KPK Telusuri Sumber Fee dan Asal Usul Aset Eks Bupati HST Abdul Latif

0

PROSES penyidikan kasus tindak pidana pencurian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) periode 2016-2021, Abdul Latif terus berlanjut.

USAI ditetapkan sebagai tersangka pada medio Maret 2019, setelah menjalani proses persidangan kasus suap pembangunan ruang perawatan di RSUD Damanhuri, Barabai hingga divonis 7 tahun penjara, Abdul Latif pun kini menghadapi kasus TPPU.

Abdul Latif dikenakan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Selanjutnya, KPK juga menjeratnya dengan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

BACA : KPK Kembali Sita Mobil Bantuan bagi Ormas dari Eks Bupati HST

Selama menjabat Bupati HST, Abdul Latif disangkakan KPK telah menerima banyak fee proyek dari pihak kontraktor dan lainnya, hingga menyamarkan harta kekayaannya. Total gratifikasi yang diduga diterima Abdul Latif menurut KPK mencapai Rp 23 miliar dari fee proyek-proyek di sejumlah dinas di wilayah ‘kekuasaannya’ Pemkab HST. Dengan jatah fee sebesar 7,5 persen hingga 10 persen setiap kali proyek.

KPK pun menyatakan punya bukti permulaan cukup dalam kasus TPPU, hingga menyita 23 total kendaraan mewahnya. Di antaranya, dua unit mobil Hammer, satu unit Cadillac Escalade dan satu unit Ducati Streetfighter 848.

Kuasa hukum eks Bupati HST Abdul Latif, Dr Masdari Tasmin mengakui usai penetapan kliennya sebagai tersangka oleh KPK, banyak kontraktor proyek di Barabai dan Kalsel yang diperiksa penyidik. Termasuk, beberapa aparat penegak hukum di Polres HST sebagai saksi.

BACA JUGA : Sempat Gugat KPK, Eks Bupati HST Ditetapkan Tersangka Kasus TPPU

“Dalam pekan lalu, Senin (26/8/2019) dan Rabu (28/8/2019), Abdul Latif telah diminta keterangan oleh penyidik KPK sebagai tersangka. Dia didampingi Pak Sabri Noor Herman di Jakarta waktu pemeriksaan lalu,” ucap Masdari Tasmin kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Senin (2/9/2019).

Menurut Masdari, dalam pemeriksaan kliennya, KPK memang tidak melakukan konfrontir dari keterangan para saksi yang telah diperiksa di Markas Brimobda Polda Kalsel di Banjarbaru atau di Barabai.

“Saya tidak tahu persis berapa saksi yang diperiksa KPK dalam kasus TPPU ini. Yang pasti, cukup lama KPK melakukan penyidikan kasus ini,” ucap mantan Ketua STIH Sultan Adam ini.

Menurut Masdari, selama ini kliennya sangat kooperatif dengan KPK, hingga berapa aset berharga turut disita.

“Padahal, ada beberapa mobil yang dibeli Pak Abdul Latif sebelum menjabat Bupati HST. Sebab, Pak Abdul Latif dulunya memang pengusaha konstruksi, sehingga harusnya KPK bisa memisahkan hartanya, tidak semua harus dikaitkan dengan penerimaan fee proyek selama menjabat bupati,” paparnya.

BACA LAGI : Bursa Cabup-Cawabup HST Dinamis, Tema Besar Pilkada Tolak Tambang

Mantan dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat ini mengaku masih menunggu hingga kasus TPPU itu selesai proses penyidikan, hingga nantinya naik ke tahap penuntutan dengan penyerahan berkas perkara ke jaksa.

“Yang pasti, kasus ini tidak terkait dengan penerimaan fee proyek RSUD Damanhuri. Namun, kasusnya pada proyek-proyek yang ada di Pemkab HST selama Pak Latif menjabat bupati,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.