Demo Depan Istana, Aktivis Lingkungan Desak Presiden Setop PLTU dan Tambang Batubara

0

BERADA di depan Istana Merdeka di Jakarta, Senin (19/8/2019), puluhan masyarakat dari sejumlah daerah menggelar aksi protes dengan cara berbaring di atas aspal. Mereka menyuarakan jika Indonesia masih dalam kondisi keterjajahan di tengah perayaan hari kemerdekaan.

AKSI yang digelar aktivis lingkungan dalam gerakan #BersihkanIndonesia, menyerukan kebebasan hakiki dari kerusakan lingkungan dengan meninggalkan sumber energi fosil dan batubara kotor beralih ke energi bersih terbarukan. Bagi para aktivis lingkungan ini, kemerdekaan Indonesia telah dinodai investor dan penguasa yang merampas tanah, menggunduli hutan, mencemari air, laut dan udara.

Dengan mengenakan kaos hitam, para aktivis lingkungan ini menggambarkan kalau masyarakati Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Jawa Tengah, setiap hari selama berpuluh tahun menghirup debu beracun PLTU batubara.

BACA : Gaungkan Gerakan Save Meratus, Jalan Politik dan Seni Bisa Direntas

Berikutnya, warga Bengkulu juga hadir karena kawasan di hulu sungai hancur sehingga menyebabkan bencana banjir yang mematikan. Sementara di hilirnya ada pembangunan PLTU Batubara Teluk Sepang yang menambah ancaman terhadap masa depan mereka.

“Perampasan kebun, pencemaran kampung dan konflik horizontal adalah wujud nyata atas dampak buruk keberadaan tambang dan PLTU batubara. Kini tumbuh gerakan perlawanan di kantong-kantong investasi. Mereka ingin kemerdekaan itu adalah hak semua orang, bukan sekelompok investor dan penguasa,” kata Ali Akbar, juru bicara #BersihkanIndonesia dari Kanopi Bengkulu.

Sedikitnya, 877 jiwa warga di Dusun Winong, Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah hidup seperti di zaman penjajahan. Berdasar data gerakan #BersihkanIndonesia, Operasional PLTU Batubara Cilacap unit 1 dan 2 telah menimbulkan berbagai keluhan penyakit pernafasan dan kulit.

“Sumber air di sumur-sumur mengering dan pendapatan merosot tajam karena sawah tercemar. Semua dimulai sejak 2006 silam,” ucap Ali Akbar.

BACA JUGA : Bikin Kajian Dampak Tambang, Tiga Kali Pemkab HST Surati Menteri ESDM

“Kami ingin kemerdekaan benar-benar bisa dirasakan. Kami ingin merdeka dari abu pembakaran PLTU dan abu limbah PLTU,” kata Fahmi Bastian, juru bicara #BersihkanIndonesia dari Walhi Jawa Tengah.

Begitu pula, Kisworo Dwi Cahyono mewakili Kalsel. Menurut Cak Kiss, Pegunungan Meratus yang menghampar sepanjang Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur masih terus diincar oleh perusahaan tambang batubara.

“Pegunungan Meratus juga merupakan sumber air utama bagi tiga provinsi termasuk Kalimantan Tengah. Ini adalah paru-paru hutan tropis terakhir yang harus diselamatkan,” tutur Cak Kiss.

BACA LAGI : Dari Tumbang Anoi, Selamatkan Meratus Ruh Perjuangan Masyarakat Dayak

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel ini mengatakan wilayah adat Dayak Meratus hingga kini ternyata belum diakui negara padahal mereka telah hidup jauh sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaan.

“Komitmen negara terhadap keselamatan rakyat dan lingkungan harus ditunjukkan. Salah satunya dengan mencabut izin tambang dan izin perusahaan monokultur di Pegunungan Meratus,” kata Kisworo, juru bicara #BersihkanIndonesia dari Walhi Kalsel.

Sementara itu, warga Kalimantan Timur kini terus menyerukan kemerdekaan dari perampasan tanah dan hutan mereka, karena ulah pertambangan batubara.

Hingga kini, lubang-lubang bekas tambang yang dibiarkan menjadi danau beracun telah menyebabkan kematian demi kematian bagi anak-anak dan ini terus menghantui para orangtua.

“Eksploitasi dilakukan secara masif tanpa mempertimbangkan keselamatan rakyat dan lingkungan. Lahan-lahan produktif rakyat dirampas dan dikonversi menjadi konsesi pertambangan. Sumber pangan warga terus menyempit dan air tercemar,” ucap Pradarma Rupang.

BACA JUGA : Moratorium Sawit, 12 Protokol Masyarakat Adat Dayak Perlu Diperjuangkan

Juru bicara #BersihkanIndonesia dari Jatam Kaltim ini mengungkapkan saat ini, hukum tidak tegak meski kematian 35 nyawa anak-anak di lubang tambang terus mengintai. “Konyolnya, muncul gagasan menjadikan danau-danau racun itu menjadi pariwisata,” kata Pradarma Rupang.

Lain lagi di Jakarta. Polusi udara juga merenggut kemerdekaan warganya. Polusi dari PM 2,5 yang bersumber dari puluhan cerobong PLTU batubara tidak diatur. Padahal ini adalah pembunuh senyap. “Presiden RI harus memimpin upaya pengetatan baku mutu udara ambien nasional sebagai langkah awal untuk melindungi kesehatan rakyat,” ucap Fajri Fadillah.

Menurut juru bicara #BersihkanIndonesia dari ICEL ini, pembangunan proyek nasional dengan potensi emisi yang signifikan juga harus dibatalkan. Pembangunan berkelanjutan harus kembali menjadi arus utama pemerintahan.

Mereka pun mendesak dalam momentum hari kemerdekaan, aksi yang digelar bisa memberikan potret realita yang terjadi di berbagai daerah lainnya di Indonesia yang terancam oleh energi fosil seperti batu bara.

“Aksi ini juga sebagai pengingat banyaknya pekerjaan rumah presiden terpilih terutama untuk beralih ke energi bersih terbarukan yang dilakukan secara adil, termasuk bagi para pekerja di sektor batubara,” urai mereka.

BACA LAGI : Sikap Tegas Presiden Jokowi untuk Cabut Izin Tambang Ditunggu Warga HST

Untuk itu, gerakan #BersihkanIndonesia mendesak presiden terpilih untuk memastikan kebijakan pemerintahannya ke depan tidak lagi mengakomodir rencana baru pembangunan PLTU batubara dan perizinan baru tambang batubara pada tahun 2020, menuju phase-out dimulai 2030.

“Kami juga mendesak agar membersihkan pipeline energi dari PLTU batubara. Presiden terpilih mempunyai pilihan dan kesempatan untuk memiliki warisan energi bersih terbarukan,” dalam tuntutan yang mereka usung.

Para aktivis lingkungan ini juga mengingatkan agar menghindari petaka di masa depan di mana warganya tercemar dan tersakiti oleh berbagai dampak negatif batubara, dan juga solusi palsu berbahaya beracun seperti PLTN dan insinerator.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.