KPK Sebut Potensi Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Tinggi

0

PROYEK pengadaan barang dan jasa melalui dana APBN maupun APBD berpotensi untuk dikorupsi. Dalam penanganan perkara korupsi yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), proyek bersumber dari APBD dan APBN kerap menjadi bancakan pejabat atau pihak terkait.

TENAGA Ahli Strategi Nasional KPK RI, Hayidrali menyebut potensi korupsi dalam proyek pengadaan barang dan jasa sangat tinggi, bahkan kasus itu paling mewarnai dalam pengusutan komisi anti rasuah.

“Inilah mengapa kami mendorong agar proyek pengadaan barang dan jasa itu dilakukan secara terbuka melalui online. Dengan begitu, masyarakat bisa memantau proses lelang hingga pengerjaannya,” ucap Hayidrali dalam diskusi terbuka pencegahan korupsi pengadaan barang/jasa, sistem merit dan zona integritas Provinsi Kalsel, di Season cafe, Banjarmasin, Jumat (12/9/2019) malam.

BACA : Kecam Pelemahan Pemberantasan Korupsi, AJI Minta Presiden Tolak Revisi UU KPK

Menurut dia, peran serta masyarakat dalam memantau anggaran pemerintah daerah sebagai alat kontrol bisa mengakses laman Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) https://monev.lkpp.go.id/tepra.

“Korupsi itu merupakan tindak kejahatan yang luar biasa (extra ordinary). Namun, bisa menjadi kejahatan sempurna karena orang yang terlibat memiliki kewenangan atau jabatan. Inilah mengapa pentingnya masyarakat turut memantau proyek-proyek yang bersumber dari APBN maupun APBD,” tutur pegiat anti korupsi dari ICW ini.

Senada itu, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi dan Good Governance (Parang) Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Ahmad Fikri Hadin menilai pencegahan korupsi masih belum efektif, sehingga perlu dirumuskan formulasi yang jitu.

Misalnya, beber dia, Kalsel yang sektor pertambangannya menjadi sensitif dan rawan korupsi, dengan keterlibatan para aktor baik pemerintah, aparat penegak hukum hingga pengusaha.

BACA JUGA : KPK Telusuri Sumber Fee dan Asal Usul Aset Eks Bupati HST Abdul Latif

“Kasus di Kalsel misalkan soal dana reklamasi yang ternyata banyak belum tertagih. Padahal, faktanya, lubang-lubang sisa tambang itu tidak sepenuhnya bisa ditutup. Lantas dikemanakan dana reklamasi itu?” cecar dosen muda ULM ini.

Dari sini, beber Fikri, perlu dibangun sistem pencegahan, meski susahnya minta ampun. Bagi ahli tata negara ini, butuh pemikiran dan diskusi panjang agar bisa memformulasikan, sehingga terukur hingga ke angka.(jejakrekam)

Penulis Arpawi
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.