Tembak di Tempat bagi Pelaku Pembakar Hutan dan Lahan, LPMA: Ancaman bagi Masyarakat Adat

0

PELABELAN oknum pelaku pembakaran lahan sebagai teroris oleh Pangdam II/Sriwijaya Mayjen TNI AM Putranto, dinilai menjadi ancaman bagi masyarakat adat.

HAL ini diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPMA) Juliade. Sebab, selama ini masyarakat adat kerap dikambinghitamkan sebagai pelaku pembakar lahan dan hutan. “Saya sangat tidak setuju dengan pernyataan teroris tersebut, karena tidak relevan,” kata Juliande kepada jejakrekam.com, Selasa (20/8/2019).

Diungkapkannya, masyarakat adat, khususnya Dayak Meratus, sudah sejak lama menjalankan ‘manyalukut’ atau membakar lahan sebelum memulai bercocok tanam. “Proses tersebut dilakukan dengan seksama dan diiringi doa-doa. Membakar lahan diatur sedemikian rupa agar semua terlibat dalam menjaga api agar tidak menjalar kemana-mana,” katanya.

Ia menyebut masyarakat adat diperbolehkan membakar lahan untuk pertanian Namun, ketentuan pembukaan lahan dengan cara membakar ini memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing.

BACA : Pembakar Lahan Dikategorikan Teroris, Diusulkan Perintah Tembak di Tempat

Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

“Kegiatan membakar lahan juga dilidungi oleh UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) selama proses manyalukut dibuat sekat agar api tidak menjalar dan lahan ditanam varietas lokal,” katanya.

Juliade menyayangkan, selama ini aparat hanya menulis tentang larangan dan ancaman pembakaran lahan, namun pasal dan ayat yang membolehkan dengan syarat dan ketentuan tertentu tidak dipublikasikan.

Ditegaskannya, selama ini justru perusahaan perkebunan yang disinyalir membakar lahan, namun malah masyarakat adat yang dituding penyebab kebakaran hutan dan lahan.

“Realitanya memang seperti itu, yakni perusahaan membakar lahan dan hutan. Hanya buruhnya yang dipenjara, padahal pekerja hanya sekedar mencari upah,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Andi Oktaviani

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.