisi UU KPK, apakah pemberantasan korupsi semakin kuat atau semakin surut? Kenapa Perppu tidak kunjung diterbitkan? Ada agenda apa di balik semua peristiwa tersebut? Bagaimana nasib KPK dan pemberantasan korupsi kedepan?

PASCA-REVISI UU KPK, saya menilai pemberantasan korupsi semakin suram, semakin surut. Semua kekuatan KPK satu persatu dipreteli, dilucuti, sehingga seperti macan ompong yang sudah tidak memiliki gigi, taring dan bahkan cakar,” kata Prof Denny Indrayana pada Palidangan Noorhalis yang bertajuk Pemberantasan Korupsi Pasca Revisi UU KPK? di Studio Satro Hardjo RRI Banjarmasin, Kamis (7/11/2019).

Diungkapkannya, ia sudah menulis buku soal ini, temanya “Jangan Bunuh KPK”. Buku tersebut mengungkap berbagai upaya mematikan KPK, dan itu dilakukan sejak lama. Banjak orang terganggu dengan KPK, terutama para koruptor dan kaki tangannya yang terancam dengan keberadaan KPK.

BACA : Demi Stabilitas Nasional, Pakar Politik Uniska Sarankan Jokowi Terbitkan Perppu KPK

Sudah beberapa kali dibentuk lembaga pemerantasan korupsi. Yang paling lama bertahan hingga 17 tahun usianya, hanya KPK. Dengan segala kekurangannya, lembaga ini telah mengungkap banyak kasus korupsi, dan orang takut dengan KPK. “Lembaga ini dalam berbagai survei, ditetapkan sebagai lembaga yang paling dipercaya,” kata Denny Indrayana.

Menurutnya, ada beberapa cara pelemahan KPK, mulai dari serangan bersifat personal kepada orang-orang KPK, lalu melakukan legal attack, hingga dengan menguji UU KPK. Selama ini KPK mampu bertahan karena dukungan publik sangat kuat.

“Sekarang ini nampaknya, kondisinya mulai terbalik. Aliansi para koruptor semakin kuat, dan dukungan publik menurun, sehingga dengan mudah melucuti KPK. Kalau dulu demo untuk membela KPK sangat banyak sekali, sekarang jumlahnya bisa dihitung, sehingga tidak dianggap kuat. Bukan merupakan kekuatan publik,” bebernya.

BACA JUGA : KPK : Pengelolaan SDA Kalsel Salah Satu yang Terburuk

Semua yang anti korupsi, katanya, tentu berharap para penegak hukum lainnya bisa memberantas korupsi, menutupi kelemahan KPK. Memang sudah banyak perubahan pada lembaga penegak hukum, seperti kejaksaan dan kepolisian. “Namun, banyak pula yang menyampaikan bahwa masih terjadi jual beli perkara, sehingga masyarakat masih ragu apakah aparat penegak hukum masih bisa diandalkan memberantas korupsi atau tidak,” kata Denny.

Para peserta yang hadir di studio Satro Hardjo RRI dan pendengar Palidangan Noorhalis turut berpartisipasi.  Seperti, Hj Ratna mengatakan, kalaupun Perppu disampaikan Presiden kepada DPR, toh DPR yang menghendaki revisi UU KPK, artinya Perpu juga akan ditolak oleh DPR. Kedua, bagaimana dengan tuduhan adanya tebang pilih kasus yang dilakukan KPK? Ketiga, apakah kejaksaan dan kepolisian bisa diandalkan memberantas korupsi?

BACA LAGI : Koalisi Masyarakat Sipil Harus Bergerak, KPK Sudah di Ujung Tanduk

Abah Rama, menanyakan komitmen pemberantasan korupsi? Kenapa pemerintah tidak menggeluarkan Perppu, apakah karena menghargai proses di MA? Rosihan Rachman mengatakan, pemberantasan korupsi sulit berjalan, karena masyarakat tidak memberikan sanksi sosial kepada koruptor. Selama koruptor masih dihormati, koruptor tidak pernah merasa jera.

Penelepon lainnya, Suriani Haer menanyakan komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi. Apakah pasca-revisi UU KPK menggambarkan bahwa komitmen pemerantasan korupsi benar-benar surut?

Syahri mengatakan, OTT yang selama ini dilakukan KPK dan yang banyak ditangkap adalah kepala daerah, memunculkan gagasan agar kepala daerah kembali dipilih DPRD saja, tidak lagi pemilihan langsung.

BACA LAGI : KPK Sebut Potensi Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Tinggi

Merespon beberapa tanggapan peserta dan pendengar Palidangan Noorhalis, Denny Indrayana menyampaikan jawabannya. Korupsi era orde baru memang tidak terdengar, tapi bukan berarti tidak ada korupsi. Waktu itu media dibungkam sehingga pelaku korupsi tidak diberitakan.

“Pola pikir masyarakat kita memang harus diubah. Benar bahwa seorang koruptor, sejauh masih kaya, akan tetap dihormati di tengah masyarakat, sehingga tidak ada efek jera. Masyarakat tidak memberikan sanksi sosial. Kalau ada sanksi sosial, akan membantu pemberantasan korupsi dari sisi kultural,” tegasnya.

Dengan kekuatan yang dianggap maksimal saja, pemberantasan korupsi mengalami banyak kendala dan tantangan. Apalagi kekuatannya dilucuti. Semakin tidak jelaslah masa depan pemberantasan korupsi.

BACA LAGI : KPK Telusuri Sumber Fee dan Asal Usul Aset Eks Bupati HST Abdul Latif

Mungkin ada benarnya tebang pilih, karena tidak dipungkiri KPK memiliki kelemahan, pimpinan KPK juga manusia. Namun harus diakui, berbagai survei mengatakan KPK merupakan lembaga yang paling dipercaya. Lembaga hukum lainnya kurang dipercaya.

“Presiden tidak mengeluarkan Perppu dengan alasan menghargai proses di MA, saya kira argumen tersebut tidak terlalu kuat. Karena semestinya, kalau memang mau mengeluarkan Perpu, sebelum gugatan di MA bisa langsung dikeluarkan, tanpa menunggu sampai digugat. Jawaban tersebut mungkin bentuk ngeles saja,” sindirnya.

Menurutnya, agar dukungan pemberantasan korupsi kembali kuat, tidak ada pilihan lain kecuali memperkuat dukungan publik kepada KPK. Selama ini dukungan semakin melemah, akhirnya yang menang para koruptor. Tidak mungkin dapat memperbaiki pemerintahan, bila yang berkuasa adalah para koruptor, atau didukung para koruptor dan pengrusak sumber daya alam.(jejakrekam)

Penulis Andi Oktaviani
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.