Pendekatan CAC ala Ibnu Sina Mampu Tekan Penggunaan Kantong Plastik

0

APRESIASI dari pusat hingga kancah global berhasil ditoreh Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina atas terbitnya Perwali Nomor 18 Tahun 2016 tentang pengurangan penggunaan kantong plastik. Hal ini bukan tanpa alasan, Banjarmasin merupakan kota pertama di negara kawasan Asia Pasifik yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai.

LALU bagaimana Perwali Nomor 18 Tahun 2016 ini dipandang dari kacamata hukum? Akademisi Fakultas Hukum ULM Ahmad Fikri Hadin dan Muhammad Erfa Redhani dalam risetnya mengungkapkan Indonesia sebagai peringkat kedua di dunia penghasil sampah plastik ke laut (187,2 juta ton) setelah Tiongkok yang mencapai 262,9 ton.  Sementara, Kota Banjarmasin sendiri menghasilkan sampah sebanyak 596 ton dalam sehari.

“Penyumbang terbesar sampah Banjarmasin adalah penggunaan kantong plastik secara berlebihan, dengan lahirnya Perwali Nomor 18 Tahun 2016 merupakan terobosan dan keberanian walikota sebagai upaya mengurangi sampah plastik, terbukti data tahun 2018, terjadi pengurangan sampah plastik sekitar 62 ton sampah,” kata Erfa kepada jejakrekam.com Selasa (3/9/2019).

BACA: Pelarangan Kantong Plastik di Pasar Tradisional Harus Berdasar Kajian

Ia menuturkan, dalam kacamata hukum lingkungan dikenal pendekatan command and control (CAC) atau Atur dan Awasi (ADA). Dalam beleid ini kata dia sesungguhnya menggunakan pendekatan CAC yang berhasil sukses.

“Meskipun sesungguhnya sanksinya diperwali tidak tegas karena jika ada yang tidak taat, walikota dapat memberikan pembinaan,” urai Mantan aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) ini.

Erfa menyebut, dalam banyak literatur, command and control ini dinilai sebagai pendekatan kuno dan cenderung dianggap gagal dalam menata lingkungan, akan tetapi anggapan itu dapat dibantahkan Pemerintah Kota Banjarmasin yang sukses menerapkan command and control dalam pelarangan kantong plastik sekali pakai.

“Hampir tidak ada ritel modern yang tidak taat pada perwali ini. meskipun sanksinya di perwali tidak begitu memberikan efek jera. Ini karena dengan adanya perwali ini ritel juga diuntungkan karena biaya operasional untuk penyediaan kantong plastik gratis tidak perlu mereka keluarkan. Malah justru mereka dapat berjualan alat atau tas belanjaan seperti bakul purun,” ucap alumnus Universitas Indonesia ini

Erfa mengatakan, terobosan lain yang patut diapresiasi pemkot juga sukses mengajak warga untuk mengurangi sampah plastik tidak hanya di ritel modern tetapi pada aktivitas keseharian seperti gerakan memakai tumbler, bakul purun, tidak menggunakan kantong plastik saat bagi daging qurban secara sukarela banyak masyarakat yang ikut.

BACA JUGA: Banjarmasin Galakkan Gerakan 1.000 Tumbler

Ia menyarankan Pemkot Banjarmasin menerbitkan payung hukum baru berupa perda agar dapat memuat sanksi pidana dan sanksi denda bagi ritel yang melanggar pemakaian plastik sekali pakai.

Mantan Ketua BEM FH ULM ini berpendapat, Pemkot Banjarmasin juga perlu  memuat instrumen penataan ekonomi. Salah satunya, melalui pemberian insentif kepada yang taat, atau memberikan disinsentif kepada yang tidak taat.

Ke depan lanjut Erfa, Pemkot Banjarmasin patut mempertimbangkan pelarangan penggunaan kantong plastik di pasar trandisional karena pengguna kantong plastik di sana banyak jumlahnya.

“Keberhasilan Pemkot Banjarmasin mengatur pemakaian plastik sekali pakai patut dipertimbangkan pemerintah pusat. Misalnya dalam tatanan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup membatasi pemakian plastik sekali pakai,” jelas Erfa.(jejakrekam)

Penulis Akhmad Husaini
Editor Fahriza

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.